Chapter 4: An Ending

793 23 4
                                    

Clara membenamkan wajahnya di bantalnya. Sudah beberapa hari ia melakukan hal ini-tampak sedikit murung, dan sering melamun.

Bukan tanpa alasan, melainkan karena memikirkan apa yang ia dan Timothy lakukan beberapa hari lalu.

Ya Tuhan.

Clara menampar wakahnya sendiri. "Aw!" Sakit, memang. Entah sudah berapa kali ia menampar dirinya sendiri. Tapi, ia tidak merasa cukup menghukum dirinya sendiri.

'Apa yang kau lakukan, Clara?!!' Hardiknya dalam hati. 'Kau. Mencium. Seorang. Frater. Dosamu bertambah berkali-kali lipat!!'

Oh, Clara akui, dia dicium. (Walau ia sendiri tidak menghindar). Namun, tetap saja. Dosa adalah dosa, bukan?

Sudah beberapa hari Clara tidak muncul di Rumah Retret itu. Ia tidak berani melihat wajah sang Frater lagi-rasanya, ia kembali teringat akan kejadian 'itu'.

Dan, sekarang, bagaimana caranya membuat kejadian 'itu' keluar dari otaknya?

"YA TUHAN." Clara berseru keras. Ia melompat berdiri dari tempat tidurnya-menyebabkan kepalanya terbentur oleh atap kamar yang terbilang rendah. Clara kemudian meringis kesakitan.

Walau sakit, namun, tidak cukup untuk menghilangkan peristiwa itu dari benaknya.

Hal yang sama telah Clara coba lakukan akhir-akhir ini, mencoba melupakan ciuman itu. Mencoba melupakan Timothy. Tapi, tidak bisa.

Clara memeluk kakinya sendiri. Satu fakta yang ia tahu,

Ia mencintainya.

Ia mencintai Timothy.

Dan itu fakta, bukan hanya pernyataan semata, melainkan sebuah kebenaran.

Sial. Kenapa dia baru menyadarinya saat ini?

Tidak, tidak. Pertanyaan yang benar adalah, kenapa dia harus memulai kisah ini?

Clara merenung. Mencintai seorang Frater bukanlah pilihan yang tepat. Kau tahu, bahwa cintamu tidak akan pernah terbalaskan. Kalaupun terbalaskan, tidak akan pernah terwujudkan.

Sang surai merah itu memejamkan mata, perlahan, memorinya dengan sang Frater surai hitam pun mulai terputar.

Mungkin, seharusnya Clara tidak pernah datang ke Rumah Retret itu.

Pintu kamar dibuka secara tiba-tiba. Clara kembali melompat dan membentur atap-lagi. "Aw!"

Orang yang membuka pintu kamar itu, sang Ibu, meringis melihat tingkat puterinya. "Clara, Ayah dan Ibu ingin bicara."

-----------

Entah sudah berapa hari sejak kedatangan Clara yang terakhir. Tempat ini memang tidak pernah berubah-yang berubah hanyalah para peserta Retret. Hari ini, ia melihat beberapa murid SMP menggiring koper masuk ke dalam Rumah Retret ini. 'Kukira hanya anak SD yang boleh mereservasi tempat ini,' pikirnya.

Clara kembali berjalan menuruni tangga batu. Ia menengok ke kanan dan kiri, mencari sosok itu-Frater berambut hitam.

Aneh. Clara tidak menemukannya di sekitar Ruang Doa maupun rumah para Frater. Clara pun bertanya kepada beberapa Frater yang lewat, dan Puji Tuhan, ia mendapat jawaban yang cukup menjawab.

"Senior sedang berkebun, nona. Lebih tepatnya, sedang membereskan pemakaman."

Er, agak mengerikan, sebenarnya. Ayolah, siapa sih yang tidak merinding ketika mendengar kata 'pemakaman'? Lagipula, bukankan Timothy itu Frater? Sejak kapan Frater memiliki tugas berkebun-ralat, membereskan pemakaman?

Falling in You.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang