Chapter 2: A Feeling

466 19 2
                                    

Sejak kedatangannya kemarin di rumah Retret itu, Clara selalu datang nyaris setiap minggu. Entah untuk mengambil gambar pemandangan, atau gambar para peserta Retret yang begitu manis. Clara sangat menyukai anak-anak. Suatu ketika, ketika ia sedang mengambil gambar anak-anak yang bermain petak umpet di waktu bebas, dekat rumah para Frater, secara tidak sengaja Clara melihat Timothy sedang melintas.

Sebenarnya Clara hendak melambaikan tangan, menyapa sang Frater. Tapi, ia merasa sedikit ragu. 'Bagaimana kalau ada Frater lain yang melihat? Tentu Timothy akan mendapat stigma buruk.'

Clara mengecek keadaan di sekitarnya. Memastikan tidak ada orang di sekitarnya, selain anak-anak yang terpisah oleh sebuah jurang dengannya. "Hei!" Akhirnya, sebuah panggilan pun keluar dari bibir Clara. Namun, sang Frater tidak kunjung menengok.

'Uh, kalau aku teriak lebih keras, bisa-bisa seantero rumah Frater mendengarku,' pikir Clara. Clara pun meletakkan kameranya di sebelahnya-untunglah ia sedang duduk di sebuah gazebo-dan menepukkan tangannya.

"Hei!"

Kembali, sapaan yang sama.

Kali ini, sang Frater mendengarnya. Clara pun melambaikan tangan. Sayangnya, Timothy tidak membalasnya-malahan, ia memalingkan wajah.

'Yah, sudah kuduga.' batin Clara kecewa. Tampaknya Frater itu memang tipe orang yang 'agak' dingin.

"Kakak, kameranya besar sekali!"

Suara seorang anak SD mengagetkan Clara. Nyaris membuatnya berteriak jika ia tidak ingat dimana ia berada sekarang-ingat, di rumah para Frater harus menjaga ketenangan-. Clara menatap gadis kecil berambut pirang yang juga duduk di gazebo yang sama dengannya.

"Ah, iya." Hanya itu jawaban yang bisa Clara berikan. "Kamu ingin Kakak foto?"

"Tentu!" Jawaban ceria, khas anak kecil. Si rambut pirang pun berpose sedemikian rupa. Clara tidak kuasa menahan tawanya, melihat betapa polos sang model cilik ini.

"Lihat, lihat. Ini hasilnya," ucap Clara seraya memanggil gadis itu mendekat. Clara pun memperlihatkan gambar yang barusan ia ambil pada gadis tersebut.

"Wah, bagus, Kak!" Pujian tulus pun diutarakan bagi si rambut merah.

Clara tersipu, malu. Agaknya dia memang mudah tersipu ketika menerima sebuah pujian. "Terima kasih."

"Kak, jam berapa sekarang?"

"Jam dua kurang. Kenapa?"

"Wah, waktu bebas sudah mau habis! Aku ke Kapel dulu ya, Kak!"

Model sementaranya pun berlari menjauh, sambil melambaikan tangan. Clara membalasnya. Iris cokelatnya mengawasi sang gadis melangkah ke arah Ruang Doa, hanya berjaga apabila ia terjatuh atau tersesat.

Kresek.

Suara dedaunan gugur yang diinjak membuat Clara menengokan kepalanya. Tampak sosok Timothy berdiri di belakangnya. Hanya saja, saat ini ia tidak mengenakan pakaian seorang Frater. Mungkin karena ia tidak sedang bertugas membimbing anak-anak.

Kaus dan celana panjang, terlihat lebih santai. Namun, ekspresinya tidak terlihat santai sama sekali. Datar, ditemani kerutan tipis di keningnya.

"Kukira Pastor sudah mengatakan dengan jelas padamu, kau boleh mengambil gambar disini, tetapi tidak boleh mengganggu jalannya Retret?"

Nadanya terdengar menusuk, walau Timothy berusaha meredamnya sedemikian rupa.

Mendengar nadanya saja, rasanya Clara geram. 'Siapa sih, yang suka apabila disindir dengan nada itu? Terlebih, oleh seorang Frater.'

Falling in You.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang