Meninggalkan tubuh yang di bawanya, Nia yang kerasukan itu berjalan pergi meninggalkan kelas dan menyisakan lima remaja yang lain. Ketegangan masih menyelimuti kelimanya. Mereka tak bisa berkata apa-apa dengan apa yang mereka lihat hingga Aliriza mencoba menggerakkan kakinya untuk mendekati mayat yang dibawa oleh Nia. Dia mencoba memeriksa layaknya seorang dari forensik tapi gagal dalam hitungan detik. Wajah hancur mayat itu memang tak bisa di pastikan lagi siapa orang itu. Yang kemudian Aliriza mengecek pakaian mayat tersebut dan menemukan dompet yang berisi identitas dan beberapa uang.
“Eh…!! Gak mungkin!!” Kaget Aliriza
Sandy dan lainnya yang mendengar itu pun mulai mendekati Aliriza.
“Ada apa Al…?” Tanya Sandy.
“Ini….. ini Rey…”
“Apa…!?!?!?!?” Kaget Sandy, Andre, dan Aji.
Aliriza menunjukkan kartu tanda pelajar yang dia ambil dari dompet tersebut kepada Sandy. Setelah percaya bahwa mayat tersebut adalah Rey, kelima remaja tersebut semakin memasang ekspresi muram seperti mereka berpendapat bahwa mereka pasti juga akan mati. Akhirnya, untuk menghilangkan kekhawatiran tersebut, Aliriza mengajak yang lain keluar dari ruangan itu dan mencoba mencari jalan keluar. Tapi, berbeda dengan apa yang direncanakan oleh Aliriza.Ketika mereka keluar, mereka tak melihat lorong yang mereka telusuri tadi.
"A….Apa ini….!?!?”
Lorong yang mereka lihat sekarang berubah menjadi merah pekat dan penuh dengan hitam arang. Sesuatu yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Lorong itu terlihat begitu kelam, penuh dengan rasa amarah. Itulah yang Aliriza rasakan. Segera dia membuka buku yang di bawanya dan membaca sebuah halaman.Wajahnya terlihat serius sehingga dia mengabaikan panggilan Sandy yang sudah beranjak pergi hingga mau tak mau, sebuah jitakan melayang dengan keras ke kepalanya
“Aduh…!!!” Sakit Aliriza
“Kalo orang manggil itu di dengerin! Ayo jalan, diam di sini juga gak akan menyelesaikan masalah” Kesal Sandy.
“Ah….. sori sori….”
Aliriza melanjutkan membaca buku tersebut sambil berjalan dan ketika membuka halaman selanjutnya, dia terkejut dan berhenti melihat apa yang di bacanya.
“10 mei,
Sudah tiga hari aku dan ke empat temanku terperangkap di tempat ini. Aku semakin yakin bahwa tempat ini adalah dunianya. Selain itu, meskipun seberapa jauh kami menelurusi lorong ini. Tak ada satupun pintu yang mengarah ke jalan keluar. Kami hanya bisa beristirahat di ruang kelas yang benar benar menyedihkan keadaannya. Walaupun Riyan dan lisa membawa beberapa makanan. Itupun tak cukup untuk mengisi perut kami yang tak tahu sampai kapan terperangkap di tempat ini. Satu hal yang jelas, kami tidak akan menyerah. Kami akan berusaha terus untuk mencari jalan keluar dan membeberkan rahasia ini. Karena rasanya, aku mulai mengerti inti dari semua misteri ini. Tak lupa juga, selama kami berada di sini, kami merasa seperti di ikuti oleh sesuatu. Aku tak tahu apa itu. Tapi yang jelas, aku tahu itu adalah hal yang buruk. Saat ini adalah waktu jagaku. Semoga tak terjadi sesuatu…”
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven
Short Story8 manusia mencoba mengungkap enam misteri di sekolahnya. Tapi tanpa mereka sangka, mereka justru mengungkap misteri ketujuh yang tabu...