SEBENARNYA ini adalah satu dari jutaan kisah yang aku punya dan sebaiknya biar aku saja yang menyimpannya baik-baik dalam perkembangan daya ingatku yang kadang menurun kadang melonjak. Kadang ingat, lebih sering lupa. Well, yeah... masih banyak hal yang harus kuingat. Misalnya pin atm, atau tentang di mana aku meletakkan kartu kredit (apakah di dompet atau di saku jaket). Atau hal-hal seperti—oh oke, lupakan mata kuliahku yang menyebalkan. Itu tidak perlu dibahas sama sekali. Aku yakin kok, akan lulus dengan grade yang bagus.Maksudku, Danny si Dungu itu kan masih memandangku sebagai pria terhormat di kampus. Dia akan mengerjakan apapun tugas yang dilempar oleh dosen-dosen sok pintar itu, atas namaku. Lalu, tadaaa...! Nilai semesteranku akan selalu A. Yeah, minimal B-lah saat si Dungu itu sedang kewalahan mengerjakan tugas-tugas. Hei, dia kan tidak mengerjakan tugas atas namaku saja. Ada tugas atas nama Jerome, Edmund dan Bryan. Tentu saja si Dungu itu harus mengerjakan kesemuanya. Karena jika tidak, Jerome akan menghajarnya sampai wajahnya berubah ungu. Dasar Dungu!
Hidupku terlalu sempurna kurasa, jika kau mau tahu sih. Lets forget tentang keberadaan orang tua. Hell yeah, mereka masih hidup dan keberadaan mereka berada di ambang ketiadaan. Bukan bermaksud kurang ajar, hanya saja kedua orang tuaku adalah tipikal manusia-manusia pengumpul pundi-pundi mata uang yang semua orang pasti sudah tahu bahwa mereka adalah orang kaya. Menilik dari rumahku yang gedongan dan semua fasilitas berjalan dengan baik. Lalu rentetan petugas-petugas di rumah yang siap memenuhi keperluanku bak seorang raja.
Aku tidak punya adik, tapi punya kakak. Lelaki. Dan oh lupakan. Membahas dia akan membutuhkan jutaan kalimat—tentunya kalimat positif. Dan aku muak mengingatnya. Dan dia itu kebanggaan Mom dan Dad. Dan kebanggaan hampir seluruh orang di dunia. Ah kasihan mataku yang harus selalu berputar setiap kali ada yang membahas hal-hal baik tentang seorang Nicolas Parker.
"Selamat, James. Kau berhasil mendidik anak sebaik Nic!" atau "Nic sama persis sepertimu, dia pria hebat!" atau yang lebih memuakkan adalah "Jake, kenapa kau tidak bisa menyaingi kakakmu? Atau setidaknya satu level di bawahnya, itu sudah lebih baik!"
Dammit!
Tahu apa sih mereka?
Apa aku kelihatan seperti seorang pengikut? Apa aku terlihat seperti seorang penempel Nicolas Parker?
Sialan!
Nic mungkin bisa memenangkan tender seharga jutaan dollar. Atau bermain saham hingga tubuhnya tertimbun uang. Tapi apa dia bisa bermain badminton dengan baik? Atau bermain sepakbola dan mencetak gol sebanyak tiga kali dalam satu pertandingan?
Dad selalu hadir di setiap pesta atas keberhasilan Nic. Begitu juga Mom. Tapi mereka tidak pernah mau hadir dalam pertandingan di mana aku menjadi pemain inti dan memenangkan pertandingan. Mungkin karena lapangan tempatku bertanding terlalu kumuh atau bagaimana.
Yang jelas, Jacob Parker akan selalu berada jauh di bawah Nicolas Parker.
Shit!
Dan seolah itu semua bukanlah kutukan bagi kehidupanku, sebuah kutukan hadir. Mengganggu, bertahan dan menjadi benalu. Sial. Apa aku tidak bisa hidup tenang?
Aku baru selesai menelepon Sophie untuk berjanji temu dengannya malam nanti ketika tiba-tiba aku mendengar suara Mom agak berteriak memanggil.
"Jake, come here."
Malas, dan memang malas rasanya, aku melirik sekilas. Dengan kedua tangan di saku celana, aku bergeming di tempatku berhenti. Kulihat Mom menggerakkan kepalanya sedikit, jadi mau tidak mau aku terpaksa menggerakkan kaki menghampirinya.
Ekor mataku menangkap dua sosok yang agak janggal. Tubuh mereka terbungkus rapat dan hanya terlihat wajahnya yang sumringah.
"Halo."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] KISAH ROMANTIS
Spiritual[REPUBLISHED] Fiksi-fiksi lama yang pernah dipublikasikan.