"Apa kau suka menonton film?"
"Uhm, lumayan. Alicia sering mengajakku menonton di kala sengang."
"Film jenis apa?"
"Apa saja."
"Spesifik?"
"Tidak ada. Aku lebih sering menonton pilihan Alicia. Dan kurasa tidak buruk."
"Apa film romantis?"
"Aku lebih suka film perang. Tapi Alicia suka juga film romantis."
"Film terakhir yang kau tonton?"
"Kenapa kau mendadak jadi sangat ingin tahu?"
"Tidak. Hanya ingin membaca dari perspektifmu. Seseorang dinilai dari apa yang ia tonton atau ia baca."
"Apa aku harus mengumbar apa yang sering kubaca agar kau bisa menghakimi aku?"
"Oh, bukan. Bukan begitu. Hanya—euhm, hanya sedikit penilaian."
"Atau kau sering mengumbar apa yang kau baca dan tonton agar orang menilai kau berada di tingkat mana?"
"Ah kurasa tidak. Terkadang hanya berbagi pemikiran. Well, oke sebaiknya kita ganti topik."
"Kau lucu sekali, Jake..."
"Dan kau menyebalkan, Ann!" Yeah, kau menyebalkan karena kau selalu berhasil menyudutkanku. "Sekarang tentang kisah dalam film romantis. Menurutmu kisah mana yang paling bagus?"
"Dalam film?"
"Tentu saja. Kan kita sedang membahas film."
"Menurutmu bagaimana, dear Jake? Menurutmu kisah apa?"
Tuh kan, dia selalu membalas pertanyaan dengan pertanyaan yang sama. Oke, apa dia menantangku? "Romeo and Juliet? Kurasa mereka. Cinta abadi, benar?"
"Kebodohan dua insan manusia yang terlalu picik untuk menyelamatkan cinta mereka maksudmu, Jake?"
"Hei, kenapa kau berkata begitu?!"
"Kenyataannya? Mereka berdua mati karena kebodohan kan? Padahal cinta bisa diperjuangkan dengan cara lain yang lebih baik..."
"Oke, aku masih punya stok. Tahu Titanic?"
"Maksudmu perselingkuhan yang membawa bencana?"
"Hei!" Aku sewot. Astaga... tapi aku tidak membantah. Memang benar adanya kan? Titanic itu kisah perselingkuhan. Oke, aku putar otak... "The Vow? Channing Tatum dan Rachel—"
"Pernikahan tanpa mau peduli latar belakang sang istri?"
"Astaga, oke... oke fine!" Aku bukan lagi sewot. Tapi emosi. "Tenang, aku masih ada stok. Tidak perlu kuatir..." Kulihat dia tersenyum geli. Bagus. Menertawakan aku eh? "Twilight. Ayolah, itu kisah cinta fenomenal! Jutaan orang menontonnya, Ann!"
"Aku tahu. Aku juga sempat menontonnya, Jake," Ann menyahut sambil sesekali menyeruput lemon tehnya yang sudah tidak terlalu dingin karena kami sudah hampir satu jam di sini. Menunggu Zhuhur. "Tapi cinta antara manusia dan makhluk jadi-jadian itu tidak cukup bagus di mataku."
"Oke, lalu apa?" Ah sial. Aku kan hanya ingin dianggap keren di matanya. Setidaknya dia bisa kan melontarkan kalimat; 'Oh kau benar Jake. Aku sangat suka kisah itu!' atau 'Tentu saja, Jake. Tidak ada kisah romantis yang lebih manis daripada kisah itu' atau lainnya... Jadi aku punya setidaknya satu kesamaan dengan gadis ini. Astaga, demi apa... "Lalu kisah romantis apa yang menurutmu manis? Jangan bilang kisah cinta antara ayah dan ibumu ya. Aku tidak terima kisah cinta begituan. Klasik."
Kulihat Ann tersenyum sambil sesekali menoleh ke arah bangunan mushala. Beberapa pria masuk ke dalamnya dan aku melirik arlojiku sendiri. Sebentar lagi Zhuhur.
"Bagiku kisah yang manis adalah kisah di mana Ketika dua insan saling rindu, namun tidak berkomunikasi. Tetapi keduanya saling mendoakan di dalam sujudnya masing-masing."
Aku diam. Mencerna kalimat barusan. Saling rindu... tapi tidak berkomunikasi. Tapi saling mendoakan?
"Dan biar kutebak, cinta mereka tidak menyatu. Dan itu tidak ada dalam film. Benar? Penonton tidak suka kisah sedemikian, Ann!"
Ann tersenyum lagi dan hembusan angin meniup-niup hijabnya. Aku masih sibuk berpikir bahwa cinta seperti itu tidak ada. Itu pembodohan. Bagaimana kau bisa mencintai seseorang sedangkan kalian tidak berkomunikasi?
"Allah azza wa jalla yang mempersatukan mereka, dear Jake. Allah mempersatukan Fatimah dan Sayidina Ali Bin Abi Thalib. Kendati Ali hanya seorang pemuda miskin sedangkan Fatimah adalah putri seorang Rasul yang mulia..."
Nah kan... ini curang. Dia membawa nama baru yang aku tidak tahu...!
"Dan masih ada lagi kisah lainnya. Kisah cinta Nabi pada istri pertamanya Khadijah. Lalu kisah Ummu Sulaim dan Abu Thalhah. Lebih manis. Jauh lebih manis dari rentetan kisah romantis buatan manusia yang kaujabarkan beberapa saat lalu, Jake."
"Dan aku tidak tahu?"
"Dan kau tidak tahu."
"Dan apa kau berkenan mengisahkannya padaku?"
Ann tersenyum lagi setengah mengekeh hingga matanya hampir terkatup. Kumandang adzan Zhuhur terdengar. Dia menoleh ke arah mushalla dan kemudian menoleh lagi padaku. "Kau bisa mencarinya di situs pencarian yang ada di internet, Jake," Ah kau benar Ann. Tapi terkadang aku bosan harus mengetik ini dan itu hanya sekadar untuk mencari tahu. Jadi bisa kah kau— "Atau aku bisa mengisahkannya padamu lain waktu. Sekarang sebaiknya kita shalat Dzuhur. Hm?"
*****
.
.
.
END
"Dan akhirnya dua tali kekaguman yang tak tersampaikan antara Ali dan Fatimah itupun mampu terlilitkan dengan kuat dan rapi. Siapa yang mengikatnya? Bukan orangtuamu, bukan sahabatmu dan memang bukan manusia yang melilitkannya. Tetapi Allah lah yang melilitkan ikatan cinta suci itu. Inilah kisah kesabaran dan ketegaran Ali, kawan. Kisah ini terus menjadi inspirasi untuk setiap insan beriman yang ingin menjaga hatinya. Betapa pun kamu kagum kepada seseorang, Allah pasti tahu itu. Maka izinkanlah hatimu itu untuk menjaganya, kawan." – Taken From a note about Ali dan Fatimah, 'Dua Kagum Yang Tak Tersampaikan'
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] KISAH ROMANTIS
Spiritual[REPUBLISHED] Fiksi-fiksi lama yang pernah dipublikasikan.