3 : Hi Aqua

30 4 0
                                    

"Kamu cewek yang waktu itu kan?? Kamu juga cewek disekolah yang katanya dihukum sama Bu Dewi?"tanyanya padaku.

Waduh, benar-benar hari sial. Kenapa hari sial?? Karena aku bertemu si Aqua. Makhluk yang bikin aku gondok waktu itu.

"Mau aku cewe yang waktu itu kek, waktu ono kek, bodo amat."balasku
sinis.
"Dih, aku nanya baik-baik, kenapa kamu nyolotin?"
"Bla bla bla, bodo amat."
"Eh, kamu itu anak baru ya diSMA Balta..."
"Emang SMA Balta milik bapak mu? Ibu mu? Atau kakek-nenek mu??"aku memotong kata-katanya.

Kini aku dan si Aqua sama-sama diam. Karena merasa canggung, aku langsung pergi lebih dahulu dari dia. Si Aqua ada dibelakangku, walaupun cuma berjarak 1 meter lebih (ralat, maksudku 1 meter kurang) aku merasa tidak nyaman.

"Kamu jalan didepan ku aja, deh. Aku ngga enak, berasa diikutin."suruhku.
"Bah, aku dari tadi emang dibelakang mu, tapi kan ngga deket. "
"Iya, sih. Yaudahlah."lanjutku lagi.

Aku melanjutkan langkahku. Baru aku sadari jalan yang sedari tadi aku lewati itu sangat sepi. Cuma ada rumah-rumah, pohon, dan yang berlalu-lalang pun masih bisa terhitung jari.

Sambil mendengarkan lagu Luck-nya Jason Miraz ft Colbie Caillat, tiba-tiba sebuah tangan kasar menangkap lenganku. Dicengkeramnya dengan kuat dan aku didorong kebelakang seakan-akan aku hampir keserempet.

"Apaan sih? Ngga ada mobil atau motor yang nyaris nyerempet aku."
"Dih, kalau ada mobil atau ada motor yang mau nyerempet kamu pun aku ngga peduli."
"Terus ngapain dorong-dorong aku kebelakang kaya gini? Pake acara nahan-nahan lengan aku segala lagi."aku melepaskan tanganku dengan cepat.
"Ish, itu liat. Aku kasihan sama ibu kamu kalau nanti kamu nyuruh ibu kamu buat nyuciin sepatu kamu gara-gara kamu ngga sengaja nginjek tai kucing."dia menunjuk sesuatu yang berwarna cokelat-cokelat keemasan.
"Udahlah, aku juga udah sadar kale, ngga perlu pake adegan kaya tadi."aku mencibir.
"Dasar, bukannya bilang terima kasih."dia merasa jengkel.
"Makasih."ucap ku dengan nada terpaksa.

Si Aquapun pergi meninggalkanku lebih dulu. Dasar makhluk menyebalkan, cuma tai kucing, untuk apa dijadikan alasan untung menyentuh lenganku. Ku pandangi dirinya dari belakang. Idih, kenapa jadi aku yang merasa berada diposisi penguntit, dia yang lebih pantas dari pada aku.

Cccrrreeettttt....

Mendengar dari suaranya, aku sadar apa yang aku injak. Tapi aku masih bersikukuh dan meyakinkan diri bahwa itu bukanlah yang ku kira. Aku melirik ke bawah sepatuku perlahan dan mendapati sesuatu yang benyek melekat dipermukaannya. Tai kucing.

"Ahahhaahah, emang enak."si Aqua menoleh padaku, dia tertawa terbahak-bahak. Sepertinya dia senang tertawa diatas penderitaan orang lain.
"Eh, sialan!!! Sapa yang nyuruh kamu ketawa-ketawa kaya gitu!!!"bentak ku kesal.
"Bodo."

Dasar menyebalkan. Kalau bisa aku kutuk, aku kutuk si Aqua menjadi batu. Wahai ibu peri, ku sumpahi si Aqua keselengkak batu.

Sedetik kemudian, si Aqua keselengkak batu lalu terjatuh. Kini giliran ku yang tertawa terbahak-bahak, dia melirikku dengan muka masam.

"Emang enak!!"balas ku.

**

ALL IN LOVE..Where stories live. Discover now