3

137 7 0
                                    

Biip biip biip. Dering alarmku. Dengan malas aku bangun dari ranjang dan bergegas mandi untuk bersekolah. Setelah selesai bersiap-siap, aku mengambil sepotong roti yang telah dioleskan selai blueberry oleh Bibi Ani, aku berlari terbirit-birit menuju sekolah.

Hhh, untung gerbang masih dibuka. Ketika aku masuk ke dalam kelas, ramai cewek-cewek penggosip kelasku berkumpul. Tapi apa peduliku? Aku hanya menaruh tasku sesegera mungkin diatas meja dan duduk manis sambil mendengarkan musik pop lewat earphone. "Reee! Pagi ini bakal ada murid baru!" teriak Dean, suara Dean memekakkan telinga. "Deann, kamu gak berkhayal kan? Lagian gaada pemberitahuan kok, yakalik tiba tiba nongol murid baru," balasku menentang pernyataan Dean.

Tiba-tiba wali kelas kami datang bersama seorang laki-laki berperawakan tinggi yang sebaya dengan kami. "Murid-murid, mohon perhatiannya! Ibu kenalkan, ini Alvian Rahadian Putra," cetus wali kelas kami. "Saya Alvian, pindahan dari Bandung, mohon kerja samanya teman-teman," ucap orang yang bernama Alvian itu dengan tenang. Deg. Kayaknya aku gak asing deng sama orang ini. Orang yang memiliki mata berwarna coklat terang, hidung mancung, serta rambut yang juga kecoklatan alami ini...

*flashback on*
"Ree, nanti kita main petak umpet lagi ya habis isya," ucapnya sambil pergi menuju rumahnya. Tapi ternyata, permainan petak umpet yang telah kita janjikan itu tak pernah terjadi, karena setelah kami berjanji, dia pergi entah kemana. Aku tak pernah mendengar kabarnya lagi, aku yang masih berusia 6 tahun saat itu tak mengerti apa yang terjadi dan hanya bisa bertanya kepada orang tuaku tentang dia. Dialah cinta pertamaku. Alvian.

*flashback off*

"Nah, Alvian silakan pilih tempat duduk yang tersisa," kata wali kelas kami sambil berlalu. He? Tempat duduk yang tersisa? Aku clingak-clinguk untuk memeriksa manakah tempat yang kosong itu, dan ternyata tempat itu. Disebelahku.
"Aku duduk disini ya?" tanya Alvian. Aku hanya mengangguk sebagai tanda persetujuan. Aku jadi kikuk, aku tak tau apa yang harus kulakukan. "Anak-anak, hari ini bapak akan membagikan angket untuk kelanjutan jurusan, harap diisi sekarang sebelum jam pelajaran berakhir," ucap Pak Tirta. Duh! Mati aku! Aku gak bawa kotak pensil. Aduh gimana nihh. Aku menampakkan mimik bingung secara otomatis. Tiba-tiba sebuah pena menggelinding ke mejaku. Hah? Alvian pasti yang melakukannya, karena bangku yang paling dekat dengan milikku hanya bangku Alvian. Sebenarnya aku sangat berterima kasih karena Alvian peka, tapi aku juga tidak enak, bagaimana nanti caraku untuk mengembalikannya kepada Alvian. Ketika kudengar suara kursi yang bergeser, aku rasa itulah saatnya Alvian akan pulang. "Alvian! Mm..ini...punyamu kan?" tanyaku hati-hati. "Ah, yaa..aku lupa," jawab Alvian. Ketika dia hendak melalui pintu keluar kelas, aku mengatakan, "Terima kasih banyak, aku benar-benar tertolong!" seruku tulus, dan jujur hal itu sedikit memalukan.

Hmm..banyak hal yang tak terduga terjadi di sekolah ini. Batinku.

Satu Kata Dibalik PersahabatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang