Prolog

4.6K 133 4
                                    

HUJAN turun begitu derasnya, namun ia tak mempedulikan dirinya yang sekarang telah basah kuyup. Luka-luka di sekujur tubuhnya dibiarkan terbasahi oleh rintikan hujan. Meski begitu, ia tak merasakan sakit sedikit pun. Ia berjalan dan hanya berjalan. Berusaha menjauh dari segala kehidupannya yang memuakkan.

Ia merogoh saku jaketnya dan menemukan sebuah plester luka di dalamnya. Ia tersenyum, menggenggam plester itu dengan kuat, dan meneruskan berjalan. Satu hal yang ia pahami saat ini, ia membutuhkan sang pemberi plester itu. Sayangnya, gadis itu lebih memilih orang lain ketimbang dirinya.

Ia tersenyum getir. Terlalu pahit untuk dipikirkan. Tak terasa kakinya berjalan sampai di depan halte bus. Pikirannya kembali ke masa lalu. Halte bus ini adalah salah satu saksi bisu kisah cintanya bersama gadis itu. Ia menatap halte bus yang kosong dengan tatapan yang kosong pula. Terlalu hampa, tanpanya.

The Symphony of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang