YA. INILAH KENYATAANNYA

91 1 0
                                    

Untuk beberapa saat aku terpaku pada beberapa berkas yang baru saja Pak Cokro berikan. Lembar pertama saja sudah membuat jantungku berdegup begitu kencang. Defandra Abrizam, namanya tertulis paling besar pada judul berkas itu. Kenapa dia? Kenapa harus dia? Dari sekian banyak mahasiswa laki - laki di kampus ini, kenapa harus seorang Defandra Abrizam yang ditakdirkan untuk menjadi perwakilan juga?

" Hellowww . . . Rana? Are you okay? "

" Pak, ini serius? Defandra Abrizam jadi perwakilan kampus bareng saya? "

" Iya serius lah, kamu ini kalo nanya. Kenapa emangnya? "

" Dia kan ketua pelaksana acara kampus yang mau diadain dalam waktu dekat pak. Emang dia bisa berangkat gitu aja? "

" Defandra itu orangnya professional. Dia tau apa yang harus dia lakuin, gak kayak kamu yang grasak - grusuk. Ngambil keputusan seenak jidat, gak tau apa kalo ini penting banget buat kampus? "

" Bukan gitu pak. Alasan saya nolak tawaran ini juga gara - gara Defandra. "

" Maksud kamu? "

" Udah saya mau ngurus berkas aja deh pak biar cepet selesai. "

" Yaudah sana. "

" Assalamu'alaikum. "

" Wa'alikumsalam. "

~~~

Aku keluar dari ruangan Pak Cokro dengan penuh emosi dan tanda tanya. Defandra berangkat ke Papua? Tanpa mengatakan apapun padaku? Yang benar saja. Jadi ini alasannya mengapa dia terlihat begitu terburu - buru untuk mempersiapkan acaranya. Jadi ini alasannya mengapa sikapnya berubah belakangan ini. Tapi kenapa harus dia yang berangkat bersamaku? Kenapa dari sekian banyak mahasiswa laki - laki di kampus ini, harus dia yang terpilih? Kenapa? Kenapa? Kenapaaaaa??? Apa dia tau kalau aku juga menjadi perwakilan kampus? Apa dia juga tau kalau aku akan berangkat kesana?

~~~

Ruang tata usaha berada di lantai 5, beruntungnya aku ketika tak ada antrian di depan pintu lift. Biasanya lift kampus selalu penuh dengan antrian mahasiswa yang malas menaiki tangga sepertiku. Menurutku bukan malas, aku hanya menghembat tenagaku untuk keperluan yang lain. Untuk kali ini, aku menghemat staminaku yang sebentar lagi akan banyak digunakan untuk mengurusi urusan kampus ini.

Kata orang yang terlalu mencintai olahraga, naik tangga adalah salah satu cara untuk membakar lemak berlebih. Hey, serously. I really don't care about that. Ada banyak cara di dunia ini untuk membakar lemak, jadi kenapa harus juga tangga kampus yang dijadiin 'alat gym' selama masih ada cara yang lebih manusiawi dan lebih relevan untuk dijadikan olahraga dibanding naik turun tangga. Hal itu lebih masuk akal jika digunakan untuk membesarkan betis. Trust me, it works.

Pintu lift terbuka dan ruang tata usaha langsung terlihat di depan mata. Ruang tata usaha di kampusku bentuknya seperti loket penjual tiket, atau bisa juga seperti apotik di rumah sakit yang memiliki pembatas antara apoteker dan pembeli. Atau seperti apapun bentuknya yang kalian tau, yang penting bentuknya seperti itu. Pembatas ruang tata usaha dan 'dunia luar' hanya sebuah kaca berukuran 2x1 meter dengan lubang kecil berbentuk setengah elips di bagian tengah bawah kaca. Kaca tersebut berdiri di atas sebuah meja kayu setinggi 2,5 meter dengan lebar yang sama dengan kacanya.

Seperti biasa, Pak Wira selalu setia melayani para mahasiswa dan berkas - berkasnya. Aku harus menunggu beberapa saat karena ada antrian kecil di depan tata usaha. Sembari menunggu, aku mengabari Ameera bahwa aku tidak masuk kelas hari ini.

Me : Gue gamasuk kelas Pak Cokro Am hari ini, mau ngurus berkas buat ke Papua. Gue jadi berangkat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 04, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

"R A N A" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang