"Om, saya pinjam kabel roll-nya yang gede ya?"
Alina sedang asik membalik lembar terakhir doujinshi di tangannya, ketika dari lantai bawah tiba tiba terdengar teriakan nyaring seseorang. Alisnya terangkat naik. Suara barusan terdengar seperti suara laki laki.
Ia menegakkan posisi tubuhnya. Baru saja ia memutuskan akan merespon suara itu-- ketika ternyata suara berat ayahnya sudah terdengar mendahului.
"Ya Dir. Ambil aja yang di deket jendela depan."
Mendengar kata 'Dir' disebut, mata Alina melebar. Sepertinya ia tahu siapa laki-laki itu.
"Oke om, makasih. Saya pinjam dulu ya."
Hening sejenak, kemudian suara itu terdengar lagi. Kali ini nadanya agak ragu ragu.
"Om, Alina baru balik ya?" terdengar suara kabel yang digulung. "Salamin dong om.."
"Tuh anaknya ada diatas," timpal si ayah singkat, lalu ia mengeraskan suara untuk memanggil putrinya. "Lin, sini turun sebentar. Ada Dirga nih."
Benar saja. Alina segera bangkit dari sofa dan berlari kecil menuju kamarnya. Ia buru-buru mengganti celana pendek yang dikenakannya dengan celana panjang biru yang baru saja diambilnya dari koper. Dengan satu sentakan cepat, ia menutup pintu lalu bergegas menuruni anak tangga. Hatinya tiba-tiba terasa begitu girang. Ia bahkan sampai melompat kecil di anak tangga terakhir.
Sesampainya dibawah, sekitar tiga meter dari tempatnya berdiri, ia mendapati sosok seorang laki-laki tengah berjongkok membelakangi jendela. Rambutnya gelap panjang dan sedikit berombak. Ia memakai kaus tanpa lengan berwarna abu-abu muda dan celana hitam selutut yang penuh kantung di kedua sisinya.
Sosok itu membalikkan badan saat menyadari kehadiran Alina, masih dengan kabel roll yang ujungnya menjuntai di tangan kanannya. Kedua matanya melebar. Sebuah senyum lebar juga tersungging memenuhi pipinya seolah begitu gembira.
"Alin!" sapanya riang. Ia melompat berdiri dan menghampiri gadis itu. "Masih inget aku kan?"
Alina berdecak pelan. Bagaimana mungkin ia bisa lupa pada Dirga, teman mainnya semasa kecil yang tinggal persis di rumah seberang.
"Ya ingetlah," sahut Alina tanpa basa basi. "Ngomong-ngomong, ngapain minjem kabel roll?"
Dirga tertawa kecil mendengar tanggapan kalem gadis itu. Ia melanjutkan menggulung sisa kabel sambil menjawab ringan, "Kabel dirumah ada yang colokannya mati. Lagi butuh buat ngeband."
Alina bergumam 'oh' pelan. Pantas saja ia merasa penampilan Dirga sedikit acak-acakan, rupanya ia sekarang menjadi anak band.
"Oh doang nih?" menyadari gadis dihadapannya hanya menjawab singkat, Dirga bertanya dengan nada sedikit menggoda. "Kok kita jadi kaku gini.."
Kali ini Alina tertawa canggung. Ucapan Dirga barusan semakin membuatnya bingung untuk menanggapi. Mungkin karena terlalu lama tidak bertemu--dan sepertinya kelewat lama--ia tiba tiba merasa sangat canggung. Padahal dulu mereka berteman sangat akrab bahkan sudah seperti kakak adik sendiri.
"Alin, mau main nggak?" ajak Dirga tiba tiba, kali ini dengan nada yang lebih santai. Ia sedikit merasa tidak enak setelah menggoda seperti tadi, apalagi sampai membuat suasana hening seketika.
Mata Alina menyipit bingung. Sebelum ia sempat membuka mulut untuk bertanya, Dirga sudah keburu mengulurkan tangannya menyentuh bahu Alina. Senyum Dirga mengembang di sudut-sudut bibirnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Adam; kisah panjang tentang Ayahku
Randomkisah panjang tentang seorang anak laki-laki dan ayahnya yang gay.