Di Trotoar

37 1 0
                                    

Kembali Update.


------

Ingatkah kau,

Di tepi jalan kita duduk seperti tunawisma.

Kita melihat keadaan malam yang ramai karena jalanan di huni kendaraan lalu lalang. Sekitar empat jam yang lalu, ketika aku sedang duduk sendiri diperpustakaan kau datang menghampiri dan mengatakan ingin membahas sesuatu. Kau mengatakan aku harus menemuimu di trotoar yang jaraknya tidak jauh dari halte yang dekat dengan kampus tempat kita berkuliah.

Aku tidak pernah berbicara denganmu, bertukar sapa saat berpapasan, dan menghabiskan waktu bersama denganmu sebelumnya. Tidak pernah sama sekali. Tentu aku sangat terkejut ketika kau meminta waktu luangku. Rasa gugupku berusaha ku tepis hingga mulutku bisa menjawab iya disertai anggukan kepala.

Beberapa menit yang lalu , ketika langkahku mulai mendekatimu kau mematikan sebatang rokok yang menemanimu saat menunggu. Aroma tubuhmu masih lekat dengan tembakau yang kau hisap. Kenapa kau mematikan rokokmu ?

" Kau suka pemandangan ? "

Aku menjawab dengan anggukan.

Kemudian hanya diam yang mengisi selanjutnya. Mungkin kau sedang menunggu sebuah pertanyaan dariku. Tetapi sungguh saat itu aku tidak tau harus menanyakan apa. Haruskah aku menanyakan kenapa kau mematikan rokokmu ketika aku datang ? .

" Apa impianmu ?" tanyamu lagi.

" Aku ingin keliling dunia." aku melihatmu dan mata kita bertemu. Kau tersenyum lalu memandang lagi jalanan yang kini dihantui antrian kendaraan menunggu lampu merah.

" Aku ingin keliling dunia. Jika aku memiliki uang dengan jumlah yang tidak terbatas aku ingin keliling dunia. Aku ingin melihat seluruh ciptaan Tuhan. Bagaimana denganmu ?" akhirnya aku menemukan irama percakapan kita.

" Impianku hanya menemukan dan mempertemukan apa yang nampaknya mustahil diterjadi atau dilakukan." Kalimat itu terdengar seperti kiasan ditelingaku. Entah kenapa aku mengarahkan barisan kata-katamu pada perasaanku yang jujur saja sudah perlahan berkurang.

Jujur, untuk membalas kalimatmu aku tidak mampu. Aku khawatir kata-kataku tidak tepat. Aku hanya diam, dan kau juga begitu. Sebenarnya apa tujuanmu mengajakku untuk bertemu ? aku ingin sekali menanyakan itu tetapi , jika aku bertanya semuanya akan cepat berakhir.

" Kenapa kau menyukaiku ?"

Dingin malam yang tadi tidak terasa , mendadak berhasil membekukan tubuhku. Jantungku mulai berpacu. Haruskah pertanyaan itu ku jawab ? . Ketika aku melihatmu, kau juga melihatku. Sepertinya kau berminat untuk mengetahui alasan mengapa aku bisa menyukaimu. Kenapa hal itu harus kau tanyakan , tidak taukah kau jika

" Aku tidak memilki alasan ."

" Kenapa ?" tadinya matamu memandangku penuh minat karena menunggu jawabanku. Begitu aku meluncurkan kalimat jika aku tidak memiliki alasan, sirat matamu berubah. Seperti ada sesuatu yang ganjil disana. Sedikit rasa kecewa. Aku hanya bisa menduga.

" Memangnya menyukai seseorang itu butuh alasan ?"

Matamu tidak lagi tertuju padaku, melainkan pada jalanan yang tampak lengang. Aku tau kau sedang berpikir, hal ini ku manfaatkan untuk merekam wajahmu meski dari samping. Kenapa harus ku rekam ? Entahlah.

" Sekarang aku ingin bertanya ! " kau sedikit terkejut dengan suaraku yang lebih keras dari semula.

" Apa,....Apa kau mencintai kekasihmu ?" wajahmu berubah menjadi serius.

" Kenapa kau bertanya seperti itu ?"

" Tenanglah. Aku tak akan mengambilmu darinya." Sebenarnya aku ragu untuk mengatakan hal ini, tetapi mendadak aku mendapat kekuatan dan akhirnya bisa mengatakan kalimat itu dengan tegas.

" Aku mencintainya " aku tidak tau kata-katamu itu benar atau tidak karena kau lebih memilih menatap jalanan yang kembali ramai. Setidaknya jika itu benar, aku tak perlu merasakan irisan luka di hatiku.

" Jadi apa yang membuatmu jatuh cinta padanya ?"

" Sama seperti jawabanmu " kau memberikan senyum jenaka. Kau ingin mengajakku bercanda tetapi aku mengilhami jawabanmu itu sebagai kesungguhan.

" Sudah berapa kali kau terlibat dengan perasaan seperti ini ?" tanyamu padaku.

" Itu rahasiaku" kau mendengus berpura-pura kesal. Tingkahmu membuatku geli , membuatku senyum-senyum sendiri.

" Kau yakin ingin berhenti ?" senyumku terhenti. Aku terdiam. Aku membutuhkan sebuah pemikiran yang jernih untuk meyakinkan diriku.

Semuanya terlintas dengan cepat. Semua tanda dan janji yang ku tuliskan lewat postingan blogku yang tertuju padamu membuatku menepis segala pikiran tentang ingin mengubah niatku.

" Kau sudah lama menjalani ini. Apa kau benar-benar ingin berhenti ?" tanyamu lagi.

Akhirnya aku menganggukkan kepalaku sekali lagi.

" Kenapa ?" nadamu seperti orang kebingungan.

" Ada perasaan yang tidak harus diungkapkan. Perasaan yang seperti ini adalah perasaan yang rela melepaskan, demi kebahagiaan. Aku menyukaimu , tetapi sejak awal aku sudah meneguhkan pada diriku sendiri untuk tak boleh ada harapan lebih " mataku terasa panas. Aku sedang berusaha menahan cairan yang sudah mendesak ingin turun. Aku tidak menatapmu.

" Apa kau yakin ?"

Aku tidak mengerti kenapa harus kau tanyakan berkali-kali tentang keteguhanku.

" Aku bisa meyakinkan diriku sendiri ." akhirnya aku melihatmu. Biarlah kau melihat mataku yang berkaca-kaca.

" Aku bisa meyakinkan diriku sendiri, Langit" ku bumbui dengan senyuman agar membuat dirimu yakin.

Kau berdiri dari tempat dudukmu. Lalu kau menatap diriku sambil tersenyum.

" Terima kasih" katamu dan kemudian pergi meninggalkanku.

Detik itu juga semuanya berakhir. Ternyata pertemuan kita pertama kali adalah untuk yang terakhirnya. Aku selalu mengulang kenangan itu. Bahkan setelah tugasku mengemban ilmu di kampus sudah selesai, aku masih sering duduk diam di trotoar itu. Apakah kau pernah melakukan hal yang sama denganku , Langit ?

m^5


SEBATAS ILUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang