Hari ini hari minggu.
Satu hari yang paling Ali sukai seumur hidup. Ia sangat mencintai segala sesuatu yang ada di hari Minggu. Pagi, Siang, Sore dan Malamnya terasa begitu berarti.
Secercah sinar matahari langsung membuat matanya mengerjap. Retinanya perlahan mulai menyesuaikan cahaya yang masuk.
Ah, masih pagi.
Ali mengganti posisi tubuhnya. Menjadi tengkurap dan tenggelam lebih dalam pada bantal dan guling yang empuk.
Pelan-pelan, ia merasa selimut yang menggelung tubuhnya di tarik paksa. Membuat Ali mau tak mau membuka matanya yang masih terasa berat.
"Bangun! Udah pagi! Kean udah ngambek, tuh! Katanya mau main bola sama kamu!"
Samar-samar, Ali bisa melihat siluetnya yang sudah terlihat segar. Sampai sekarang, Ali nggak bisa memprediksikan kapan tepatnya Prilly bangun. Intinya, ketika ia membuka mata, perempuan itu sudah terlihat rapi.
Ali menyeringai. Lalu, menarik tangan Prilly—yang tadinya sibuk melipat selimut—hingga perempuan itu terjatuh ke kasur dengan posisi menindih tubuh Ali. Sial.
"...kamu? Ngapain..?" Suaranya terdengar tertahan. Perempuan itu berusaha menahan nafas, dengan jarak sedekat ini dengan Ali.
Ali tersenyum geli, ia menyeringai ketika melihat pipi perempuan yang berada di atasnya ini mulai memerah karena malu. "Aku.. maunya main sama kamu. Gimana?"
Untuk beberapa saat Prilly terdiam. Sentuhan Ali ketika pria itu hanya menyelipkan helai rambut kecil kebelakang telinga terasa begitu aneh. Jantungnya berdegup, padahal sesuatu seperti ini adalah hal yang biasa, kan?
Tangannya yang kekar hampir melepas gelungan rambut Prilly, tapi perempuan itu menepisnya dan segera menarik diri. "Mandi dulu, gih!"
"Yaah, nggak asik." Ali mendengus.
Pria itu bangkit dari ranjang dengan malas-malasan, lalu mengambil handuk yang tergantung di balik pintu kamar. Ali tersenyum, sebelum akhirnya mengacak rambut Prilly dan menghilang di balik pintu kamar mandi.
***
Prilly menoleh ke belakang ketika mendengar derap langkah seseorang menaiki tangga. "Loh? Kamu belum mandi?"
"Belum, air-nya mampet."
"Terus kamu mau ke mana?"
Ali menghentikan langkah, sebelum menaiki anak tangga selanjutnya. "Ke.. kamarnya Kean?"
"Sekalian mandi sama Kean, tuh! Dia juga belom mandi." Kata Prilly, perempuan itu sibuk menata meja makan dengan dua gelas susu putih dan cokelat, empat piring roti gandum dan dua gelas teh hangat.
"Ya udah, mana Kean?"
"Nyariin aku?"
Seketika, Ali kembali menuruni tangga. Menjulurkan kepalanya untuk mencari sumber suara. Rupanya, Kean muncul dari arah halaman belakang plus membawa sebuah bola sepak, hadiah dari Ali setahun yang lalu.
"Kamu belum mandi?"
Kean menggeleng, lalu Ali menghampirinya, berjongkok di depan anak itu, lalu mengalungkan sebuah handuk hijau di lehernya. "Mandi sama Papa, yuk?"
Kean membulatkan matanya. "Dih, ogah."
"Seriusan? Ntar Papa kasih tau satu rahasia.." Ali sedikit berbisik, sesekali melirik ke arah Prilly yang masih sibuk dengan menu sarapan.
"No." Kean berusaha mengabaikan Ali dengan berjalan mendahuluinya.
Namun, sebelum Kean benar-benar meninggalkan Ali, tubuhnya terasa terangkat untuk beberapa saat. "AYO! KITA BERPETUALANG KE DASAR LAUT!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Come Back
FanfictionAwalnya, semuanya bahagia. Pepatah bilang, semakin tinggi sebuah pohon, maka semakin kencang anginnya. Ketika Ali dan Prilly mulai menginjak babak baru, mereka sepakat meninggalkan luka lama. Luka tersebut akhirnya sembuh, dan mereka berjanji tidak...