"Beli yang ini, Maa!"
"Iya, bentar .."
"Yang ini jugaa!"
"Iya, Iya.. bentar yaa. Kita beli Susu Vanilla dulu.."
"Itu, tuh!" Kinan menunjuk ke sebuah rak di Supermarket. Anak itu dengan enerjik menarik tangan Prilly agar mengikutinya.
Dengan senyum lelah, Prilly mendorong troli ke arah yang di maksud. Lalu berjongkok untuk mengambil kotak Susu yang sejajar dengan lututnya.
"Mau ganti rasa nggak?"
Pertanyaan itu selalu Prilly lontarkan saat mereka membeli stok untuk Susu baru. Pasalnya, Setiap bulan Kinan selalu merubah selera rasa. Dari Vanilla ke Stroberi, atau sebaliknya.
"Rasa Vanilla atau Stroberi?" Tanya Prilly, sambil mendongakkan kepalanya pada Kinan yang sibuk memegangi troli yang tingginya hampir menyamai tubuh mungilnya sendiri.
Kinan membulatkan matanya ketika ada sebuah kotak Susu dengan rasa baru. Seakan produk tersebut memiliki cahaya sendiri untuk menarik perhatiannya. "Eh, aku mau coba rasa madu yang ba—"
"Aku mau yang ini, Ma!!"
Sampai Kinan mendengus kesal, melihat seorang anak lelaki berambut hitam kecokelatan menyoloroh tubuhnya untuk menyingkir—secara tidak langsung.
Prilly bangkit berdiri. Menahan tubuh Kinan agar mengalah pada anak yang muncul tiba-tiba tersebut. Dari kecil, Prilly selalu mengajarkan Kean maupun Kinan untuk mengalah daripada mencari ribut, atau menunjukkan keahlian bertengkar.
.
.
.
.
Deg.
Matanya mengerjap beberapa kali, ketika melihat seorang wanita yang di panggil Mama, oleh anak itu akhirnya mendekat. Rambutnya kecokelatan, bergelombang, tingginya masih sama seperti dulu. Namun kali ini, perempuan itu terlihat lebih dewasa.
Ada jeda beberapa detik, sebelum ia bersuara.
"...M-Mara?"
Telinganya tentu cukup peka. Si pemilik nama langsung menoleh dengan wajah sama kagetnya. "P-Prilly?"
Keduanya membuat ekspresi canggung. Hampir bertahun-tahun mereka tak pernah bertemu, dan sekarang untuk kali pertama mereka bertemu dengan situasi sama-sama menjadi Ibu Rumah Tangga.
Tapi, Tamara tersenyum. Hangat. Ramah. Bersahabat. "Kamu.. apa kabar?"
Prilly mengerjap. Nada bicara Tamara terlalu lembut hingga perlahan ia menyunggingkan senyum yang sama hangatnya. "Kabar baik. Kamu?"
Tamara tersenyum. Lalu berjongkok, begitu menyadari ada seorang anak perempuan yang sejak tadi memandanginya bingung. "Ini.. anak kamu?"
Prilly mengangguk. "Kinan, namanya."
"Hai! Kinan!" Senyumnya lebar. Natural. Lalu, perempuan itu menarik tangan anak lelaki yang sekarang memeluk kotak susu. "Kenalin, ini Rega."
Prilly tertawa kecil. Tamara berhasil membesarkan anak itu. Ia juga ikut berjongkok, salah satu hal yang harus di lakukan orang dewasa untuk memberi kesan pertemanan kepada anak kecil. "Ini.. anak kamu?"
"Iya," Tamara mengangguk. Perempuan itu tak pernah memudarkan senyumnya. "Anakmu cantik, Prill!"
"Makasih. Rega juga ganteng, kok." Prilly mengelus kepala Rega.
Lalu, dengan gerakan bersamaan, Tamara dan Prilly berdiri. Dari sini, Prilly benar-benar terasa asing dengan Tamara. "Udah.. lama, ya? Nggak ketemu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Come Back
FanfictionAwalnya, semuanya bahagia. Pepatah bilang, semakin tinggi sebuah pohon, maka semakin kencang anginnya. Ketika Ali dan Prilly mulai menginjak babak baru, mereka sepakat meninggalkan luka lama. Luka tersebut akhirnya sembuh, dan mereka berjanji tidak...