"Belajar yang bener, yaa!" Ali mengusap kepala Kean dan Kinan bergantian, sebelum membiarkan mereka berjalan masuk ke gerbang sekolah.
Sebuah mobil hitam metalik berhenti tepat di sebelah mobil yang Ali parkirkan. Orang yang turun dari mobil tersebut cukup menarik perhatian.
"Yo!" Ali melambaikan tangannya. Seketika, Kean dan Kinan harus agak berjinjit untuk melihat siapa orang yang di sapa Papanya. Mereka berdua kompak mengurungkan niat untuk masuk ke gerbang sekolah, karena sosok satu ini sedikit nyentrik.
"Eh! Ali!" Rio menggendong seorang anak laki-laki, sambil menutup pintu mobilnya.
Kean langsung mendengus, begitu melihat Gio turun dari tubuh laki-laki yang tadi menggendongnya.
Bocah. Kean bergumam dalam hati. Mereka satu Yayasan Sekolah yang sama. Gio dengan rompi biru muda yang begitu pas di tubuh kecilnya. Yang paling Kean nggak suka dari anak ini karena hobinya yang selalu memamerkan mainan elektronik yang ia punya.
Kemarin, dia bawa robot Iron Man keluaran terbaru. Dan sekarang, dia bawa PSP yang minggu kemarin Kean lihat di Pusat Mainan. Papa nggak ngebiarin Kean buat beli PSP baru, katanya yang lama masih bagus. Dan, karena Gio punya, itu yang bikin Kean kesel.
Dengan sengaja, Gio mengangkat PSP-nya ke udara. Memamerkan mainan yang baru ia beli beberapa hari yang lalu.
Sebenernya, dia tuh mau sekolah, atau mau pamer mainan, sih?
Kean memutar bola matanya. Anak TK satu ini benar-benar membuatnya sebal setiap pagi. Kalau nggak ketemu di parkiran, pasti ketemu di Taman bermain. Gio dengan badan kecil yang paling tingginya hanya sebahu Kean, dengan botol minuman yang selalu menggantung di lehernya.
Lah, bocah. Liat aja, sekarang aku udah tau nama Ayah kamu siapa.
"Eh, by the way, Lo kapan ada waktu di rumah?" Ali menepuk pundak Rio, sebagai salam pertemanan yang menjadi tradisi sejak SMA.
"Ada, sih.. kalau Minggu biasanya kita nggak kemana-mana. Emang kenapa?"
"Prilly ngajakin gue main ke rumah lo? Gimana?"
"Boleh! Dateng aja. Ghina juga pasti seneng." Rio mengangguk-angguk.
Selama ini, antara Ali dan Rio masih sering ketemu kalau sedang mengantar anak masing-masing ke sekolah. Sedangkan Prilly jarang ketemu dengan Ghina di luar rumah. Prilly sibuk dengan pekerjaan rumahnya, dan Ghina justru fokus dengan Butik yang sekarang sedang ia kelola di daerah Jakarta Selatan.
"Oke, Minggu depan, ya!" Ali mengacungkan jempolnya ke udara. "Inget, siapin makanan yang banyak!"
"Lagian, anak lo kebanyakan!" Rio mencibir, sedetik kemudian ia tertawa kecil. "Oke, sampe ketemu minggu depan!"
Rio mencium pipi Gio, dan melambaikan tangan sambil memastikan bahwa anak berumur empat tahun itu masuk ke dalam kelas Kupu-Kupu.
"Ya udah sana masuk." Ali mengelus kepala dua anaknya itu sayang, lalu membiarkan mereka berjalan beriringan masuk ke dalam gerbang.
Sekedar informasi; Dulu, Ali dan Rio pernah memiliki impian untuk menikah di tanggal yang sama. Karena impian itu tak terwujud, maka mereka menyekolahkan anak masing-masing di Yayasan Sekolah yang sama.
Meski begitu, setidaknya janji di masa remaja mereka akhirnya terwujud.
***
Prilly menghentikan aktifitas membilas piring kotor di wastafel, ketika telepon di ruang tengah berdering. Perempuan itu mencuci tangannya yang penuh busa dan mengeringkannya dengan serbet.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Come Back
FanfictionAwalnya, semuanya bahagia. Pepatah bilang, semakin tinggi sebuah pohon, maka semakin kencang anginnya. Ketika Ali dan Prilly mulai menginjak babak baru, mereka sepakat meninggalkan luka lama. Luka tersebut akhirnya sembuh, dan mereka berjanji tidak...