Lily menyusuri jalan menuju kelasnya dengan tergesa-gesa, ia kesiangan gara-gara semalam tidak bisa tidur memikirkan hal yang tidak-tidak tentang Vita dan Hendra. Untungnya kakaknya Alvent mau mengantar Lily ke kampus jadi Lily tidak perlu bermacet ria di jalan.
Sesampainya di kelas, Lily bernafas lega karena dosennya belum datang. Lily memperhatikan seisi kelas, Lily tidak menemukan sosok Vita. Baru Lily ingin mengeluarkan handphone, dosennya sudah datang. Lily tidak jadi menghubungi Vita, tumben-tumbennya Vita tidak memberikabar pada Lily. Biasanya Vita selalu bilang pada Lily kalau Vita tidak masuk kelas.
"Maaf, Pak saya telat." Tak lama saat Dosen menerangkan materi di papan tulis, Vita datang dengan nafas tersenggal-senggal. "Tadi di tengah jalan ban motor teman saya bocor, Pak jadi saya ke tukang tambal ban dulu, Pak. Beneran deh, Pak saya nggak bohong. Kalau bapak nggak percaya bapak bisa telepon abang tukang tambal bannya." Vita mengeluarkan handphonenya dari tasnya. "Tadi saya sempat minta nomor abangnya, Pak buat jaga-jaga kalau bapak tidak percaya." Vita terus berbicara tanpa jeda sehingga membuat seisi kelas tertawa dan bersorak riuh ke arah Vita.
Ternyata jurus Vita ampuh, Pak Rexy Dosen paling killer di kampus mengijinkan Vita untuk duduk dan mengikuti pelajarannya. Tanpa pikir panjang Vita langsung duduk di kursi kosong yang tersisa sebelum Pak Rexy berubah pikiran.
Lily menoleh ke belakang ke tempat duduk Vita. Lily mencoba meminta penjelasan dari Vita apa yang sebenarnya terjadi. Apa motor yang dimaksud Vita bannya bocor adalah motornya Hendra? Vita hanya tersenyum, mengisyaratkan kepada Lily kalau dirinya akan menceritakannya nanti setelah jam mata kuliah Pak Rexy berakhir.
***
"Vit,lw nggak dimarahin Pak Rexy kan?"Tanya Hendra sambil menyeruput minumannya.
"Tenang aja, Ndra saran yang lw kasih ke gw benar-benar ampuh."Jawab Vita sambil mengunyah makanan.
"Tapi beneran tadi emang ban motor kamu bocor, Yang?" Lily masih tidak yakin kalau yang diceritakan Vita tadi pagi itu beneran terjadi atau itu hanya karang-karangan Vita saja.
Hendra tertawa, "Akting lw berarti keren banget ya, Vit? Sampai Lily percaya sama apa yang lw bilang." Puji Hendra.
"Ish, jadi tadi itu lw ngarang ya, Vit?" Lily masih penasaran.
Vita mengangguk."Tadi kita kompak bangun kesiangan, Ly gara-gara semalam kita berdua main playstation sampai larut malam."Jawab Vita membuang rasa penasaran Lily.
Mata Lily sekarang gantian tertuju pada Hendra. "Jadi semalam aku telepon kamu nggak diangkat-angkat karena kamu asik main playstation?" BatinLily, ternyata Hendra lebih mementingkan main playstion dengan Vita daripada harus menjawab telepon darinya. "Kamu ketiduran di rumah Vita lagi, Yang?"Tanya Lily dengan nada lemah.
"Iya, Yang. Maaf ya telepon dari kamu nggak aku angkat, handphone-ku ketinggalan di kamar." Hendra cengengesan.
"Iya, Yang nggak apa-apa. Tenang aja aku selalu bisa ngertiin kamu kok." Sindir Lily. "Kayanya aku udah nggak nafsu makan lagi, aku balik ke kelas duluan." Lily bangkit berdiri.
"Tapi kamu baru makan sedikit." Cegah Hendra sambil meraih tangan Lily.
Lily melepaskan tangan Hendra dan mengacuhkan Hendra. "Gw duluan ya, Vit." Lily pun pergi meninggalkan Hendra dan Vita di kantin. Mata Lily sebenarnya sudah berkaca-kaca, mengapa Hendra tidak bisa menjaga perasaan Lily sedikitpun? Selama ini Lily selalu berusaha mengerti tapi percuma sepertinya Hendra sudah tidak menghargai perasaannya lagi. Sudah hampir setahun hubungan Lily dengan Hendra, bukannya tambah jelas tapi malah tambah nggak jelas. Apa sebaiknya Lily mengakhiri hubungannya saja dengan Hendra? Sudah tidakada lagi alasan untuk Lily bertahan dengan Hendra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
ChickLitSeharusnya Lily tidak perlu secemburu ini pada Vita, Vita tidak mungkin mengkhianati sahabatnya sendiri tapi setiap melihat Vita dan Hendra yang lebih sering bersama membuat hati Lily jadi sedikit panas. Seharusnya Hendra yang mengantar jemput Lily...