Second Chance ~ 3

542 29 0
                                    

Mobil Lily sudah ada di depan rumah Vita tapi Lily masih ragu untuk turun dari mobilnya. Lily memandangi rumah Hendra yang tepat berada di depan rumah Vita. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, biasanya hari minggu seperti ini Hendra rajin mencuci motor kesayangannya. Tiba-tiba Lily merasakan rindu yang luar biasa pada Hendra, tidak  terasa sudah dua minggu Lily putus dengan Hendra dan sudah dua minggu juga Lily tidak bertemu dengan Vita.

Akhirnya Lily memberanikan diri untuk turun dari mobil. Lily memencet bel rumah Vita, Ibunya Vita yang membukakan pintunya. Ibunya Vita langsung menyuruhku naik ke atas ke kamarnya Vita. Katanya Vita tidur lagi setelah sarapan tadi pagi dan ternyata benar saat Lily membuka pintu kamar Vita, Vita masih tertidur pulas. Kebiasaan Vita tidak berubah, selalu saja menghabiskan waktu libur untuk tidur.

Lily melihat wajah polos Vita saat tertidur, bagaimana mungkin Lily tidak mempercayai sahabat terbaiknya itu. Sepertinya Lily terlalu sering membaca novel atau menonton drama seperti yang dikatakan Hendra, Lily jadi merasa bersalah sekali terhadap Vita.

Lily menarik nafas lalu mengehembuskannya dengan perlahan, Lily mencoba merilekskan dirinya. Lily pun menuju jendela kamar Vita dan membukanya, cahaya matahari pun langsung membias memantulkan sinarnya ke setiap sudut kamar Vita.

Sepertinya Vita sudah terbangun dan ia sedikit agak mengeluh. "Aduh, silau. Siapa sih yang ganggu acara tidur gw?" Vita melindungi kedua matanya dengan telapak tangannya.

"Dasar kebo, lihat udah jam berapa sekarang ini?" Lily menghampiri Vita dan menunjukan jam yang ada di layar handphonenya.

Vita sedikit agak terkejut dengan keberadaan Lily di kamarnya. "Lily?" Vita mengucek-ngucek matanya.

Lily tertawa geli, mengapa Vita begitu terkejut dengan kedatangannya.  "Ini bukan mimpi kok dan yang di depan lw ini beneran 'Lilyana '."  Lily tersenyum jahil sambil menyingkirkan selimut dari badan Vita.

Vita tersenyum dan matanya terlihat berkaca-kaca, "Lw udah nggak marah lagi sama gw, Ly?" Vita mencoba memastikannya lagi.

Lily menggelengkan kepalanya dan Vita pun langsung bangkit dari tempat tidurnya dan memeluk Lily erat.

"Maafin gw, Ly." Lirih Vita.

"Harusnya gw yang minta maaf sama lw, Vit. Sorry ya, Vit sifat gw kekanak-kanakan banget. Harusnya gw nggak boleh kaya gitu kemarin. Kayanya gw terlalu sering baca novel atau nonton drama, gw jadi ketakutan sendiri."

"Gw yang nggak peka, Ly. Kenapa lw nggak ngomong sih, Ly? Mulai sekarang gw akan jaga jarak sama Hendra."

"Nggak perlu, Vit. Hendra kan sahabat lw dari kecil, lagian gw sama Hendra udah nggak ada hubungan apa-apa." Sebenarnya Lily sedikit menyesal tapi percuma nasi sudah menjadi bubur.

Vita mendekat ke arah Lily dan memeluknya. Vita mengerti apa yang dirasakan oleh Lily. "Gw yakin Hendra masih sayang sama lw, Ly."  Vita mencoba menenangkan Lily.

"Nggak usah menghibur gw deh, gw baik-baik aja kok. Hendra pantas dapat cewek yang lebih baik dari gw, Vit. Dia berhak marah sama sikap gw kemarin kok yang bener-bener konyol."

Lily menyadari sikapnya yang masih kekanakan sekali padahal usianya sudah menginjak dua puluh dua tahun. Lily seharusnya lebih bisa mengontrol emosinya, karena kesalahannya Lily hampirsaja kehilangan dua orang yang paling ia sayangi.

***



Lily menatap Vita dan Alvent penuh selidik, daritadi Lily merasa ada yang tidak beres dengan kakak dan sahabatnya itu."Mengapa kalian memandangku seperti itu?" Lily meletakan sendok dan garpunya, menghentikan makannya. Ia menyeruput jus alpukat kesukaannya dan menyisakan setengah dari isi gelas.

"Lanjutkan saja makannya, Ly."  Vita jadi salah tingkah karena Lily menyadari kalau gelagat Vita dan Alvent  aneh sekali.  Alvent terus memandangi Vita seakan menyuruhnya untuk segera memberitahu Lily tentang hubungannya berdua.

"Ada yang ingin kami sampaikan, Ly."Alvent yang akhirnya memulai. TanganAlvent sempat dicubit Vita yang ada di sampingnya seakan melarang Alvent untuk tidak memberitahu Lily sekarang.

Lily mengernyitkan keningnya, Lily bisa menangkap sinyal-sinyal itu dari wajah Vita dan Alvent.  "Aku sudah tahu sebelum kalian memberitahuku, kalian berdua itu tidak pandai sekali berbohong." Lily hanya merengut karena ia sedikit kesal kepada Vita dan Alvent yang tidak mau mengabarkan kabar baik itu kepadanya.

Vita tersentak, ia tersedak makanan yang ia makan dan segera Alvent memberikan Vita segelas jus melon pesanan Vita tadi.

"Kau baik-baik saja, Vit?" Lily menyerahkan selembar tisu untuk Vita.

"Makasih, Ly."   Vita meraih tisu yang diberikan Lily dan mengelap mulutnya. Vita membenarkan posisi duduknya.  "Maafkan aku, Ly. Kalau kamu memang tidak setujuaku bisa saja..." Belum selesai Vita melanjutkan perkataannnya Lily sudah memotongnya.

"Kalian tidak perlu merasa tidak enak padaku." Lily tersenyum penuh arti.  "Melihat dua orang yang aku sayang bersama menjalin hubungan, aku rasa itu cukup membuatku ikut bahagia. Aku tidak mengerti mengapa kalian berdua menyembunyikan itu dariku?"

Alvent bernafas lega, karena ia takut Lily tidak akan menyetujui hubungannya dengan Vita.

"Mengapa kalian berfikir aku tidak akan menyetujui hubungan kalian?Aku ini bukan orang yang egois.Asal kalian tahu aku sebenarnya sudah tahu hanya dengan melihatgelagat kalian akhir-akhir ini. Koko yang tiba-tiba menghilang di setiap weekend padahal biasanya Koko selalu menghabiskan waktunya di ruang kerjanya dan kau Vita, mengapa kau tidak bercerita padaku kalau kau menyukai Koko-ku yang kaku ini?"

Alvent melotot ke arah Lily dan ia membalasnya dengan menjulurkan lidah.

"Maafkan aku, Ly." Vita takut kalau Lily akan terluka jika Vita punya hubungan dengan Alvent sedangkan hubungan Lily dengan Hendra belum ada tanda-tanda untuk baikan.

"Buat apalagi kamu minta maaf padaku, Vit? Kalian yang menjalani hubungan, tidak seharusnya kalian meminta persetujuan dariku."  Lily kembali menyeruput jus alpukatya sampai hanya menyisakan gelas kosong.

Alvent tersenyum senang melihat adiknya yang kini sudah berubah menjadi lebih dewasa, bukan anak perempuan yang manja dan egois lagi."  Hari ini aku traktir kamu,Ly. Kamu boleh makan sepuasnya."

"Kamu tidak perlu merayuku, Ko. Akutidak ingin mengganggu kalian berdua. Aku ingin ke toko buku, mungkin aku akan lama jadi nanti aku pulang sendiri saja naik taxi."

Lily beranjak dari duduknya, ia menolak Vita untuk menemaninya. Lily sedang ingin sendiri, entah mengapa toko buku selalu menjadi tempat yang pas untuknya menyendiri. Ia biasanya akan menghabiskan waktu berjam-jam untuk membaca novel yang sudah tidak tersegel lagi lalu setelah Lily merasa cukup membacanya, Lily hanya mengambil satu novel secara acak dari rak buku dan membawanya ke kasir.




Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang