Lightweight #19

2.7K 114 5
                                    

"Sebentar lagi kita sampai." Katanya berseri seri.

Aku masih saja menguatkan peganganku di otot lengannya.
"Aku sudah lelah Marco," kataku lemas. Aku memang benar benar sudah lelah sekarang, sudah hampir 6 atau 8 lantai kami pijaki. Tapi belum juga sampai ditempat yang Marco maksudkan. Sialan.

Aku bersyukur dalam hati ketika melihat sebuah pintu diujung tangga sana.
Tanpa mengendurkan peganganku, Marco sedikit mendobrakan pintu itu hingga terbuka.
Dia menuntun salah satu tanganku sekarang untuk melewati pintu yang tadi di dobraknya.

Geez.

Ketika aku melangkahkan kaki ku beberapa langkah dari pintu itu. Aku sedikit tidak menyangka kalau diatas sini benar benar terang menderang hasil dari cahaya lampu lampu neon kecil yang menghiasi dinding yang ada. Rupaya Marco tidak berbohong kalau diatas sini akan menyenangkan.
Tidak cukup terang memang, tapi setidaknya masih ada sedikit cahaya disini.

Aku melepaskan tanganku yang sedari tadi memegang otot lengan Marco, dengan yakin aku melakangkahkan kaki ku ke depan untuk melihat lebih dekat gedung gedung kota yang bersinar dari atas sini.
Tidak hanya fokus untuk melihat ke depan, aku pun mengedarkan pengelihatanku kesekitar. Ku lihat ada sebuah sofa yang cukup panjang disana, meja kecil yang diatasnya ada sebuah cangkir kopi atau coklat panas. Aku tak tahu.

Terus melangkahkan kaki ku hingga ke ujung gedung ini, aku bisa dengan jelas melihat sebagian kota yang sangat terang dari sini. Melihat bangunan bangunan diatas sini terasa seperti aku sedang berada diatas awan. Bangunan bangunan itu terlihat sangat kecil, tapi mengeluarkan cahaya terang. Seperti bintang yang berada tepat dibawah kakiku.

Atas kemauan sendiri, aku merentangkan kedua tanganku lebar untuk merasakan angin yang berhembus melewatiku.
Aku menutup mataku dan menghembuskan nafas teratur mengikuti tempo angin yang begitu saja melewatiku.

Cukup lama aku berada dalam keadaan seperti ini, sebelum akhirnya Marco menyentuh pundakku dari belakang.

"Sudah cukup kau menikmati waktumu sendiri. Sekarang, nikmatilah waktumu bersamaku." Bisikknya tepat ditelingaku.

Bisa kurasakan hembusan nafas hangatnya menerpa leher ku yang mulai membeku.
"Apa maksudmu?" Kataku yang sekarang sudah membuka mata, tapi tidak menoleh kearahnya.

"Berdansalah denganku." Dengan gerakan cepat ia menarik pinggul mungilku dan memutarnya sehingga kami dalam posisi berhadapan sekarang.

Aku menatap matanya yang juga sedang menatap mataku. Aku tidak mengerti apa arti dari tatapan itu. Tapi aku sangat menyukainya, matanya benar benar bisa menenggelamkanku.

"Tapi aku tid..--" kataku dipotong begitu saja dengan jari telunjuknya yang ia tempelkan ditengah bibirku.

"Hanya ikuti saja gerakan kakimu dengan kaki ku." Katanya sembari menuntun tanganku untuk berjalan jauh dari ujung gedung.

Ia mengeluarkan iPod dari kantung mantelnya dan berjalan kearah meja kecil yang ku lihat tadi untuk meletakkan iPodnya itu. Lalu ia mulai memutar lagu "Iron & Wine - Flightless Bird, American Mouth."

Berjalan lagi kearah ku, ia langsung menyodorkan kedua tangannya untuk ku gapai.
Dengan yakin, aku menggapai tangannya. Dan dia memulai menuntunku untuk melangkahkan kaki ke kiri dan kanan.
Ia menatap lurus kedalam mataku, aku pun begitu.

Diluar sini memang terasa dingin, tapi aku tidak keberatan. Dan malah terasa hangat karena Marco sedikit mencondongkan tubuhnya untuk menjaga suhu tubuhku tetap hangat.

"Maafkan aku." Kataku pelan.

"Untuk apa?" Jawabnya dengan menaikan salah satu alisnya, bingung.

Lightweight [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang