Chelle's POV
Aku membuka mataku, namun hanya kegelapan yang memenuhi retina mataku. Semuanya gelap. Gelap tanpa celah sinar setitikpun. Darahku berdesir saat menyadari aku sendiri disini. Di ruangan hampa udara yang membuatku sesak. Nafasku tercekat, aku sulit bernafas. Aku takut kegelapan. Darahku berdesir dan tubuhku bergetar ketakutan. Aku takut disini. Takut kegelapan dan kesendirian. Perlahan-lahan dengan sisa tenaga yang aku punya aku bangkit dan melangkahkan kakiku mencoba mencari ujung ruangan ini. Namun baru beberapa langkah aku melangkahkan kakiku, tubuhku kembali terhuyung dan terjatuh kelantai dengan kepala yang mendarat kebih dulu. Sakit. Perih. Sangat perih, air mataku tanpa terasa membahasi pipiku. Aku menangis, mencoba menghilangkan sesak yang mendera dadaku. Aku butuh oksigen. Butuh udara untuk bernafas dan butuh cahaya.
"Hiks... hiks... siapapun tolong aku... Hiks... Ibu tolong aku.... hiks ... Liam kumohon tolong aku, aku takut sendirian disini. Aku takut akan kegelapan. Liam... kumohon tolong aku... hiks..."
Aku memeluk kedua lututku dan menenggelamkan kepalaku diantaranya. Mencoba untuk melindungi diriku dari makhluk apapun yang akan menyakitiku.
"Hiks... hiks..."
Aku terus menangis dan terus menangis. Namun setitik cahaya yang tiba-tiba muncul dihadapanku membuatku mendongak dan menghapus air mataku.
Cahaya. Aku akan selamat. Dengan sisa tenagaku aku punya aku kembali bangkit dan berjalan dengan langkah yang bahkan jika berlomba dengan seekor kura-kura, ialah yang akan menengangkannya.
Titik itu semakin terang dan besar saat aku mendekatinya. Aku akan selamat. Ya aku akan selamat. Perlahan-lahan aku mengukir senyumku. Aku akan selamat dan akan bertemu dengan Liam dan juga Ibu. Fakta itu membuat senyumku semakin melebar.
Semakin aku mendekati cahaya itu, aku mendapati sesosok pria yang memunggungiku tepat didekat titik cahaya itu. Aku menghentikan langkahku. Memusatkan pandanganku pada punggung yang sangat aku kenali itu. Liam. Itu punggung Liam. Dia datang, datang untuk menolongku. Terimakasih Tuhan.
Aku kembali melanjutkan langkahku , menghampiri Liam yang masih memunggungiku. Aku ingin berlari secepat yang aku bisa. Memeluknya dan mencium aroma tubuhnya yang selalu menenangkanku.
"Li--"
Nafasku langsung tercekat dan bibirku kembali terkatup. Tepat saat aku berada di punggung Liam. Dia menolehkan kepalanya, menatap wajahku dengan senyum yang tak pernah ia ukir untukku. Senyum sinis, senyum yang sarat akan kebencian. Tidak! Liam tak mungkin membenciku. Ia mencintaiku dan dia sudah berjanji untuk selalu menjagaku dan mencintaiku.
Air mataku kembali tumpah. Membasahi pipiku. Semakin lama semakin deras dan rasa menyesakkan itu kembali menghujamiku.
Sakit. Sesak. Perih semuanya menjadi satu.
Dengan sisa tenagaku aku mencoba menahan tangan Liam untuk tak pergi meninggakkanku. Namun Liam tetap tak bergeming, di tetap pergi meninggalkanku. Berjalan menuju titik cahaya yang ternyata sudah terbuka lebar. Tepat di ujung ruangan Liam menggandeng seorang wanita sebelum akhirnya menghilang tanpa mempedulikan teriakanku yang menahan perih akan kepergiannya.
Ia pergi. Pergi bersama titik cahaya yang menghilang, meninggalkanku didalam kegelapan.
Dia. Liam-ku pergi meninggalkanku.
.
.
.
"Tidaaaakkkkk!!!"
Guncangan ditubuhku memaksaku untuk membuka mataku, seketika cahaya terang dari lampu dikiri dan kanan meja nakasku membuatku memicingkan mataku, mencoba membiasakan mataku dengan cahaya yang cukup membuat mataku perih.
KAMU SEDANG MEMBACA
I WONT GIVE UP
RomanceTidak ada yang pernah merusak diriku selain dirimu, Tidak seorang pun yang kuinginkan selain dirimu Tidak ada orang lain yang dapat membuatku menjadi begitu lemah Membuatku begitu memujamu Tidak ada seorang pun yang mengenalmu selain aku Tidak ada o...