Meeting & Confession

1.4K 88 23
                                    

Jasmine Point of View.

"Kenapa kau menerima permintaan Reon? Padahal kau tahu dia punya maksud tertentu?" Pertanyaan yang kulontarkan langsung menuju intinya.

"Reon punya maksud tertentu? Apa maksudmu?" Tidak mengerti, Tommy bertanya dengan nada serius.

"Aku akan langsung ke intinya saja. Reon, ingin menjodohkan kita." Penekanan terdengar jelas di 4 kata terakhir. Dan ya tentu saja, sekarang ini aku sangat gusar, karena pria yang aku inginkan hanya Reon.

Keheningan menyelimuti kami selama beberapa detik sebelum dia tiba-tiba terbahak-bahak. Mulutku sedikit terbuka melihat responnya. Sekarang jadi aku yang tidak mengerti di sini, seperti orang bodoh.

Ah, sialan!

"Maaf-maaf." Akhirnya Tommy berhasil mengendalikan tawanya. Mengambil nafas dalam-dalam, menghembuskannya. Tommy kembali menatapku, senyuman tipis terbit dari wajahnya. "Aku sudah tau."

"Apa?" Kali ini mulutku terbuka lebih lebar, seperti orang yang menyaksikan tsunami di depan matanya sendiri. "Kau sudah tau? Sejak kapan?" Tanyaku, masih terkejut hingga hampir mati.

"Sejak awal, tujuannya sudah terlihat jelas Mine." Ungkap Tommy. Tangannya naik mencubit pipiku.

"Sakit bodoh!" Menyingkirkan tangannya, aku menangkup pipiku yang pasti sudah merah sekarang.

"Siapa suruh kau terlalu menggemaskan, apalagi dengan bibirmu yang suka mengumpat, mengucapkan kata-kata kasar pada orang yang tidak kau sukai. Aku tidak tahan."

"Lupakan itu!" Permukaan meja menjadi korban tanganku. "Perjodohan ini, bagaimana menurutmu?"

"Aku rasa ini menguntungkan bagi perusahaan." Senyuman tipis itu dibakar oleh senyuman miring, penuh arti. "Dan sangat menguntungkan bagiku, tentu saja." Seteguk Frappucino Latte membasahi tenggorokannya.

Memicingkan mata, aku bertanya. "Apanya yang menguntungkan bagimu?"

"Kau, Mine. Aku bersyukur karena wanita itu kau." Aku tersedak oleh Green Tea yang memenuhi mulutku. Terbatuk-batuk, Tommy mengambil tissue di meja, menyapunya di mulutku. "Pelan-pelan." Tawa kecil terselip, sedangkan aku masih berusaha mencerna baik kata-katanya maupun Green Teaku.

Ini sangat menjijikan! Untung saja pria di hadapanku ini bukan Reon.

"Aku bisa gila!" Aku meruntuki diriku sendiri. "Kenapa harus aku? Masih banyak wanita di luar sana yang 1000 kali lebih cantik dariku dan memiliki perusahaan yang lebih besar dibandingkan Reon."

"Memang. Tapi aku ingin kau. Semudah itu Mine."

"Aku masih tidak mengerti denganmu Tommy."

Tommy menghela nafas panjang."Aku tertarik padamu Jasmine." Oke, jika Reon yang mengatakan itu kepadaku, aku pasti sudah pingsan di tempat karena saking bahagianya. Tapi sayang, pria ini bukan dia.

"Aku rasa kau sudah gila Tommy."

"Kalau aku gila, maka saat ini aku tidak akan bertemu denganmu, melainkan berada di rumah sakit jiwa."

"Lupakan itu. Sejak kapan kau tertarik kepadaku?"

"Entahlah, tapi aku rasa itu belum berlangsung lama." Tampak berpikir, Tommy berkata lagi. "Lagipula kau dan kau, kita berdua saling mengenal sejak lama Mine."

"Aku tidak mau memberikan ilusi harapan padamu Tommy, karena kau sahabatku. Aku akan jujur padamu, sejak awal perjodohan ini sudah bermasalah."

"Masalah apa? Kau sudah mempunyai kekasih atau kau tidak menyukaiku."

"Ada pria lain di hatiku Tommy."

Unpredictable FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang