four(i'm not dreamin')

25.8K 936 3
                                    

Aku sampai di perbatasan Seattle. Saat aku tak sengaja memandang ke mobil audi A4 putih yang melintas berlawan arah dan berpapasan dengan mobilku, aku melihat seorang wanita yang duduk dikursi penumpang juga sedang melihatku. Tersenyum.

Waktu melambat. Detak jantungku tak karuan. Bertambah cepat sehingga aku dapat merasakan tubuhku juga bergetar. Aku tak percaya ini. Ini gila. Tapi aku yakin, itu... Lilly.

Aku menginjak rem dan gas secara bersamaan dan memutar kembali kemudi. Sehingga aku dapat mendengar decitan ban belakangku dan sekepul asap di sana. Aku buru-buru mendekatkan mobil ku ke mobil audi itu. Dan berhenti tepat di depannya. Laki-laki itu merem mendadak sehingga tubuhnya membungkuk. Lalu aku keluar dari mobil dan membiarkan Pintunya terbuka. Laki-laki itu juga keluar. Dia menutup pintu mobilnya keras. "Apa masalahmu he? Apa kau gila? Apa Kau ingin mati? Dasar bodoh!" Gerutunya padaku. Aku tidak memperdulikannya. Aku sibuk menyelidiki mobil itu dan terus mencari sesuatu di tempat di mana Lilly duduk. Tapi kosong. 'Apa-apaan ini.' Pikirku.

Aku bersumpah aku melihatnya duduk di sana dan melihatku dan tersenyum padaku. Bahkan ia mengenakan syal merah dan mengurai rambutnya. "Aku bicara padamu, apa kau tuli?" Ia berhenti sejenak dan menoleh ke mobilnya "Kenapa dengan mobilku?" Tanya laki-laki itu. Ia juga melihat ke mobilnya dalam-dalam sama sepertiku.
"Tidak,maaf. Apa kau sedang bersama seseorang?" Tanyaku agak menongak ke atas. Sebenarnya ia lebih tinggi dariku.

Ia menatapku untuk waktu yang lama, aku bisa melihat emosi ya meredam. Ia keheranan lalu terkekeh. "Apa maksudmu? Tidak ada orang lain bersamaku." Dia terkekeh lagi. Dan sekarang, mungkin, dia menganggap aku benar-benar gila setelah aku menyalip dan berhenti tepat di depannya. Terserah. Aku hanya perlu bukti. Itu saja. "Oh, kalau begitu maaf. Aku, aku hanya..." kataku terputus-putus, akan lebih buruk jika mengatakan hal sebenarnya. Aku bahkan malu melihat wajahnya lagi. "Tidak apa-apa. Kemana kau akan pergi?" "Ke Seattle." Kali ini aku berani melihatnya. Ia bertanya padaku. Kemungkinan besar ia sudah memaafkanku. Ia mengangguk pelan. Aku menatap kosong ke bawah. "Aku harus pergi. Sekali lagi maaf." Kataku bergegas ke mobil.

"Nice car!" Aku berbasa-basi. Dan juga menyindirnya. Aku baru menyadari bahwa betapa kotornya mobilnya. Penuh lumpur dan lecet, mungkin dia baru pulang dari hiking.

Dia melambai tangan ke arahku lalu mengacungkan ibu jari kanannya ke arahku. Aku menutup pintu mobil ku dan mengencangkan sabuk pengaman. Aku mendesah. Memegang keningku. Berusaha mencerna apa yang terjadi barusan. Lalu memutar kemudi dan mengarahkan ke tujuanku semula. Dia mengklakson ku dua kali. Tersenyum prihatin padaku. Dan aku benar-benar yakin bahwa ia sudah menganggapku gila. Tapi sungguh. Aku tak peduli.
Bagaimanapun yang aku butuhkan adalah bukti. Aku yakin aku tidak berhalusinasi atau bermimpi. Pakaian yang Lilly kenakan sangat berbeda dimimpiku.

Aku melajukan Chrysler 300 ku. Melanjutkan perjalanan yang tiba-tiba menyedihkan.

....

Tiga setengah jam berlalu. Aku sampai di rumah dan memarkirkan mobil di depan garasi. Hari masih lumayan terang dan banyak anak-anak di komplek bermain bersama. Aku meletakkan tanganku ke saku jaket denim ku. Jaket Velle tepatnya.

Aku langsung membuka pintu dan tidak ada orang. "Kemana mereka." Pikirku. Apa mereka lupa bahwa aku pulang hari ini. Tidak mungkin. Saat aku masuk dan menutup pintu, pintu itu terbuka lagi. Seseorang mendorongnya dengan keras.

"Mom!" Aku langsung memeluknya mengangkatnya sedikit yang sedikit lebih rendah dari ku. "Oh ya tuhan. Aku sangat rindu denganmu." Kata ibuku. Ia mendesah. Pelukkannya sungguh menenangkan jiwaku. Lalu ayahku menyusul dari belakang dan sedikit kaget melihatku. "Dad!" Pekikku. Aku langsung memeluknya. Dia sudah merentangkan tangannya menyambutku. "Ya tuhan, aku merindukan kalian. Sangat sangat sangat banyak." "Kami juga. Kami sudah lama menunggumu." Kata ayahku diiringi anggukan manis ibuku. Ditangannya penuh kantung berisi sayuran dan makanan.

"Jadi aku akan ke kamar dan membereskan pakaianku." Ibuku hanya mengangguk. Aku bergegas menaikki tangga di sisi kiri pintu masuk. Dan menuju kamar ku.

Saat aku membuka pintu, hal yg pertama membuatku takjub adalah tiba-tiba saja Lilly yang membukakan aku pintu dan langsung memelukku sambil mengatakan 'kau menemukan ku!' Aku hanya terdiam dan sialnya semua ini terasa begitu nyata sehingga aku benar-benar tertarik ke dalam dan terjatuh tersungkur ke lantai. Dan tiba-tiba saja semuanya menghilang.
Aku berusaha berdiri dan bergegas ke ranjangku.

Aku membereskan pakaianku dan meletakkannya ke dalam laci di samping tv. Ponselku berbunyi. Tertera nama Velle di layar. Aku mengangkatnya buru-buru.

AWAKENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang