BAB V: Ternyata Aku Rindu...Padamu!

153 7 2
                                    

Halo. Halo.

Setelah sekian lama berenti menulis, akhirnya aku menyisakan waktu khusus untu menulis kembali. Di dunia nyata aku sangat sibuk dengan tugas kuliah, skripsi, kerjaan kantor, dan lainlain.

Pertama2, mau minta maaf karena update terlalu lama (beberapa bulan) hehehe. Kedua, mau minta pengertian kalau ceritanya makin gak jelas. Aku udah lama gak nyentuh file-file novelku jadinya entah kenapa feelnya jadi ilang. Ini lagi mau coba bangun moodnya lagi sih. Jadi kalau ada typo atau jalan ceritanya gak nyambuh tolong maafin.

Dan maaf bgt karena baru bisa update cerita jam segini hehehe. Aku sisipkan fotonya Vabriel (untuk gabriel anggap aja mirip2 hehe karena kembar identik).

Selamat membaca!

-------------------------------------

Udara musim gugur yang hangat memenuhi seluruh Seattle, tak heran jika semakin banyak orang yang berlalu lalang di sepanjang jalan. Melihat dedaunan yang mulai menguning dan perlahan lahan berjatuhan menambah daya tarik yang tak bisa dihindari. Sebagai orang Indonesia yang sejak lahir hanya mengenal dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau, tinggal di Negara yang memiliki iklim yang berbeda seperti ini menjadi salah satu hambatan. Tidak hanya harus belajar menyesuaikan tubuh dengan perubahan suhu yang berganti-ganti, tetapi juga harus belajar menyesuaikan diri untuk memilih pakaian sesuai dengan musim yang sedang berlangsung. Karena, tidak mungkin kita dapat hanya mengenakan celana jeans dan kaos yang biasa kita gunakan di Indonesia setiap tahunnya, di musim dingin dan musim semi tanpa menggunakan coat ataupun sweater yang tebal. Sungguh, aku rindu Indonesia!

Hari ini pun aku masih terpaksa pergi ke kantor dengan diantar oleh supir pribadi Ravien. Sudah dua hari Ravien harus menyelesaikan permasalahan perusahaan yang berada di Hongkong, yang entah sampai kapan dapat selesai.

"Selama aku pergi, Jace yang akan mengantarmu kemanapun. Jangan membantah, Fanya. Apakah kamu tidak bisa menerima permintaanku tanpa perlu berdebat? Ini semua demi kebaikanmu sendiri."

Terkadang aku berpikir bahwa Ravien adalah perpanjangan tangan dari Papa. Mereka berdua suka sekali mengkhawatirkan hal-hal dengan berlebihan. Mereka memperlakukanku layaknya balita yang baru saja dapat berjalan. Kalaupun aku membantah, mereka akan mengeluarkan argumentasi 'Semua demi kebaikanmu sendiri' yang berarti tidak ada jalan lain kecuali menurut.

"Jace?" Panggilku. Namun orang yang dipanggil tidak merespon apapun.

"Apakah kau tau kapan Ravien akan kembali?"

"Tuan Ravien belum memberi kabar kapan ia akan kembali."

Aku menghembuskan nafas berat saat mendengar jawaban Jace, "Seburuk itukah masalah dengan pihak Hongkong?" tanyaku lagi.

Jace hanya diam, tak menjawab. Aku nyimpulkan bahwa perkiraanku memang benar, bahwa Ravien memang sedang berusaha menyelesaikan permasalahan yang berat tersebut seorang diri. Sedangkan aku disini, menikmati setiap fasilitas yang diberikannya tanpa bisa melakukan apapun untuk membantunya.

∞∞∞

Kantor hari ini masih ramai seperti biasanya. Semua orang sedang sibuk dengan segala pekerjaannya masing-masing. Semua orang berlomba-lomba untuk mencapai target yang mereka buat, bahkan melebihinya. Aku memperhatikan sekelilingku, tak seorangpun pekerja disini terpengaruh mengenai berita masalah yang dihadapi oleh perusahaan dengan pihak Hongkong. Mereka tetap mengerjakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, seakan mereka semua percaya penuh dengan pimpinan perusahaan bahwa mereka tau bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut dengan baik.

Aku terkekeh sendiri membayangkan jika hal ini terjadi disalah satu perusahaan di Indonesia, apa mungkin pekerjanya akan tetap seperti ini, atau malah mereka melakukan aksi demo menuntut perusahaan agar tetap menjadikan pekerjanya sebagai prioritas, entah bagaimanapun cara menyelesaikan permasalahan tersebut.

Love HurtsWhere stories live. Discover now