Waktu untuk yang sebenarnya

539 45 4
                                    

Louis POV

15 Juli, 9:42 p.m.

Aku telah menghabiskan dua jam terakhir untuk menangis, tertawa, dan tersenyum-senyum sendiri. Melihat kembali setiap foto dalam album fotoku dan mengingat kembali kenangan-kenangan dari setiap cerita yang menyertainya. Begitu banyak kenangan-kenangan indah dihidupku beberapa tahun terakhir bersama the boys , tapi tentunya banyak kenangan indah juga sebelum aku bertemu mereka.

Aku senang mengingat saat-saat orangtuaku membawa pulang seorang bayi perempuan untukku. Kebanyakan anak laki-laki kesal karena mempunyai 4 saudara kandung perempuan, tapi aku tidak. Dengan lebih banyaknya saudara kandung, aku menjadi lebih senang dan lebih merasa aku harus melindungi mereka. Aku ingat saat aku kecil, ketika pertama kali Lottie dibawa ke rumah aku selalu berada di samping ibuku. Aku mau membantu segalanya! Aku bahkan tidak bisa melepaskan pandangan mataku darinya selama beberapa hari. Hal itu terulang dengan saudara kandungku yang lainnya juga, dan aku dengan cepat berperan sebagai kakak laki-laki karenanya.

Mereka pastinya membuatku harus mendewasakan diri dengan cepat, tapi itu semua menyenangkan. Aku bahkan tidak bisa menghitung berapa kali aku terbangun dengan make-up sudah terpasang dimukaku. Bahkan sampai mereka membersihkan kuku-kuku ku dan memberinya kutex. Aku dulu adalah boneka favorit mereka untuk bermain dan tidak pernah sekalipun aku marah kepada mereka.

Adik-adikku adalah duniaku dan aku sangat menyayangi mereka. Aku tidak bisa membayangkan mereka melihatku dalam keadaanku sekarang, karenanya aku sudah tidak pernah pulang kerumah selama beberapa bulan. Aku dengan cepat mengubungi ibuku tanpa peduli jam berapa sekarang. Aku perlu mereka tau bahwa aku menyayangi mereka, bahkan kalau ini adalah yang terakhir kalinya.

"Hello?" sebuah suara yang tidak jelas terdengar setelah beberapa deringan.

"Mum? Apakah aku membangunkanmu?" Aku mendengar dia bergerak sebelum suaranya terdengar jelas.

"Louis? Oh hi baby boy! Tidak kamu tidak membangunkanku, aku hanya sedang membaca honey, bagaimana kabarmu?" Dia berkata. Aku tersenyum sendiri hanya karena mendengar suaranya. Ibuku memang selalu menjadi penyemangatku dan sahabat terbaikku. Aku selalu memberi tahu dia segalanya, bahkan tentang perasaanku pada Harry. Dia tidak terkejut ketika aku memberitahunya tentang itu, hanya memutar bola matanya dan berkata "Hanya tentang waktu akhirnya kamu sadar!". Dia selalu tahu apa yang harus dikatakan dan saat ini, aku membutuhkannya.

"Aku... baik?" Aku membalasnya

"Apa ada yang salah sweetie?" Dia selalu merasakan sesuatu kalau ada yang tidak benar. Sepertinya itu adalah insting ibu yang setiap anak tidak bisa lolos darinya.

"Aku cuma capek." Aku berkata, memaksudkan arti yang berbeda pada kata capek.

"Aku mendengarkan.."

"Aku tak tahu apa yang harus kukatakan Mum..." Aku mendesah. "Hanya belakangan ini aku sangat stress dan aku hanya duduk disini melihat-lihat album foto dan merasa kangen padamu dan the girls."

"Oh honey kami semua juga rindu padamu.. Kami belum pernah melihatmu selama beberapa bulan dan the girls mulai menanyakan ada apa." Aku tersentak mendengar perkataannya karena tahu aku telah menyakiti mereka.

"Aku tau.. Maaf belakangan ini aku sedang bingung.."

"Eleanor?" Dia menyebut namanya seperti itu adalah sebuah penyakit. Aku tertawa kecil dan berkata, "Tidak, ini cuma sesuatu yang ada dipikiranku itu saja..."

"Lou, kau tau kau selalu bisa memberitahuku apa saja kan?" Dia bertanya mencoba membuatku mengatakan rahasiaku padanya. Aku hanya diam dan memikirkan sesuatu yang bisa ku katakan. Aku mengambil nafas panjang dan berkata dengan lembut dan pelan kepadanya.

27 Minutes (Larry Stylinson) (Indonesian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang