***
Deavena kembali membuka dan menutup buku tebalnya untuk kesekian kali, namun kata kata yang berhubungan dengan ilmu Biologi itu tak kunjung menyelinap ke dalam otaknya, justru rasa sakit kepala yang kian membesar. Walau sudah komat kamit seperti orang gila di depan sekolahnya tetapi tetap saja tak ada perkembangan yang berarti.
Tuk.. Tuk.. Tuk... Bunyi cepat ketukan pensil yang beradu dengan permukaan buku bagaikan pengiring lagu maroon 5 yang terngiang di earphone-nya keras.
Lama berselang, Vena mendesah, gelisah karena jam dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam sedangkan gadis itu belum menghasilkan apapun selama belajar, dahi Vena mengernyit membuat kerutan di dahi minimalisnya tampak aneh.
Air matanya tertahan tiap detiknya, tinggal menunggu detik kesekian untuk jatuh dan mengalir.
Haruskah dia pasrah lagi di kelas barunya?
Setelah gadis itu naik kelas secara 'kasihan' dari guru gurunya, sebenarnya Vena sudah bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Tapi siapa yang sangka kalau kadar kecerdasannya agak sedikit..ehm, lemot?
Tak bisa dikelak lagi kalau Vena membenci tiap hal yang berhubungan dengan ilmu eksak, baik itu Fisika, Kimia, bahkan Biologi yang kerjaannya hanya menghafal. Gadis itu merasakan kedutan di saraf otaknya yang membuatnya justru semakin kesulitan dalam menghapal nama nama kingdom yang akan muncul di ulangan besok.
Ulangan besok..
Seketika ekspresi tajam bu Prita seakan mengintimidasi isi otaknya, dengan kata kata pedas dan sikapnya yang kejam jika menemukan nilai ujian yang jelek di kelasnya, pasti wanita tiga puluh tahunan itu tak segan akan mengucilkannya dikelas. Itu sih kata kakak kelasnya dulu karena Vena belum pernah diajarkan oleh guru yang dagunya seruncing pensil itu.
"Aku selesai!" Teriaknya frustasi lalu menutup buku Biologinya kasar.
Menyerah lagi..
Dan lagi..
Entah sampai kapan selalu menyerah..
Gadis 16 tahun itu pun mengambil secarik kertas dan mulai menuliskan kata kata yang anak sekarang bilangnya sih'contekan' untuk besok pagi.
Secarik kertas itulah yang akan menjadi penentu kata panggilan barunya di kelas sebelas SMA itu, selain kata panggilan 'si lemot' dari teman teman sekelasnya sewaktu kelas sepuluh. Nasib.. memang jahat.
***
'Eh lemot.. jangan lupa ya, besok ada pendalaman materi.." Colek Raka sambil tersenyum nakal, memang isi perkataanya menunjukkan kalau cowok itu peduli. Tetapi tidak dengan ekspresinya yang seolah hanya ingin mengejek Vena.
"Ya, makasih.." Jawab Vena lemas.
"Jam 2 lho.. bukan jam 10, nanti kecepetan lagi datengnya kayak kemarin.. hahaha.." Tawa Dika, salah satu anak berandalan tak kalah mengejeknya dari pojok ruangan semakin membahana disusul dengan gelak tawa seisi kelas.
"Ya ampun, jadi inget deh dulu begitu kita datang,cuma dia satu satunya yang nungguin di kelas dengan tampang frustasi.. hahaha.."
"Bodohnya.."
"Aduh lemot banget sih Vena.. percuma lho cantiknya.."
Vena semakin terdiam, nyaris menangis dan hendak menampar Raka si provokator yang notabene temannya sedari kecil itu.
Ingin rasanya melayangkan sebuah tamparan pedas, tapi gadis itu tak bisa, tangannya kaku serasa terpenjara.
Akhirnya gadis itu hanya diam.. diam lagi, dan diam selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Heart Beat
RomanceVena dan Arteri. Kedua buah pembuluh yang berfungsi sama penting di jantung itu bagaikan bumi dengan langitnya, tak terpisahkan. Vena takkan bisa hidup tanpa Arteri, dan Arteri pun tak bisa hidup tanpa Vena. "Karena kita adalah satu.."