***
(Author POV)
Vena menapaki jalan menuju sekolahnya lesu, lingkar matanya seakan bukti mati kalau gadis itu kelelahan dan stress selama kegiatan les nya kemarin.
Kenneth (Arteri) bukanlah tipe laki laki yang cocok dengannya, dan diluar ekspektasi gadis itu, ternyata Arteri orang yang sangat dictator, kejam, dan galak.. membuat nyali Vena ciut saat kegiatan ajar mengajar singkat itu.
Pelajaran fisika yang sulit ditambah dengan sikap Kenneth yang galak justru membuat ilmu yang harusnya terserap kedalam sari sari otaknya justru pecah kemana mana tak tersimpan.
"Kau ini lemot sekali sih, aku sudah memberitahumu rumusnya dan apa susahnya tinggal menghitung saja?" Marah Kenneth garang mirip ucapan guru fisikanya Vena di sekolah jika sedang kumat.
"Aku masih belum mengerti.." Balas Vena gemetar.
"Anak IPA tidak bisa berhitung, kamu ini lemot atau apa sih.."
"Bisa nggak sih gak usah marah marah, om?" Pinta Vena sebal, bagaimana mau leluasa berhitung kalau begitu hendak menghitung saja Kenneth sudah mencak mencak duluan, jika ada panci atau tongkat baseball rasanya ingin sekali ia hantam wajah tampan Kenneth dengan benda benda itu.
"Tidak bisa. Dan dengan semua kelambatanmu dalam berpikir ini, aku akan menambahkan jadwal lesmu jadi setiap hari.." Tegas Kenneth yang harusnya dibalas rasa suka cita Vena itu.
"Tapi..."
"Tidak ada tapi tapian, nyonya."
Ucapan sadis lain pun kian membanjir memenuhi gendang telinga Vena pagi itu, membuatnya kapok dengan Kenneth yang 180 derajat jauh dari perkiraanya.
Vena kacau, dan hatinya lebih galau.
Pulang sekolah ini dia harus berhadapan lagi dengan monster itu yang akan memaki makinya dengan perkataan kasar yang kadang membuat Vena sakit hati.
"Eh mot.." Panggil sesosok makhluk menyebalkan dibelakang Vena seakan menyambut pijakkan pertamanya di depan gerbang sekolah.
Raka lagi.
Entah kenapa setelah kenaikan kelasnya ke kelas sebelas justru membuahkan kesialan yang tak ada habis habisnya itu, baik sial di rumah maupun disekolah. Kelihatannya Vena harus menceritakan seluruh kesialannya itu dari A sampai Z ke sahabat baiknya, Sasti.
Yang notabene juga salah satu anak terlemot di kelas mereka.
Kenyataan yang menyakitkan..
Vena pura pura tuli mendadak, mengacuhkan cowok paling popular seangkatan itu dengan berjalan cepat.
"Jangan sok jual mahal deh, mot.." Tak terduga Raka justru berlari menghampiri Vena.
"Mat mot mat mot.. dengar ya, nama gue Vena bukan mammoth!" Gertaknya pedas, membuat Raka terkikik geli.
"Yah, si lemot ngambek.." Gumam Raka diam diam, sebersit senyuman tampak di bibir manisnya ketika bayangan Vena menghilang dibalik pintu kelas.
Menyukai gadis itu dengan mencari perhatian memakai cara yang salah, rasanya Raka biasa biasa saja, bahkan.. menikmatinya.
***
"Sastiiiiiiiiiiiiiiiii..." Teriak Vena seakan menggelegar di kelasnya yang baru diisi beberapa siswa berwajah bantal.
Sasti yang sedang membaca novel sontak terjengkal dibuatnya, ingin sekali gadis itu menampar bolak balik Vena dengan novel tebalnya itu.
"Apa sih Ven, lo mau buat gue jantungan?" Ketus Sasti sambil mengelus dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Heart Beat
RomanceVena dan Arteri. Kedua buah pembuluh yang berfungsi sama penting di jantung itu bagaikan bumi dengan langitnya, tak terpisahkan. Vena takkan bisa hidup tanpa Arteri, dan Arteri pun tak bisa hidup tanpa Vena. "Karena kita adalah satu.."