"Siapa kau?" Mata gadis kecil itu menyelidik Aileen dengan tatapannya.
"Aku- Aku ke- kekasih kakakmu"jawab Aileen terbata-bata. Aura di ruangan itu terasa mencekam untuk Aileen. Ketakutannya semakin besar. Apa ia tahu aku berbohong?, batin Aileen.
"Kekasih?" Tersirat keraguan dari pertanyaan gadis kecil itu. Kini matanya menatap kakaknya. Ada sebuah pertanyaan yang terpancar dari wajahnya. Tapi Ditya hanya membalasnya dengan raut wajah bingung.
"Nanti kita lanjutkan lagi interogasinya, sayang. Sekarang biarkan kakak dan calon kakak iparmu untuk istirahat"ujar Mama Ditya dengan suara lembut dan tenang. Berbanding terbalik dengan jantung Aileen yang berdetak kencang.
Calon kakak ipar? Ada perasaan hangat yang menjalar di hatinya. Aileen berusaha menahan bibirnya untuk tidak tersenyum layaknya orang bodoh.
Aileen menghilangkan debaran jantungnya dengan menatap kembali sekeliling ruangan. Tapi pandangannya kembali terpaku.
Gadis kecil itu.
Gadis itu menatapnya dengan tatapan yang tajam. Rasanya ia seperti dikuliti. Ia yakin jika tidak ada Ditya dan orangtuanya, gadis kecil ini pasti sudah memakannya hidup-hidup.
Sepertinya hari-hariku disini tidak akan sebaik yang aku pikirkan.
***
Jam weker dengan bentuk Doraemon itu berdering keras. Tidak butuh waktu satu menit untuk Aileen untuk tersadar dari tidurnya. Dengan perlahan ia membuka matanya - mencoba membiasakan dengan cahaya matahari yang menyusup dari jendela yang dibiarkan terbuka sejak semalam.
Kamar ini begitu nyaman. Dinding berwarna biru dengan beberapa perabotan bermotif doraemon. Aileen memang sangat menyukai Doraemon. Beruntung Mama Ditya menanyakan apa kesukaannya dan mendesain kamar ini. Tapi walaupun Mama Ditya telah mendesain kamar ini dengan begitu nyaman Aileen tetap susah untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Diliriknya jam weker yang berada di atas nakas. Jam 6. Ia harus bergegas membuat sarapan. Hitung-hitung sebagai tanda terima kasih karena sudah diijinkan tinggal disini.
Aileen segera turun dari kamarnya dan menuju dapur. Disana telah ada Mama Ditya yang sibuk berkutat dengan peralatan memasaknya.
"Tante, ada yang bisa Aileen bantu?"tanya Aileen. Mama Ditya sedikit terkejut dan kemudian memasang senyum keibuannya.
"Tidak perlu, sayang. Bentar lagi selesai." Aileen mengangguk. Dan kemudian Mama Ditya menatap Aileen dengan wajah cemberutnya sebelum menambahkan, "Dan berhenti memanggilku Tante. Panggil Mama."
"I..iya Tan- eh Mama"ucap Aileen. Mama Ditya bersorak senang dan kembali mengurus masakannya.
Aileen mencoba mengisi kekosongannya dengan mengamati Mama Ditya memasak.
"Aileen"
"Iya, Tan- Eum Mama." Aileen belum terbiasa memanggil wanita parubayah tersebut dengan sebutan Mama. Ia rasa ia butuh waktu untuk membiasakan diri.
"Mama, bisa minta tolong? Tolong bangunin Ditya"
Bahkan Aileen belum sempat menjawab bisa atau tidak. Jelas ini adalah permintaan yang tidak bisa ditolak. Aileen mengangguk dan berjalan ke lantai dua. Kamar Ditya terletak di depan kamarnya.
Aileen mengetuk pintu kamar Ditya. Sekali. Dua kali. Tidak ada jawaban atau tanda adanya kehidupan di dalam sana. Akhirnya dengan ragu Aileen membuka pintu kamar itu.
Kosong.
Ditya tidak ada disana. Hanya sebuah kasur berantakan dengan bantal yang tergeletak di lantai yang nampak. Kamar ini bernuansa putih. Beberapa perabotannya juga berwarna putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beside you
RandomMencintai Tanpa Harus Memiliki. Gadis itu menghabiskan waktunya untuk mencintai pria idamannya secara diam-diam. Tiada yang tahu. Hanya dia. Tapi kemudian sebuah kejadian membawanya ke sebuah keadaan dimana dia diberikan kesempatan untuk berada disa...