HA - #11

12.6K 1K 69
                                    

Masuklah Ali dan Prilky ke dalam ruangan yang cukup gelap. Hanya lilin-lilin kecil yang jadi penuntun jalan mereka berdua menuju ruangan yang makin dalam membawa masuk mereka berdua.

"Kita ngapain sih Prill ke tempat kaya gini?" Bulu kuduk Ali makin meremang, dan Ali baru tahu bahwa ada ruangan lain yang tersembunyi di dalam rumah ini.

"Gue mau nyelamatin lo." Ucap Prilly mantap.

"Nyelamatin gue dari apa? Selama ini gue aman-aman aja Prill." Ali benar-benar seperti orang bodoh. Hidupnya yang dulu tak pernah berhubungan dengan hal-hal seperti ini, sejak bertemu gadis di tempatnya bekerja semuanya berubah. Hal-hal yang tak masuk akal mulai mengelilinginya. Bisa di bilang nggak waras kalau seperti ini terus.

"Please Li, kali ini dengerin gue ya." Mereka sampai di salah satu ruangan yang gelap. Lilin-lilin kecil yang ada di setiap sudut menjadi penerang bagi mereka semua. Prilly duduk di hadapan oma, dan Ali tepat ada di samping Prilly.

"Apa kamu sudah siap Prill?" Tanya oma meyakinkan.

"Buat Ali, Prilly siap oma." Jawab Prilly mantap.

"Prill, lo yakin mau tetep di lanjutin?" Vigo benar-benar khawatir dengan ke putusan Prilly. Dan Prilly hanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Vigo itu.

Oma dengan duduk bersila memejamkan matanya. Bibirnya bergerak-gerak seperti sedang mengucapkan sesuatu. Suaranya yang lirih tak membuat ucapannya terdengar.

Ali mulai memperhatikan perubahan yang terjadi pada Prilly. Tubuh Prilly mulai bergetar seperti sesuatu sedang menghantam dirinya.

***

"Jangan, jangan bunuh suami ku jangan." Teriakan histeris perempuan yang melihat suaminya hampir mati di tangan laki-laki yang memegangnya.

"Maaf sayang, tapi dia harus mati."

Bessss....

Tepat di bawah kakinya sebuah kepala manusia menggelinding, dan itu kepala suaminya sendiri. Tak mampu berucap apa pun saat melihat itu semua terjadi di depan matanya sendiri. Sebuah mata pedang menebas langsung leher suaminya sampai putus.

"Laki-laki biadap kau, bajingan." Teriaknya histeris, berkali-kali tangan kecil memukul laki-laki itu.

"semua ini nggak akan terjadi kalau kau tidak meninggalkan ku dengan nya. Kalau aku tak bisa memiliki mu, laki-laki manapun juga nggak akan bisa termasuk suami mu ini." Di hempaskannya tubuh tanpa kepala itu ke lantai, darah bercucuran tanpa henti.

"Sekarang kau jadi milik ku Reni sayang." Laki-laki itu merengkuh dan memaksa untuk mencium Reni, tapi Reni terus saja meronta-ronta untuk melepaskan dirinya itu.

"Lepasin aku, lepasin, tolonggg...tolong...." suaranya tak akan bisa menembus dinding kegelapan ini. Tak ada satu pun yang bisa menolongnya.

"Diam lah kau, kita nikmati kebersamaan kita seperti dulu, kita tak perlu lagi sembunyi-sembunyi dari suami mu yang tak berguna ini." Laki-laki itu masih terus menjamah tiap inci lekuk tubuh Reni.

"Jangan mimpi, aku nggak akan mau sama kamu. Bersama mu itu kesalahan terbesar buat ku, aku menyesal sudah menghianati suami ku sendiri. Aku lebih baik mati dari pada harus bersama mu." Reni berhasil melepaskan diri dari laki-laki itu, tapi dia tak kuat lari, rasanya seluruh tenaganya habis.

Laki-laki itu menatap tajam perempuan yang ada di hadapannya ini. Rahangnya mengeras, matanya memerah menahan amarah, emosinya terpancing saat mendengar pengakuan Reni tadi.

"Kau sudah menghancurkan perasaan ku sayang, kau tahu aku sangat mencintaimu. Baiklah jika itu memang mau mu, aku akan kabulkan permintaan mu itu" pedang yang tadi di gunakan untuk menghabisi saingannya, sekarang di gunakan untuk menghabisi kekasih gelapnya.

Home AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang