Sambil mengambil minuman dingin yang ada di kulkas, Dzena melepas kaus kaki yang di pakainya dan di taruh di rak sepatu.
Seharian ini ia sangat lelah. Setelah mengobrol di cafe bersama Fuja. Ingin rasanya ia tiduran di kasur tersayang sampai sore.
Dengan langkah gontai, Dzena berjalan ke kamarnya yang ada di lantai atas. Melewati kamar kakaknya yang sedang menyelesaikan tugas skripsinya.
Dzena anak ke-2 dari dua bersaudara. Kakaknya bernama Dzidan Suhermansyah. Yang saat ini kuliah di salah satu universitas ternama.
"Lemes amat dek, udah makan belum?" tanya Dzidan di depan pintu kamarnya. "Atau mau gue ambilin? Wkwk"
"Apaan sih kak. Nanti gue ambil sendiri juga bisa. Udah ah ga usah ganggu. Lagi ga mau bercanda. Capek"
Dzidan memandangi adiknya sebentar, lalu masuk dan menutup pintu kamarnya. Memaklumi perasaan Dzena yang kadang berubah-ubah. Mungkin lagi pms, pikirnya.
****
Gelap.
Itu yang pertama kali diliat Dzena saat membuka matanya setelah tidur dari tadi siang hingga sore menjelang maghrib.
Dzena bergegas menutup kaca jendela dan menyalakan lampu. Turun ke bawah untuk mandi di kamar mandi bawah karena kamar mandinya sendiri sedang dalam perbaikan.
"Dzena sayang? Baru bangun nak?" tanya sang mamah
"Iya ma, Dzena mandi dulu ya," balas Dzena sambil tersenyum.
Setelah selesai mandi. Dzena berkumpul bersama keluarganya di ruang keluarga, seperti biasanya. Mengobrol berbagai hal, orang tuanya tetap menjaga keharmonisan walaupun kadang keduanya sering bepergian keluar kota.
****
Dzendra tetap berdiri di samping mobilnya. Menunggu adiknya yang belum juga keluar dari tempat lesnya. Dzendra dan adiknya terpaut 3 tahun.
Tubuh tinggi, lesung pipi di kanan kiri, kumis tipis, kulit putih, dan rambut hitam merupakan gambaran dari seorang Dzendra.
Namun Dzendra mempunyai sifat cuek. Siapapun yang dekat dengannya pasti akan serasa berbicara dengan patung.
Bahkan di kelas, Dzendra hanya mempunyai teman yang bisa di hitung dengan jari.
Dengan malas, Dzendra pun memainkan hp nya. Membuka akun sosmed yang di milikinya.
Sedang asyik-asyiknya, Dzendra merasakan ada yang menusuk-nusukkan jarinya ke samping pinggang Dzendra.
Tanpa melihat pun Dzendra tau siapa yang akan bertindak jail kepadanya. Adiknya.
Tampang cengengesan yang ditampilkan Haris membuat siapapun ingin mencubit pipinya. "Udah nunggu lama kak?"
"Udah, sampe kayak bangke tau ga sih gue disini"
"Maap, yaudah ayok pulang gue mau teler"
"Najis, enak banget lo nyuruh gue, emang gue babu"
"Haha, mirip-mirip dikit"
"Dasar" Dzendra balas perkataan adiknya dengan tertawa.
Dzendra bisa mengabaikan segala sesuatu yang di anggapnya tidak penting, tapi Dzendra tak akan bisa mengabaikan keluarganya yang sangat penting baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Paper Heart [REVISI]
Dla nastolatkówUkirlah didalam hatimu yang paling dalam Aku akan mengatakan semuanya nanti Semua yang tidak kau ketahui Aku mencoba kuat diluar tapi hatiku tak ayalnya seperti kertas Sungguh aku menyukaimu, tapi aku takut Kau ingin melihat hatiku yang seperti kert...