Hujan

213 13 3
                                    

Satu langkah,
dua langkah.

Kedua kaki ku terus beriringan melangkah, mengikuti keinginan yang tak terucap.

Angin yang dengan lembut membuat helai demi helai rambutku bergelombang, tak kuasa menahan beban darinya.

Aku menengadah, mengangkat kepala memandang awan yang sebentar lagi akan menyambutku dengan tangisannya.

Aku lelah dengan semua tentangnya,
ingin mengatakannya dengan keras bahwa ini menyakitkan.

Namun si pengecut ini, hanya bisa menerimanya.

Kakiku tiba-tiba ingin berhenti, tidak hanya di tempat ini. Tapi pada semua yang aku alami.

"Awan, jangan menangis. Dasar cengeng!"bentakku.

Mengangkat tangan dan bersentuhan dengan percikan air yang jatuh. Kemudian dengan deras serbuan air jatuh menimpaku.

Membasahi tubuh ini, jalan dan orang-orang yang melewatinya.

"Aku bilang jangan menangis! Jangan menangis! Bodoh!"
Air mataku keluar disertai suara yang tak bisa ku tahan.
Suara tangisan ku tak bisa kubendung.

Dia telah memprovokasiku untuk menangis.

"Jangan membuatku ingin menangis! Jika ingin menangis, menangis saja sana! Sendirian! Berhenti!" teriakku lagi.

"Berhentii..."

Bersama hujan yang deras ini, aku terdiam di tengah trotoar.
Dan terisak dalam kebisingan suara kendaraan yang berlalu lalang.

After The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang