After The Rain

138 11 8
                                    

"Kau menyukaiku?"

Sesosok wanita tersenyum malu-malu saat dia menerima bingkisan bunga dari lelaki dihadapannya.

"Iya, jadilah kekasihku."

Lelaki itu menatap wanita didepannya dengan yakin, bahwa dia akan diterima.

"Aku... menerimanya"

"Yes!" teriak lelaki itu langsung memeluk seseorang dihadapannya.
"Cut!"
"Sip! Adegan ini lumayan bagus, Terimakasih atas kerjasamanya!"
"Yeay! semoga pementasan drama nanti akan lancar ya. Rinko kamu kurang mengekspresikan diri. Aku masih tidak bisa melihat perasaanmu!"
Tito, sang sutradara drama.
Rinko si peran pembantu.
Dika si lelaki pujaan.
Lusi si pelaku utama.

Dan aku berdiri di pintu melihat kegiatan ini berlangsung.
Dik, ada yang nyariin."
"Siapa?"
"Pacarmu."
Saat ia melihatku, aku melambaikan tangan tersenyum dan mendekatinya.
"Dika, kamu keren mainnya!" teriakku antusias.
Dia hanya diam, entah dia mendengarkan atau tidak. Aku tidak tau.
"Ini aku bawa minuman."
Aku menyodorkan minuman isotonik padanya. Dan dia mengambilnya tanpa melihat mataku.
"Kenapa dateng kesini?"
"Dika, hari ini kosong? Aku ingin menonton film bersamamu."
"Ya. Mau sekarang? Sekalian ada yang ingin aku katakan."
"Iyo, yu ..."
"Eh, Ka kapan pentasin drama nya? Aku ingin nonton. Pasti keren."
"3 minggu lagi. Tunggu, bawa tas dulu."
Ia berlari ke tempat duduk penonton paling depan, menunduk lalu berdiri memperlihatkan bahwa tangannya sudah memegang tasnya lalu ia berpamitan berteriak akan pulang lalu berjalan ke arahku.
Entah mengapa lelaki ini selalu membuatku tersenyum saat berada di dekatnya. Semua pikiran ku hilang dan hanya terpusat padanya.
"Yu, dari tadi nungguin?"
"Engga"
Tak apa meskipun berbohong, ini bukanlah hal yang harus dipermasalahkan.

Di tengah perjalanan bersamanya, rintik-rintik hujan datang membasahi kami.
Ia dengan sigap membuka tas nya, lalu mengeluarkan sebuah payung.
"Mendekatlah."
Aku mendekat kepadanya seiring dengan ia membuka payung menutupi kami berdua dari semburan hujan dari langit.
Inilah yang aku suka padanya.
Tidak, bukan saja ini.
Bahkan semuanya aku suka padanya.

"Kau ingin menonton film mana?"
"Terserah hehe"
"Ehmm, We Were in Love?"
Aku menganggukan kepalaku, lalu menarik tangannya untuk membeli popcorn dan tiket.
Sepanjang pemutaran film, ia terlihat fokus menontonnya. Aku mengenggam tangannya dan ia membalasnya.
Lalu ia mendekat ke telingaku berbisik,
"Mungkin ini akan berarti untukmu."
Ia menatapku dalam diam, aku hanya tersenyum.
"Bukan ini saja yang berarti, semua yang kamu lakukan itu berarti bagiku."
Aku membalas bisikannya, dan tersenyum.
Ia tersenyum, dan memalingkan wajahnya kembali untuk menonton.

"Gak kerasa udah jam 3, aku harus pulang. Udah janji sama mama mau buat kue buat kakak. Ia bakal pulang nanti malem."
Kami keluar dari bioskop.
Anehnya hujan masih belum berhenti.
Ia mengeluarkan payung, dan menarik tanganku untuk mendekat.
Kami berjalan beriringan di dekat taman kami berhenti untuk berteduh.
"Vanny, denger. Kamu sekarang gak apa-apa kan?"
"Hah? emang kenapa?"
"Kamu gak nyadar kalo aku berubah?"
"Berubah gimana? jarang senyum sih ya? Emang kenapa?" tanyaku. Aku masih tak mengerti dengan kata-katanya.
"Aku ingin putus."

After The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang