Part 3 [Have 90%?]

15.3K 933 54
                                    

Eveline POV
Setelah sang kakek di kebumikan,
Suasana haru masih meliputi tamu-tamu yang pulang dari pemakaman.
Nampaknya di tempat ini hanya 7 orang yang tidak menangis dan berekspresi.
Siapa lagi kalau bukan aku dan ke-6 anak si kakek.

Yah, sebenarnya aku tau. Semua orang menangis bukan karena sedih tapi hanya formalitas.
Kalian juga pasti mengetahuinya.
Kenapa aku lancang berbicara begitu?
Karena tidak mungkin seorang rekan bisnis yang bahkan tidak pernah bertemu dengan si kakek bisa menangis tersedu-sedu?
Cih, terlihat sekali bahwa dia hanya nampak sedih.
Bilang saja itu air mata palsu untuk sekedar ikut meramaikan suasana pemakaman.

Anak pertama yang bernama Leo nampak memperhatikanku dengan tatapan tajamnya.
Dari cerita yang kudengar Leo telah menikah dan memiliki seorang istri dan anak.
Tapi kabar buruknya, baru-baru ini istrinya minta di ceraikan.

Anak kedua yang bernama Nail nampak tidak peduli dengan keadaan sekitar. Dia hanya asyik memainkan ponselnya. Seperti kabar yang kudengar, Nail bahkan sangat menyukai game online dan hampir setiap harinya dia hanya asyik dengan dunianya di depan komputer.

Anak ketiga yang bernama Sonny nampak memperhatikan para tamu wanita yang cantik dengan tatapan mesumnya. Seperti cerita yang kudengar, anak ketiga ini sangat menyukai wanita muda dan cantik dan dia juga sangat mesum.

Anak keempat yang bernama Samuel nampak sibuk dengan buku yang di bacanya tanpa memperhatikan sekitar, bahkan saat ayahnya di kebumikan dia masih asyik membaca bukunya. Yah, memang dari gosip yang beredar bahwa anak keempat suka terhanyut di dalam dunia miliknya sendiri. Bahkan dia pernah meminta ayahnya untuk membelikan sebuah rumah dan ternyata rumah itu di isi dengan ribuan buku hingga 1 rumah penuh dengan buku tanpa ada perabotan lainnya.

Anak kelima yang bernama Rafael nampak diam tanpa ekspresi. Seperti berita yang kudengar, dia anak yang pendiam dan misterius.

Sedangkan anak keenam yang bernama Akira nampak berjongkok di samping makam ayahnya dan
meremas tanah pemakaman yang masih basah. Dia tanpa ekspresi, tanpa suara, tapi terlihat dari tatapannya yang nampak kesal dan putus asa.

Aku memperhatikan wajah mereka semua, Mereka memiliki wajah yang berbeda karena memiliki ibu yang berbeda. Hanya Samuel dan Rafael yang bersaudara dari ibu dan ayah yang sama.

Kami akhirnya pulang dari pemakaman.
Kami berangkat dengan mobil yang terpisah.
Tapi menuju tempat tujuan yang sama.
Yaitu rumah besar milik si kakek.
Di sana akan ada pengacara yang akan membacakan mengenai warisan si kakek.

Sesampainya di rumah besar milik si kakek, jangan di tanya lagi. Sudah pasti kalian akan berdecak kagum dengan taman yang begitu luas.
Air mancur yang begitu megah.
Rumah yang begitu indah dan kokoh.
Dan tentu saja, para pelayan yang berjejer rapi di samping pintu.
Rumah yang nampak seperti di negri dongeng dengan seorang pangeran yang menantimu, sayangnya pada kenyataannya yang memiliki rumah ini bukan seorang pangeran.
Melainkan seorang kakek tua yang bahkan sudah memiliki banyak anak.

Aku melangkah masuk kedalam rumah di sambut para pelayan yang menunduk dengan rapi, bak seorang putri.

Aku tersenyum kecil akan hal yang kualami, bisa di bilang ini tidak begitu buruk.
Tapi senyumku seketika menghilang ketika Leo berjalan cepat menubruk tubuhku dan aku hampir jatuh di buatnya.

"Senang bisa masuk ke rumah megah nona?"
Leo tersenyum sinis memandangku.
Nampaknya dia benar-benar tidak suka dengan diriku.

Aku mengabaikan kata-katanya dan berjalan ke arah ruang keluarga.
Di sana sudah ada pengacara yang akan membacakan perihal warisan si kakek.

Chased by Five HuntersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang