Chapter 32

59.8K 3.2K 34
                                    

Entah kenapa, aku menjadi ketagihan memandang wajah Keyra. Biarpun dia lagi kesal, lagi marah, lagi tak berekspresi sekalipun, aku suka memandanganya.

Anggap saja aku sedang menjadi pria bodoh. Aku memang bodoh, karena sudah jatuh cinta pada istriku, tapi tak bisa mengungkapkannya. Mungkin juga karena aku terlalu senang bisa menemukannya.

Keyra sudah kembali ke rumah. Saat ini, tanpa malu dan canggung aku nongkrong di kamarnya. Memandangnya dengan cengiran bodohku ini. Sungguh aku tak bosan.

"Lo kenapa lihatin gue, sih?" Dia melotot ke arahku.

"Nggak. Senang aja lihatin lo. Masalah?" godaku.

"Masalah dong!" Dia tambah melotot. "Kalau Bianca tahu lo lihat-lihat cewek lain, pasti dia cemburu." Sindirannya membuatku tertawa.

"Bianca bukan tipe cewek posesif."

Itu memang benar, karena Bianca tak pernah menunjukkan dirinya cemburu di hadapanku.

Keyra memberengut, kemudian diam dengan kepala tertunduk. Kenapa lagi dengannya? Apa ada kata-kataku yang sudah menyinggungnya?

"Dave?"

"Hhmm?"

"Gue ... gue mau ikut Dad pulang ke LA minggu depan." Ucapannya membuatku terkejut, tapi tak ku perlihatkan dengan jelas.

"Loh? Kenapa? Terus lo mau ninggalin Joe?"

Mulut kurang ajar!

Kenapa aku harus menyebut nama lelaki itu? Harusnya aku memikirkan nasibku jika Keyra pergi. Bodoh!

Keyra menggeleng, dia tampak begitu lesu. Dia seperti tengah menyimpan beban yang berat, tapi tak ingin membaginya denganku.

"Pengen liburan aja," jawabnya lemah.

Dari ekspresinya, dia kentara sekali tengah menyimpan beban. Mungkin memang butuh refreshing. Sepertinya aku ada ide.

"Kalau gitu, kita susul mereka ke Jogja. Kita liburan ke sana. Mom dan Dad pasti senang kita ke sana. Gimana?"

Jika memang berlibur bisa membuatnya kembali tersenyum dan bersemangat, aku akan mengabulkannya. Asal tidak ikut ayahnya pulang ke LA. Itu terlalu jauh.

"Terus kerjaan lo gimana? Lo udah sering bolos."

Dia memang benar, aku sudah terlalu sering membolos, tapi aku punya orang-orang yang dipercaya untuk membantu menjalankan perusahaanku.

"Gue nggak bakal bangkrut cuma karena berlibur. Besok pagi kita berangkat. Mau?" Mata Keyra langsung berbinar, sepertinya dia senang.

"Oke! Let's packing!" serunya bersemangat.

Aku terkekeh, lalu mengangguk menerima ajakannya. Aku langsung kembali ke kamar untuk menyiapkan pakaian dan segala perlengkapanku. Senyumku tak berhenti melengkung melihat Keyra yang begitu bersemangat ingin berlibur.

Sepertinya aku tak butuh banyak pakaian untuk dibawa. Kalau tak salah hitung, liburan keluarganya tinggal empat hari lagi. Artinya, kami di sana tak lebih dari tiga hari. Mungkin aku bisa menitipkan pakaian di koper Keyra.

"Key," panggilku saat masuk ke kamarnya dengan membawa tiga set pakaian. "Gue nitip di koper lo aja, ya? Nggak banyak baju kok. Ya ya ya?" Aku memelas dengan tampang polos.

Keyra mendengus, namun akhirnya mengangguk. Aku membantunya merapikan pakaian kami di dalam kopernya. Begitu semuanya selesai, kami berdua bertepuk tangan girang seakan baru saja menyelesaikan prakarya ala anak sekolahan.

Konyol, tapi menyenangkan. Aku suka mendengar tawanya, aku suka melihat senyumnya, dan aku selalu tertantang dengan perdebatannya.

Baru dengan Keyra aku bisa mengekspresikan diriku yang lain, yang bisa bertingkah konyol, bercanda, bukan hanya main-main yang selama ini aku jalani. Ini berbeda.

Trapped in WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang