Sembilan

315 17 17
                                    

Sheila masih berdiri di balkon kamarnya. Kepalanya berat, matanya sembab, badannya panas, tapi dia gak mau dibilang 'sakit' , dia bilang 'Gue baik-baik aja, gak ada yang perlu dikhawatirkan'. Sheila masih berdiam diri, menatap langit yang sedikit mendung dari tadi pagi, tapi tak kunjung hujan.

"Sheila." Suara Eross memecahkan lamunan Sheila. Sheila menoleh dan memaksa bibirnya untuk tersenyum.

"Gak usah senyum gitu saat keadaan lo kayak gini. Serem," kata Eross dengan nada meledek. Sheila cuma mencibir lalu duduk di kursi yang ada di balkonnya.

"Lo belum mandi? Ya ampun, kita harus ke bandara sekarang Sheila!" pekik Eross heboh. Sheila cuma menghela napas. Sambil menggeleng.

"Gue... Lagi gak oke," balasnya dengan suara parau.

"Udah, bilang aja lagi sakit. Susah banget. Patah hati kan?" kata Eross dengan sebalnya melihat adiknya yang masih saja mengatakan dia baik-baik saja.

"Titip salam buat Duta," ujar Sheila, suaranya kayak mau nangis. Pasti sebentar lagi air matanya jatuh mengguyur pipinya.

"Makanya ikut nganterin dia. Jangan kayak gini Sheil, ntar lo nyesal," ujar Eross. Benar saja, Sheila diam dan menangis. Ini kali pertamanya ia menangisi cowok setelah hari itu. Hari dimana Adam dikuburkan.

"Gue gak enak badan Bang. Udah
lo pergi aja sana," kata Sheila sedikit terisak.

"Oke. Jangan nyesal lo," kata Eross sambil berjalan ke dalam kamar Sheila, tapi di atas meja belajar Sheila, Eross menemukan sebuah kertas berwarna hijau dan ada pita pinknya. Apa ini? Eross mengambil kertas yang terlipat rapi itu, di depan kertas itu ada tulisan "nDut" nya. Eross yakin, ini pasti surat penyampaian isi hati Sheila untuk Duta yang nyatanya tak tersampaikan. Eross dengan senyuman jahilnya kembali berjalan keluar dengan membawa kertas hijau itu.

*

Eross jalan mendekati Duta. Duta duduk termangu dengan koper besar di sebelahnya. Serta Ibu Duta yang sedari tadi duduk disamping Duta.

"Hei Dut," sapa Eross sambil menepuk pundak cowok itu. Duta menoleh menatap Eross dan... ke belakang Eross?

"Hai Tante," sapa Eross ramah, Eross memang telah dekat dengan wanita berumur 50 tahun itu. Ibunya Duta hanya tersenyum dan mengangguk.

"Sheila mana?" tanya Duta tanpa basa-basi.

Sepertinya, Duta juga resah bakal pisah dari adek gue. Mereka sebenarnya punya perasaan yang sama, cuma si Duta kampret dan bego ini yang masih gak nyadar udah kelebihan sayang sama Sheila. Batin Eross lelah melihat tingkah Duta yang memperlakukan adiknya begitu 'istimewa'

"Ross, gue bicara sama lo," kata Duta kesal melihat Eross yang ditanya cuma diam dan menung.

"Dia lagi sakit," jawab Eross rileks. Ia menatap Duta, menantikan reaksi cowok itu. Duta cuma diam dan ekspresinya masih sama, datar.

Setelah menantikan pesawat yang di-delay, akhirnya sekarang waktunya Duta untuk take off.

"Ma, aku pergi dulu ya. Aku janji bakalan selalu nelpon Mama. aku juga bakal telepon Brian--sepupu Duta-- buat jagain Mama. Jaga diri baik-baik ya Ma," kata Duta di pelukan Ibunya. Sudah berpa kali Duta mengatakan itu kepada Ibunya.

"Bro, gue pergi dulu ya. Jangan kangen sama gue, ntar lo stress," kata Duta beralih pada Eross sambil memeluk cowok itu.

"Iye, yang ada lo yang bakal kangenin gue. Eh, salah, kangenin adek gue maksudnya," kata Eross sambil nyengir. Membuat Duta terdiam sesaat ketika melepaskan pelukan ya pada sahabatnya itu.

"Titip salam buat Sheila," kata Duta.

Titip salam buat Duta, suara Sheila terngiang di telinga Eross saat adiknya itu juga mengatakan hal yang sama padanya tadi.

Pemuja RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang