B

52 2 0
                                    

Cerita sebelumya...

Keterkejutanku kian bertambah parah. Pantas aja kalau wajah mereka mirip. Tapi jujur, hmm, Alan lebih ganteng sih. Ah, sial! Lupakan! Aku lalu mengerjap beberapa kali dan bergumam pelan, "ohh. Pantas mirip."

"Gantengan mana?"tanya Alan antusias.

Bingung, malu, dan berdebar. Eh, berdebar? "Ehm. Ga.. gantengan dokter Rian lah,"jawabku gugup

Alan mengernyit heran."kenapa dia yang-"

"Sudah, sudah. Sekarang kalian perhatikan jadwal pemeriksaan dan lakukan pekerjaan sesuai tugas kalian masing-masing,"sela dokter Rian.

Alan mendengus sebal sementara aku menghembuskan napas lega.

--------------------------------------------------------

Aku kembali ke ruangan kami yang sedang kosong lalu menghempaskan tubuh di kursiku. Alan kemana? Bukannya tadi dia pamit duluan ke sini? Ah, sudalah. Merasa pegal, aku merenggangkan otot-otot sambil memejamkan mata lalu menelungkupkan kepalaku di meja. Capek sekali hari ini, padahal baru hari pertama. Aku memutuskan untuk terpejam beberapa saat sampai tenagaku pulih kembali.

Setelah beberapa menit terpejam, aku mendongak dan mengernyit saat sinar matahari langsung menerpa wajahku. Aku mengerjap beberapa kali sebelum mataku terpaku pada kotak bekal berwarna hitam di depanku. Aku meraih note yang tertempel disana dan membacanya. Makan kalau lo nggak mau pingsan! (Untuk lo yang coklat) Ini buat aku? dari siapa? Yang pasti rekanku sesama anak magang. Oh, pasti dari Putry.

Dengan semangat aku membuka tutup kotak bekal itu dan mendapati dua tangkup roti berselai kacang dan coklat di sana. Kebetulan aku alergi kacang dan penggemar berat coklat. Aku langsung mencomot roti berselai coklat kemudian memakannya lahap. Rupanya aku benar-benar lapar.

"Ingat! bukan semuanya untuk kamu. Tinggalin yang kacang buat aku. aku alergi coklat soalnya,"tiba-tiba ada yang bersuara. Aku tersedak saking kagetnya lalu mendongak. Alan berdiri dengan santainya di depan pintu sambil menjejalkan tangan ke saku celana. Nih orang kenapa selalu bikin aku kaget ya?! Untung nggak jantungan. Eh, tunggu. Berarti roti ini bekalnya dia? Kenapa dia bagiin sama aku?

"Jangan pikir macem-macem. Aku bagi kamu karna aku alergi coklat. Sayang kalau rotinya dibuang,"jelas Alan lalu mendengus pelan seolah tau apa yang aku pikirkan.

"Kebetulan aku alergi kacang. Ini punya kamu."kataku sambil berdiri memutari mejaku dan berdiri di samping mejanya lalu meletakan kotak bekalnya. Mejanya berada tepat di depanku.

"Hay. Udah selesai dari tadi?"Tanya Putry yang baru saja masuk. Putry ini teman kuliahku yang juga magang di sini.

"Udah."

"Ooh. Kamu sekelompok sama Alan Evodrio ya? Dia yang mana sih? Ayahnya pemilik rumah sakit ini loh.Pasti enak sekelompok sama dia.Dia pintar banget tau! Ganteng, kaya. Tapi sayang, dia itu cuek dan misterius banget. Tertutup deh orangnya. Arogan lagi. Suka paksain kehendak. Hati-hati yah, kalau sama dia,"Putry menutup pidato singkatnya dengan raut wajah sedih. Seolah menyayangkan sifat buruk Alan.

Aku melirik cemas ke Alan yang sedang merapikan mejanya lalu kembali menatap teman cerewetku ini, "Put, mau tau Alan Evodrio itu yang mana?"

Putry mengangguk semangat. Aku melirik Alan lagi yang tengah menatap lurus ke arahku. "Tuh, di sebelah kamu."

Putry melongo mengikuti arah pandanganku. Alan mendengus sebal sambil menatapku kemudian beralih pada Putri lalu mengulurkan tangan dan tersenyum kecut, "Alan Evodrio."

The Biggest Mistake (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang