Perjodohan!

678 90 8
                                    

"Eh gue punya ide deh" ucap Rasya.

"Ide apaan kak?" Tanya Rafi.

"Gimana kalo kita minggu depan camping sekalian tour ke cibubur? Jadi jalan hari jumat, pulangnya minggu." Rasya tersenyum senang.

"Boljug."
"Leh ugha."
"Setujuuuu."

Rasya mengangguk. "Oke. Nanti pada naik motor ya?"

"Lah terus yang cewe nya kaya gimana?" Tanya Tiara.

"Yaudah yang cewe mah nebeng aja sama cowo, nah kalo lo Ma ajak Ian aja," ucap Rasya, dan hanya dijawab anggukan oleh Salma.

*

"Na! Lo diem aja dari tadi," celetuk Rasya.

Ana tersentak. "Eh iya gue bareng siapa?"

"Lo bareng gue lah. Susah banget," ucap Rasya, Ana hanya mengangguk.

"Eh.... eh.... " tiba-tiba Rasya narik tangan Ana menuju taman belakang.

"Sakit bego Sya. Asal narik aja," gerutu Ana.

Rasya duduk di rumput taman. "Na. Bonyok gue tetep maksain gue ngelaksanain perjodohan itu. Menurut lo, gue terima gak?"

"Kalo menurut gue sih ikutan kata hati lo aja," jawab Ana pegang dada bagian kiri Rasya.

"Ntah kenapa setiap bagian tubuh lo megang tubuh gue rasanya anget sumpah," ucap Rasya dan menahan tangan Ana dari badan dia.

'Walaupun sakit....' batin Rasya.

Tiba-tiba Rasya meluk Ana. "Gue harap lo bakal selalu disamping gue Na."

"Udah kali. Modus lo," ucap Ana, dan melepaskan pelukan tersebut.

Rasya memutarkan bola matanya. "Yaelah lagi enak juga. Ribet lo."

Ana memegang tangan kiri Rasya. "Eh ke tempat yang pas waktu itu yuk yang ada rumah pohonnya. Masa gue kangen ke situ."

"Yok dah. Apasih yang enggak buat kamu," ucap Rasya dan narik tangan Ana menuju keluar.

*

Ana dan Rasya lagi di rumah pohon. Rasya tiduran di paha Ana, dan Ana senderan di pohon.

Ana menunduk ke arah Rasya. "Demen banget sih lo mainin rambut gue Sya."

"Gak ada kerjaan biasa," ucap Rasya santai.

Ana menatap lurus pemandangan di tempat itu. "Keren ya tempatnya. Gue kalau disuruh tinggal disini betah loh. Kalau gue diusir dari rumah mending gue ke sini. Lo udah berapa kali ke sini Sya?"

Hening.

Hening.

"Sya?" Ucap Ana, dan melihat ke arah dia. Dan ternyata Rasya tidur. "Dasar pelor. Gue ikutan tidur juga ah."

*

"Woi Na! Bangun!"

"Na! Bangun!"

"Apaan sih?! Masih ngantuk gue," elak Ana

Rasya menoyor kepala Ana. "Ini udah jam 7 malem oncom."

"Hah? What? Jam 7?" Ana langsung melek. "Ayok ah balik. Besok kan sekolah."

"Yuk."

*

Ana turun dari motor Rasya. "Makasih Sya. Mau mampir dulu gak?"

"Gak usah. Udah malem gue takut dicariin Na," jawab Rasya, "gue pulang dulu ya."

"Iya. Hati hati," ucap Ana, dan berjalan menuju pagar, tapi tangan Ana ditahan oleh Rasya dan ditarik ke arahnya. Ana nengok dan langsung mendapat ciuman hangat di keningnya. Bibir kenyal dan merah itu nempel di kulit Ana.

Rasya mengacak poni Ana. "Makasih udah nemenin gue seharian."

Ana tersenyum tipis. "Sama sama."

"Yaudah gue balik dulu ya. Bhay." Rasya mengegas motornya.

*

Rasya sudah sampai rumah. "Assalammualikum," salam Rasya dan masuk ke rumah.

"Waalaikumsalam" salam balik bonyoknya.

Mamah Vita -mamah tiri Rasya- menghampiri Rasya. "Gimana Sya? Kamu terima perjodohan ini?"

Rasya menjauh dari mamahnya. "Kenapa sih mah? Mamah selalu nanya tentang perjodohan ini? Kan aku udah bilang kalo aku tuh gamau dijodoh-jodohin. Aku udah nemu cewe yang cocok dengan aku."

"Siapa cewe itu? Ana? Kenapa kamu suka sama dia? Kamu di bayar berapa sama dia?" Bentak Mamah Vita.

Rasya emosi. "Denger ya mah. Ana tuh baik. Dia gak pernah ngelakuin apa yang dipikiran mamah."

"Oh sekarang kamu berani ya sama mamah? Udah berani ngebentak mamah?! Atau semua ini yang ngajarin Ana? Bagus banget ya itu anak bisa secepat itu ngasut kamu," cerocos Mamah Vita.

Rasya melotot tajam. "Terserah mamah! Aku gak peduli mamah ngomong apa! Mamah itu cuma mamah tiri aku jangan berhak buat ngatur-ngatur hidup aku!"

Plak.

"Makasih pah buat tamparannya. Papah emang gak pernah ngertiin aku. Permisi," ucap Rasya dan masuk ke dalam kamar.

Rasya memegangi dadanya, 'Kenapa terasa sakit sekali? Lo pasti kuat Sya.'

"Argh.... kenapa tidak ada satu orang pun yang ngebela gue? Gue benci hidup ini benci!" Teriak Rasya.

"Tenang bang, ada gue yang ngebela lo. Gue tau lo suka sama Kak Ana. Gue lebih setuju lo sama dia daripada sama cewe yang dijodohin itu," ucap Rafi langsung nyelonong masuk ke kamar Rasya.

Rasya tersenyum tipis. "Makasih dek. Lo emang adek gue yang paling baik dah."

"Perasaan adik lo cuma satu bang," ralat Rafi.

Rasya terkekeh. "Oh iya ya. Tapi lo adik tiri gue? Kenapa lo ngebela gue?"

"Kan gue membela kebeneran," celetuk Rafi.

Rasya tertawa menutupi rasa sakitnya. "Udah kaya power rangers lo."

"11 12 lah kan gue penolong ayank Fitri." Rafi tersenyum genit.

"Najis udah make ayank-ayank-ngan. Sono lo keluar. Gue pengen tidur," usir Rasya.

"Najis lo bang. Udah gue bantuin ketawa lagi bukannya makasih malah ngusir," celetuk Rafi.

"Yaelah lo dek baperan amat. Makasih ya adek kuh tercayank," ucap Rasya.

"Sama sama abang kuh tercintah. Muach," ucap Rafi dan berlari keluar kamar gue.

"Untung gue punya adek satu. Kalo banyak bisa berabe dah," ucap Rasya, "eh gue bbm Ana dah. Ngelupain masalah."

"Ana tercintah"
Rasya: haii cintah:*

*

Makin ke sini makin ga jelas ya?:'v maaf ya maaf. Tapi please vomments nya, vomments kalian ngebantu aku. Makasih;*

What Is The Meaning Of Waiting? -END-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang