21 Februari 2004
Daegu, Korea Selatan"Pergi kau istri durhaka! Aku sudah muak dengan kau! Pergi jauh-jauh!" teriak seorang pria.
Pria itu adalah ayahku. Orangtuaku sedang bertengkar hebat. Di umurku yang 10 tahun ini, aku tidak seharusnya mendapatkan semua ini. Termasuk adikku, SeungCheol. Dia masih berumur 9 tahun. Appa dan eomma ku belakangan ini menghadapi masalah dan puncaknya hari ini. Eomma ku ketahuan berselingkuh dengan pria yang tak lain adalah rekan kerja appaku.
"Pergi bawa anak perempuanmu. Aku sudah muak dengan perempuan karena mu! Pergi sekarang!" bentak appaku.
Eomma yang menangis tersedu-sedu memanggil namaku. Aku pun tak mau meninggalkan adikku. Aku takut appa berbiat kasar padanya. Namun eomma terus memanggilku hingga membentakku. Dengan berat hati aku berdiri, namun secara diam diam memberikan sebuah gantungan puzzle kepada SeungCheol dan berbisik.
"SeungCheol-ah. Simpan ini baik baik, arraseo? Gantungan ini memiliki pasangan. Noona yang memegang pasangannya. Inilah yang akan mempertemukan kita. Saranghae."
Eomma pun menarik tanganku dan kami pergi meninggalkan rumah yang sudah selama 10 tahun aku tinggal. Kudengar Seungcheol meneriakan namaku, SeungWan. Air mata terus menitih dari mataku. Mengapa hal seburuk ini terjadi kepada keluargaku? Dari saat itulah, aku dan Seungcheol tidak pernah bertemu karena aku pergi ke Seoul.
11 tahun kemudian...
Setelah eomma meninggalkan aku, banyak yang berubah dariku. Aku merubah namaku menjadi Wendy. Itu eomma yang menyuruhku. Dan saat ini, diumurku yang ke-21 ini, aku bertekad untuk mencari dongsaengku yang hilang. Tapi, apakah gantungan itu masih disimpannya? Apakah dia ada di Seoul atau mungkin di Daegu atau bisa saja dia ke luar negeri?
Walaupun eomma sudah tidak bersamaku lagi, aku tetap harus menjalani hidupku ini. Saat ini aku bekerja di sebuah majalah terkenal, Hippie Magz."Wendy-ah! Kamu tidak pergi?" Tanya Jimin, sahabatku
"Eodisseo?"
"Kau hari ini mewawancarai rookie boygroup, Seventeen. Mereka akan digunakan sebagai main article dari majalah kita."
"Omo! Arasseo, aku akan segera pergi. Annyeong Jimin-ah."
Aku pun berkemas mengumpulkan semua kebutuhan mencatatku serta kamera dan berlari keluar dari kantor. Hari ini aku akan bertemu dengan SEVENTEEN. Aku akan mewawancarai mereka. Aku sangat gugup! Bagaimana tidak? ini pertama kalinya aku mewawancarai seseorang. Biasanya aku hanya bagian editor dan sekarang berubah drastis. Jangan sampai aku gemeteran. Jangan sampai!
Setelah menaiki beberapa transportasi umum, aku pun sampai di gedung Pledis Ent. Aku pun diarahkan oleh seseorang menuju tempat dimana Seventeen berada. Sesampainya disana, kulihat 13 pria yang sedang menari di dalam ruangan yang besar dengan kaca yang mengelilingi. Aku tak bisa berkutik. Tubuhku membeku. Diruangan sebesar ini, aku akan mewawancarai 13 pria, dan aku adalah satu satunya wanita disini. Mereka bertiga belas mempersilahkan aku duduk. Dan proses wawancara pun dimulai.
Setelah wawancara selesai, aku pun memfoto mereka dan foto ini akan dijadikan foto judul. Aku pun berkemas dan bersiap untuk pergi.
"Annyeonghi Gyeseyo."
"Ah chakkaman!" Teriak salah satu member, seingatku itu S.Coups
"Waeyo?"
"Ireum?"
"Wendy imnida. Bangapseumnida."
"Ah, wendy ssi. Aku hanya ingin bilang tolong jangan cantumkan nama asli kami di majalah. Bisa kan?"