2

496 20 0
                                    

Aku kembali memperhatikan Thalie yang sedang melakukan terapi dengan psikolog itu. Namun saat kulihat mereka, Thalie sedang menatap tajam Anisa yang berjalan keluar dengan Nathan. Ada apa dengan anak itu? Apakah dia cemburu kalau bundanya ingin menemani adik kecilnya bermain?

Kuhampiri mereka dan duduk di samping Thalie. Aku mengelus rambut panjangnya.

"Thalie tidak suka bunda bermain dengan anak itu" Kufikir memang Thalie cemburu dengan Nathan. Lihatlah nada bicaranya sangat datar. Tidak ada ekspresi apapun.

"Kan masih ada ayah disini yang menemani Thalie bermain bersama bu Jova" Ucapku pada Thalie. Sejak awal aku dan Anisa memang selalu mengatakan pada Thalie sedang bermain ketika pergi melakukan terapi ini.

"Thalie sedang belajar. Bukan bermain, ayah. Thalie bosan belajar. Thalie ingin bermain di luar saja" Ucapnya. Baku memang, tapi itulah salah satu gejala dari Syndrome tersebut. Aku menoleh pada Jova selaku psikolog sekaligus teman lamaku dan Anisa yang menangani Thalie. Jova langsung beranjak dari duduknya.

"Baiklah kalau Thalie bosan belajar di ruangan. Kita ke taman saja ya. Bermain sambil belajar di taman itu juga menyenangkan, lho" Ucap Jova yang mengajak Thalie ke taman. Thalie sempat diam bergeming. Lalu beranjak berdiri dan berjalan meninggalkan Jova yang berjalan di belakangnya. Dan akupun ikut berjalan di samping Jova.

"Semua butuh proses, Bis. Setidaknya Thalie sudah mau berbicara lebih banyak kepada orang lain" Ucapnya. Aku menghela nafas berat. Lalu mengangguk.

"Aku hanya takut dia tetap tidak bisa nerima Nathan sebagai adiknya, Va"

"Akan ku-usahakan semampu aku agar Thalie bisa menerima kehadiran Nathan ya, Bisma" Aku kembali mengangguk dan tersenyum kepadanya.

"Terimakasih banyak ya, Va. Aku dan Anisa banyak berhutang budi ke kamu nih. haha"

"No problem, Bis. Itu udah tugas aku jadi seorang psikolog" Ucapnya. Dan akhirnya kamipun sampai di taman ini. Taman yang disediakan khusus oleh pemilik yayasan psikologi tersebut. Aku melihat Anisa yang sedang mendorong pelan ayunan yang dinaiki oleh Nathan. Si bungsu-ku itu juga terlihat senang sekali bermain ayunan bersama bundanya.

Off

Thalie terus saja memicingkan matanya ke arah bunda serta adiknya. Ia benar-benar tidak suka kalau Nathan bermain bersama Anisa. Menurut Thalie, karena Nathanlah bundanya menjadi jarang bermain dengannya. Dan karena Nathan pula perhatian ayah dan bundanya menjadi berkurang padanya.

"Mungkin lebih baik jika kita mencobanya sekarang" Ucap Jova pada Bisma yang menoleh padanya. Bisma tak mengerti apa yang maksud dari ucapan Jova itu. Ia menyerngitkan dahinya saat Jova menggandeng tangan Thalie menuju ke tempat bermain Nathan dengan Anisa. Lalu kembali mengekori mereka.

"Loh udah selesai bermain dengan bu Jova-nya, Thalie?" Anisa yang melihat mereka bertiga menghampirinya. Lalu mengelus rambut Thalie yang kini berada disammpingnya sambil memegangi baju Anisa. Thalie menggeleng pelan.

"Thalie bosan belajar. Thalie ingin bermain" Ucap Thalie tanpa menatap Anisa. Ia malah sibuk memperhatikan adiknya yang asyik bermain dengan ayunan yang didorong pelan oleh bundanya.

"Tulun. Tulun. Kakakk" Oceh Nathan yang merengek pada bundanya. Mungkin saja Nathan ingin bermain bersama kakaknya. Anisa langsung memberhentikan ayunan yang sebelumnya dinaiki oleh putra kecilnya itu lalu menggendongnya.

"Main tama kakakk, Ndaa" Nathan yang merengek turun dari gendongan Anisa. Nathan ingin bermain bersama Thalie. Thalie menatap tajam adiknya tersebut. Anisa menurunkan Nathan dari gendongannya.

Asperger ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang