Revolter

126 10 10
                                    

2022

Menjadi orang lemah dan melihat seluruh perubahan dunia yang terjadi di depan mata, tanpa sadar membuat manusia kembali dalam keadaan terkekang. Penguasa yang dulunya bagaikan selembar kain putih tanpa coretan kini berubah menjadi hitam semenjak terjadinya suatu revolusi. Tidak ada lagi yang bisa di harapkan. Kebanyakan orang dulu berpendapat bahwa suatu revolusi selalu membawa dampak yang buruk.

Dan dulunya aku menganggap itu hanya omong ksosong belaka, karena manusia yang berpikiran shanya melihat dari satu sisi kaca yang terlihat. Kini apa yang orang beranggapan benar terjadi. Dan aku tidak bisa menyalahkan anggapan itu. Dunia mengalami revolusi besar-besaran. Menurutku ini bukan hanya sebuah revolusi sebagian orang berpikir revolusi perubahan yang terjadi sebuah peperangan di muka bumi yang sempat dikatakan temanku.

Tapi tidak. Revolusi ini membuat semua alat propaganda mulai terlihat. Negeriku sekarang seakan berada di ujung tebing yang memberika dua pilihan oleh penguasa. Mati dalam kehancuran, atau mengikuti kemauan mereka dan menjadikan kami sebagai manusia yang abu-abu tanpa warna kehidupan di masa mendatang.

Sekarang kehidupan kami dimulai. Tidak ada lagi demokrasi yang membebaskan seluruh negeri untuk menyalurkan apresiasi. Tidak ada lagi hak untuk membela diri. Tidak ada lagi tawa bahagia. Yang hanya suasana suram. Pekerjaan yang melelahkan. Pergi kesana-kemari tanpa arah.

*

2025

Sudah tiga tahun revolusi ini terjadi. Aku menghitung haru demi hari apa saja yang sudah kulalui dalam tiga tahun terakhir di kehidupanku, ah bukan kehidupanku. Kehidupan negeri ini yang dulunya tidak seperti ini. kudeta terjadi dimana-mana. Orang-orang disini menuntut kebebasan dari negeri bayangan yang terus menghantui yaitu negeri kami sendiri.

Tidak hanya di sini, di tanah aku berpijak. Orang-orang di seluruh dunia juga melakukan hal sama menuntut kebebasan. Namun system orang-orang yang membuat revolusi ini terjadi sepertinya lebih komplek dan memiliki otak yang sangat genius hingga mampu membuat orang-orang tersebut kembali bungkam. Bungkam sama dengan kematian.

Dulu aku berpikir di tahun seperti ini, aku bisa merasakan globalisasi yang semakin pesat, dan perkembangan dunia baik, ekonomi, pemerintahan, hubungan dan lainnya semakin maju. Para peneliti semakin genius dalam menciptakan alat ataupun penemuan yang memudahkan kami di seluruh dunia dalam menjalanan aktivtasnya. Bahkan sekarang aku sudah bisa membayangan diriku menjadi salah satu menteri di negeri ini, dan melakukanp ekerjaan yang sangat aku impikan tersebut.

Tapi itu hanya kenangan belaka. Omong kosong. Harapan yang tenggelam, usaha yang di lumpuhkan. Kehidupan Kami semua sekarang jauh berbanding terbalik dari apa yang pernah orang-orang dunia pikirkan. Menyedihkan hidup di kota suram dengan bangunan tua yang semakin rusak, belum lagi kami harus mencari makanan bahkan seperti anjing kelaparan harus berebut makanan karna penyaluran makanan yang terbatas.

Semuanya serba terbatas, bahkan kami tidak bisa mengakses informasi orang-orang seperti kami di belahamn bumi lainya. Kami bisa mendapatkan informasi tersebut jika terjadi sesuatu yang membuat kami enggan untuk melakukan pemberontakan.

Seperti yang terjadi di Negara yanga ku tak tahu namanya, di bom secara tak manusiawi dan ditampilkan di layar besar gedung pencakar langit secara live. Bagaimana anak keci, orang tua, lansia semuanya mati dngan mengenaskan dengan potongan tubuh yang kemana-mana. Semua orang di negeri ini menangis, menangis untuk kehidupan yang mengerikan seperti terjebak dalam daerah dengan tembok yang menutupi seluruha akses jala keluar.

Kami hidup di dalam keterpurukan. Negeri ini berada dalam kehancura. Bukan negeri ini, dunia ini. hak kami semua di renggut

Hingga sekarang, aku masih saja bingung dengan Revolters -aku, dan teman temanku menyebutkan seperti itu untuk otak dari dalang revolusi ini.

Apa yang sebenarnya dia pikirkan ?

Apa yang sebenarnya dia inginkan ?

Dunia macam apa yang ingin dilihatnya ?

Dan aku belum mengetahui jawabanya, mungkin malam ini aku akan mencari tahu jawabanya.

Aku memandang kosong beberapa jenazah pria dan wania yang tergeletak di tengah kami. Semua yang berada di sampingku kini sedang membuat lingkaran dan menatap penuh kesedihan. Inilah yang dapat kukatakan bahwa kami tidak bisa berbuat apa-apa. System negeri ini berubah yang dulunya Demokrasi yang bisa menyalurkan pendapat kini berubah menjadi ajang arena kematian seperti colosseum dimana kita orang yang di lemparkan kedalam arena melawan singa yaitu Revolter otak yang membuat revolusi ini.

"kini kita kehilangan, orang yang kita sayangi dalam melawan para manusia bedebah. Kita tidak bisa hidup di dalam negeri sepeti ini. Kita semua mempunyai hak. Namun hak tersebut telah hilang. Tidak ada kebebasan yang bisa kita dapatkan sekarang. Ini adalah saksi bahwa betapa kejamnya dulu orang-orang yang menjalankan negeri ini, yang kita banggakan sekarang menikam kita dengan mata pisau yang semakin tumpul keatas. " kata Remva salah satu anak muda yang memimpin daerah kami.

Remva dan kami semua yang hanya terdiri dari anak remaja sedang menatap penuh luka, karena wanita dan pria inilah orang tua terakhir yang kami punya. Dan kami kehilangannya.

Remva sekarang berjalan menuju tengah lingkaran dan menaikan api obor yang ia pegang. Dan dengan cepat ia melemparkan obor tersebut ke tempat wanita dan pria tersebut. Jenazahnya kini terbakar bersama ranting-ranting yang berada di sekitarnya. Aku memandaginya sekilas dan beranjak pergi meninggalkan teman-temanku yang memanjatkan doa.

Aku memasuki tenda milikku dan mulai mengemasi pakaianku untuk bepergian. Setelah semua persiapan selesai, aku melihat sebentar keluar untuk melihat teman-teman di sekitarku sudah memasuki tenda. Ketika semuanya sudah sepi aku berjalan keluar meninggalakan tenda. Di dalam perjalan keluar kawasan aku harus bersembunyi melihat teman-temanku yang lainnya melakukan penjagaan malam.

Dan disaat lengah aku berhasil keluar dari gerbang tersebut. Aku bernapas lega dan melihat bangunan pencakar langin di depanku yang gelap tanpa lampu.

Di salah satu gedung pencakar langit tersebut akan di adakan perekrutan untuk menjadi salah satu kaki tangan Revolter, dan aku tidak akan menyianyiakan kesempatan itu. untuk melawan mereka aku tidak harus mengikuti langkah oang-orang seperti melalui pemberontakan. Aku harus mengetahui seluk beluk system yang di buat Revolter hingga ku bisa memusnahkannya.

Aku kembali berlari untuk menysusuri jalan yang sepi dan penerangan yang seadanya. Aku mencari salah satu pencakar langit yang menghidupkan lampu berwarna hijau yang menandakan di situlah tempatnya.

Terdapat lima bangunan pencakar langit yang harus kususuri, dan sudah tiga bangunan tersebut yang kulewati tanpa ada setitik cahaya hijau tersebut. Dan di bangunan pencakar langit terakhir lah yang terdapat cahaya hijau yang berada di tengah tengah gedung.

Bangunan ini dulu adalah bangunan yang indah, kalau aku masih mengingatnya ini adalah salah satu gedung brand fashion yang dulunya sangat terkenal. Dan sekarang terbengkalai begitu saja. Aku memasuki gedung tersebut yang gelap gulita sambil merogoh tasku untuk mengambil senter. Jantungku berpacu dengan cepat ketika aku menghidupkan senterku terdpat sosok berpakaian hitam berdiri di depanku

"Anjani ?"

Negeri BayanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang