Perjodohan

159 6 1
                                    

-Mama PoV-

Rina mengajak ku bertemu, secara mendadak. Awalnya aku tidak tahu dia ingin berbicara apa. Penting katanya.Aku mengajak suamiku untuk menemuinya. Kebetulan dia juga mengajak suami.

Kami bertemu di tempat makan yang terlihat formal. Bukan di cafe anak muda yang ada free wifinya. Dia mengajakku bertemu di Rumah Makan, sekalian makan siang. Aku menyetujui ajakannya.

Dia dan suaminya sudah sampai terlebih dahulu,cukup mudah menemukan mereka berdua. Mereka tampak berbicara dari jauh. Dia mengetahui keberadaan ku dan Mas Seno-suamiku-.
Dia berdiri, dan tersenyum menyapa kami.

Aku tidak tahu apa yang mendasari pertemuan ini, namun aku turuti saja kemauannya.
Kami duduk di bangku plastik yang di sediakan.

Seorang pelayan perempuan berseragam merah - hitam menemui bangku kami ,yang sedari tadi memanggilnya.
Dia datang dengan dua daftar menu makanan dan minuman, beserta note dan pena berwarna hitam.
Pelayan itu bernama Susi, ku lihat dari nametag di sisi kiri baju seragamnya.

Satu persatu kami memesan makanan dan minuman yang kami inginkan. Susi, tampak telaten menulis pesanan kami.
Dia mengulang nama pesanan, lalu kami menganguk.

Aku ingin memulai pembicaraan.

Sedikit berbasa-basi aku menayakan kabar mereka berdua. Suamiku, sedari tadi diam saja, dia memang jarang berbicara kalau bukan hal yang penting.

"Apa kabar Rina?"

"Alhamdulillah baik kita ya Mas " dia seperti meminta persetujuan dari suaminya.
"Kalau kamu dan Seno bagaimana?" Dia bertanya balik.

"Baik juga kok Rin"aku menatap suamiku lalu beralih melihat ke arah mata Rina lagi.

Suamiku hanya tersenyum.

"Begini Ta, mungkin aku belum pernah mengenalkan anakku padamu ya" ucapnya seperti bertanya.

"Iya, aku juga belum Rin" aku tidak tahu maksud pembicaraan ini.

"Aku punya anak laki-laki dia anak sulung, dia juga punya adik kembar Neta dan Neti yang sekarang sudah kelas 3 SMA. Anak laki-laki ku itu sudah tamat kuliah, dan sekarang bekerja di Perusahaan di bidang rekonstruksi. Namun, di usianya yang ke 28 tahun Vanno juga belum menikah."
Rina berhenti berkata.

Aku mengernyitkan dahi, belum paham sepenuhnya.

"Lalu?"

"Seingatku, kau punya anak perempuan ya Ta?"

Aku menganguk. Aku punya anak perempuan, bernama Senja.
Senja Putri Mentari. Umurnya baru 18 tahun, sedang melanjutkan masa sekolahnya di bangku perkuliahan. Di Universitas Sumatera Utara, jurusan Akuntansi semester 3.

Menurutku putri ku itu cantik, papa nya juga bilang begitu. Dia mewarisi kulitku yang kuning langsat, hidungnya bangir, bibir atasnya tipis,bibir bawahnya sedikit tebal dan ada garis di tengahnya. Bulu mata dan alisnya diwarisi oleh Papanya. Bulu matanya panjang dan lentik, alis matanya hitam namun sedikit tipis.

Rambutnya hitam dan panjangnya sepinggang. Tingginya sekitar 165 cm, dengan berat proporsional. Dia juga seorang model, wajahnya kerap terpampang di majalah ibukota.

"Usia berapa sekarang dia Ta?" Rina bertanya lagi.

"Sudah 18 tahun dan sudah kuliah sekarang, panggilannya Senja"

"Pasti dia tumbuh menjadi gadis yang cantik, baik, dan pintar ya Ta" katanya seperti membanggakan Senja.

"Ya tentu saja" jawabku mantap.

Seno dan Adi -suami Rina- hanya diam. Mereka hanya menjadi pendengar yang baik.

Pesananan kami datang. Kami mulai makan, dan kembali melanjutkan pembicaraan tertunda tadi.

"Intinya saja ya Ta, aku ingin melamar Senja untuk Vanno" dia sedikit terbata mengucapkannya.

Aku mencoba mencerna ulang kata-katanya. Refleks suamiku melihat ke arah ku yang juga tak percaya.

"Kau serius Rin? Senja masih teelalu muda untuk dinikahkan. Apalagi mereka belum bertemu dan saling kenal."

"Aku serius Ta, dari pada Vanno ku nikahkan sama perempuan tidak ku ketahui asal usulnya, Vanno juga sudah cukup umur untuk membina rumah tangga.Kalau ku biarkan dia terus begitu, sampai kapan aku punya cucu Ta, aku dan Mas Adi makin menua, dan setidaknya aku ingin menimang cucu. Usia kami sudah mau memasuki kepala 5 Ta." Ungkapnya panjang lebar.

Aku dan Rina hanyalah sebatas teman kerja, dulu. Sebelum aku keluar dari pekerjaan dan memilih hidup bersama Mas Seno.
Namun komunikasi kami tetap berjalan baik.

"Akan kami tanya dulu dengan Senja " Mas Seno mengeluarkan suara.

"Aku yakin, bersama Vanno hidup Senja akan bahagia. Dan kami akan membiayai biaya perkuliahan Senja. Aku pastikan dia juga bisa menjadi wanita berpendidikan seperti mu Ta." Nadanya meyakinkan,juga seperti memohon. Raut mukanya sama,muka memohon.

Kami memang bukan orang kaya, punya harta berlimpah. Suamiku hanya seorang pegawai negeri sipil, di bidang pertanian. Aku yang memutuskan keluar dari kantor, jadi ibu rumah tangga. Suamiku cukup membiayai hidup kami. Namun, di zaman sekarang,apa-apa mahal, belum biaya kuliah,biaya sekolah Rifal, kebutuhan rumah tangga, dan lainnya.

Jika Senja sudah lepas dari tanggung jawab kami, setidaknya beban sedikit berkurang. Aku memang egois.

Maafkan ibu nak, ibu meng iyakan permintaan Rina, agar masa depan mu jauh lebih baik. Ibu ingat kau ingin menjadi wanita karir dan berpendidikan setinggi-tingginya, raihlah itu bersama Vanno.

Rina dan suaminya tersenyum puas.
"Lusa, kami dan Vanno akan datang ke rumahmu Ta, rumah mu masih yang dulu kan? "

Satu kali Rita memang pernah mengunjungi rumahku.

"Iya Rin, datanglah"

Makanan telah usai di santap. Rina menraktir makanan kami. Padahal tadi kami ingin membayar. Dia bilang yang ngajak yang bayar. Aku mengalah saja.

Aku juga belum siap kehilangan putri ku satu-satunya.

Senja..
Mama sayang padamu.

Kado Merah JambuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang