Pertemuan

122 6 0
                                    

-SENJA-

Hari yang ku tunggu-tunggu telah datang. Dimana perjanjian pertemuan itu akan terjadi sesaat lagi.
Kata Mama mereka akan datang nanti malam, Mama menyuruhku ke salon. Percantik diri, biar 'dia' jatuh cinta sama aku.

Rasanya tidak ada yang salah soal kata percantik diri itu, kedua baru sedikit ada masalah. Masa aku harus ke salon dulu biar dia jatuh cinta, cinta itu kan datang dari hati. Timbul jiwa kebijakasanaanku.

Lebih baik aku dirumah saja daripada ke salon. Lagian baru tiga hari yang lalu aku ke salon. Buang-buang duit, mending ditabung buat beli kuota internet.
Hehe.

Beberapa hari ini aku tidak ada jadwal modelling ataupun pemotretan.
Aku menghentikannya sementara, supaya fokus dengan ujianku yang akan dilaksanakan seminggu lagi, aku juga ingin istirahat.
Capek.

Malam ini aku memandang langit-langit kamarku. Sebenarnya deg-degan juga bertemu om-om itu. Apalagi kata Lusi kemarin, dia itu antara homo atau imp imp itu lah.
Apa iya?

Aku menghapus keraguanku,melihat layar handphone. Tak ada satu orang pun menghubungi, chat dari Feri pun tidak. Dia hilang atau ketelan sungai. Entahlah.
Aku rindu.

Deru suara mobil terdengar dari jendela kamarku, aku melihat, mobil hitam ber-merk terkenal itu tak ku kenali.

Mama mengetuk pintu kamar.

"Kakak, siap-siap ya mereka sudah datang"

Mama tidak masuk,hanya berkata dari luar pintu.

Aku melihat ke luar jendela,seorang laki-laki tua turun dari mobil.
Eh,yang ini?
Tuanya ga ketulungan, ini bukan 28 tahun, tapi bendot tua.
Haduh.

Wanita berpenampilan glamour seperti toko emas berjalan, rambutnya di tutupi pashmina tapi tidak rapi. Cantik juga, mungkin ini Tante Rina. Dia juga turun dari mobil menggunakan higheels kira-kira 5 cm itu.

Ada satulagi,cowo cakep!
Iya cakep beneran, kayak ada keturunan arab-arabnya gitu. Dia itu tinggi, mungkin 170-an lebih gitulah. Wajahnya ada brewok menggoda gitu, tipis-tipis. Kayak cowo-cowo di serial Turki yang sering ku tonton itu. Ituloh Ozan, kakaknya cansu. CansuHazal nama serial nya. Gak ada niat promosi loh ya.

Tapi kok aku ga jelas ya, tadi bilang kayak arab ini udah Turki, gak jelas. Intinya dia itu cakep kebangetan, bagiku kali ya. Bayangin aja deh si Ozan itu.

Kulihat dia menutup pintu mobil. Wajah nya cool. Lenyap sudah pikiranku tentang om-om genit, buncit.
Ini beda. Aku menarik tirai jendela ku lagi, merem-merem senyum-senyum gak jelas kayak kurang waras.

Jangan bilang aku jatuh cinta, dasar cewe liat bening dikit langsung meleleh.
Aaaaaaaaaa.

Mama datang lagi ke kamarku, ini masuk ke kamar.
Mama menyuruhku untuk ikut dengannya. Tampang rumahan gini, ga sempat bedak sana, lipstik sini mesti harus ketemu calon suami.

AH ELAAHH
CALON SUAMI.

Sejak kapan ku bilang dia calon suami? Sejak detik tadi.

Aku mengekor di belakang tubuh Mama,kami duduk di ruang tamu.
Mama mengenalkanku pada Tante Rina,dan Om Adi. Anaknya?sibuk main handphone.

Ditegur Tante Rina dulu baru dia mau menyambut uluran tanganku.
Aku tersenyum,tapi dia biasa aja.

BIASA AJA!!

Haduh, senyum kek apa kek nanya kapan wisuda kek, kuliah dimana gitu, ini enggak.

Mama menyuruh ku untuk membawa si cowo ini yang ku tanya dari Mama namanya Vanno, double n. Untuk berkenalan di halaman depan rumah.

Disambut persetujuan dari Tante Rina,biar lebih kenal. Mereka tertawa hangat,lah aku? Harus menghadapi manusia dingin ini dan mengajaknya keluar.

Dia mengikuti ku dari belakang.Ku persilahkan dia duduk di kursi halaman depan rumah. Aku turut duduk di sampingnya.
Aku diam, dia diam, rumput pun diam.
Buset, ini orang bukan bisu kan?

Apaan sih ini, gimana nanti kalau aku udah nikah sama dia. Bisa-bisa kami berkomunikasi pake bahasa isyarat. Untuk 15 menit pertama aku tahan diam-diaman. Dia sibuk main game, ku lirik sedikit, COC.
Aku di cuekin cuma gara-gara COC.
Kesabaranku di uji.

"Nama kamu siapa?" Tanyaku memposisikan duduk ke hadapannya.
Ah elaah, pertanyaan absurd macam apa ini.
Masa nanya nama, nanya harta bapaknya atau mama nya kek!!
Aku menggaruk-garuk kepala sebenarnya tidak gatal sih.
Tenang, ketombe udah sembuh.

Dia menaruh handphonenya di tengah-tengah anu nya. Lalu mengambil dompet dari kantong celana belakang, mengeluarkan KTP, menaruhnya di atas meja berbatasan kursi kami. Mengambil handphone nya lagi, main COC lagi.
Tanpa melihat diriku.

Sabar Senja,orang sabar di sayang mantan.
Eh, salah Tuhan.

Aku menduga dia bisu, bisu akut. Atau kalopun bukan bisu, biar bisu beneran.
Geram.

Aku tidak melihat KTP, aku alihkan pandanganku melihat bintang-bintang di langit. Bintang jatuh dong, terus aku berdoa biar si bisu ini tidak jadi suamiku. Aku ga kuat.
Huhu. Katanya kan, bintang jatuh, berdoa terus doanya di kabulin.
Tapi, enggak ah, berdoa sama Tuhan aja.

30 menit berlalu..

Rasanya 10 tahun,lama.
Kami tidak ada bicara sepatah kata pun.
Bayangin.

"Vanno, sini sebentar"
Tante Rina memanggilnya.

"Saya Ma"
Dia menjawab.

Aku cakapin dia bisu, Mamanya manggil di jawab. Dasar ga konsisten, bisu-bisu aja dong. Emangnya tadi aku bicara di anggap apaan?
Kacang goreng? Kacang rebus? Robot bisa bicara?

Aku mendengus kesal, si bisu pengen ku tendang dari dunia ini.
Serius.

Mama juga memanggilku.

Ternyata, besok aku dan bisu di suruh pergi berdua beli cincin pernikahan kami. Gak ada tunang-tunangan. Langsung nikah.

Dia bilang katanya bisa, kebetulan tidak ada jadwal.

Aku menerima saja.
Besok dia menjemputku di rumah ini.

Mereka bilang, kecuali Vanno. Pernikahan kami sebulan lagi, selagi mempersiapkan semuanya disitulah kami berkenalan satu sama lain. Baru beberapa menit di dekatnya aja sudah membuatku geram, apalagi sebulan!
Berarti Mama dan Papa menyetujui pernikahan ini.
Apa boleh buat.

Image dirinya pertama kali kulihat begitu mempesona kini hilang akibat sikap dingin dan bisunya.

Jadi tidak selamanya fisik jadi patokan, kalau sifatnya kurang menyenangkan semua bisa luntur.

Kado Merah JambuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang