Vanno

14 2 0
                                    

-Vanno PoV-

Sejak pernikahanku batal 7 bulan yang lalu, mama dengan hebohnya menyuruhku mencari calon istri yang baru. Ku rasa mama kebelet pengen punya cucu.

Butuh waktu yang lama untuk melupakan Dara - mantan tunangan-ku. Apalagi kami sudah berpacaran 5 tahun. Dara meninggalkanku karena dia menemukan -yang mungkin- lebih baik dariku.

Masa pacaran 5 tahun itu tak berarti baginya. Terakhir kudengar dia sudah menikah dengan Boss besar dikantornya. Dia menikah, sebagai istri kedua.

Sudahlah, lupakan.

Belum sampai 15 menit aku tiba dirumah mama langsung menyuruhku ikut dengannya. Aku tahu aku akan dijodohkan. Aku menyerah atas keputusan sepihak ini.

Aku sampai mengambil cuti untuk mengikuti kemauan mama. Segala pekerjaan kantor ku serahkan kepada asisten dan sekretarisku.

"Percaya sama mama, dia itu lebih baik dari Dara"
Mama yang berada di posisi belakang jok mobil memecah keheningan yang terjadi.

Kenapa mama mengingatkan lagi pada Dara.

Aku yang sedang menyetir mobil hanya ber hm hm.
"Senja baru berusia delapanbelas tahun, jadi kamu harus bisa menjaganya ya sayang"

"Ma, delapanbelas tahun itu terlalu muda. Nanti dikira pedofil ma"
Aku sedikit membantah.

"Kau pasti akan jatuh cinta dengannya Vanno!"
Ada penekanan pada kata terakhir. Aku tahu mama serius.
Pandangan mataku lurus kedepan, sedikit melamun membayangkan bocah delapanbelas tahun. Lebih tepatnya, aku ini abangnya. Bukan malah yang dijodohkan.

Mama menuntun arah laju kemana mobil ini berhenti. Sambil mengingat-ingat jalan yang pernah di laluinya. Mama menelepon seseorang diseberang sana, suara wanita.
Jl.Merpati lurus belok kiri ada gang Kesuma.
Mama menirukan suara wanita itu.

Aku membelokkan stir mobil, sambil mendengar instruksi mama.
Beberapa menit kemudian, kami sampai di depan rumah berpagar warna coklat, dinding berwarna kuning, halamannya cukup luas, banyak bunga, dan ada dua pohon mangga di sisi kanan dan kiri, rumahnya tidak terlalu mewah. Namun asri.

Nomer 15.

Aku turun dari mobil, ada perasaan gusar menguasai jiwaku. Bagaimana anak kecil itu ?

Kami disambut hangat, oleh dua orang sepasang suami istri, pasti orang tuanya.
Wanita itu menyilahkan kami untuk duduk, di ruang tamu yang cukup luas ini.
Aku mengamati isi dalam rumah dan beberapa pasang foto bergantung didinding.

Satu foto menarik perhatian, seorang gadis cilik tersenyum centil, sambil menyilangkan tangan kedua pipinya. Pipi tembem, rambut berponi sebahu . Lucu, ingin sekali kutarik pipinya . Mungkinkah itu dia ?

Aku tak sempat menanyakan bagaimana wajah bocah itu, kalau dia lebih cantik dari Dara, esok pagi langsung nikahi. Belum ada yang bisa menggantikan posisi Dara, dia terlalu indah.
Di sebelah sofa empuk yang kududuki ini, tersusun rapi piala - piala kemenangan dilemari hias berwarna cokelat.

Oh, jadi dia seorang model, aku meneliti tiap kata yang tertera dipiala itu.
Secantik apasih dia?

---
Seorang perempuan tiba-tiba datang, dia masih malu-malu berada dibelakang punggung Mamanya.

Aku seperti mengingat wajah bocah ini, pikiranku kembali menerawang beberapa hari lalu.

"Liat bro, cantikkan?" Revan menunjukkan majalah berisikan foto dia disampul depan.
"Tidak ada yang lebih cantik dari Dara." jawabku datar. Biasa saja.

Iya, dia perempuan itu.

Kado Merah JambuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang