PART 5

54 7 0
                                    

Seorang gadis manis sedang berlari kencang menuju kelasnya. Air keringat sudah mengalir di dahinya. Gue telat!

Setelah sampai di kelasnya, ia langsung mengambil gitarnya dan berlari lagi keluar kelas. Di arah yang berlawanan, seorang laki-laki juga terburu-buru menuju kelasnya. Karena saking terburu-buru, mereka saling bertabrakan.

Brugh

"Gitar gue," Anggi menatap nanar gitarnya yang sudah retak. Lalu ia mengalihkan pandangannya kearah laki-laki di hadapannya yang hanya bersikap biasa saja. "Gara-gara lo gitar gue jadi retak! Tanggung jawab lo!"

"Ya ilah, gitar doang, gue ganti sama yang baru, dah." Jawab Rafa santai membuat Anggi semakin kesal akan sikap Rafa yang seenaknya.

Anggi melangkah maju kearah Rafa dengan tatapan garangnya. "Arrgh!" Lalu Anggi mengambil gitarnya dan kembali berlari menuju ruang eskul musik.

Sedangkan Rafa masih bergeming di tempat menatap punggung Anggi yang mulai menjauh. Saat Rafa ingin berbalik, ia melihat selembar foto. Rafa melihat seorang gadis kecil yang di kenalnya dengan seorang bocah laki-laki kecil yang sedang merangkul gadis kecil itu. Di dalam foto itu, kedua bocah itu sedang tersenyum lebar dan tampak sangat bahagia.

Sebelum Rafa pergi, ia mengambil foto itu dan menyimpannya di kantung saku celananya.

*****

"Gitar lo kenapa, Gi?" Tanya Vivi kaget ketika melihat Anggi yang baru datang dengan gitar yang di pegangnya sudah patah dan wajahnya yang kusut.

"Tadi gue ditabrak sama Rafa dan gitar gue jadi patah." Jawabnya malas. "Padahal ini gitar kesayangannya Mario, Vi, gue udah ngancurin punyanya."

Vivi mengelus lembut pundak kanan Anggi dan duduk disamping Anggi. Ia juga ikut turut prihatin. Vivi tahu kalau gitar yang dibawa Anggi sangatlah berharga, sebab gitar yang dibawa Anggi adalah gitar sepupunya yang sudah tiada.

"Gue cuma bisa ngucap sabar, ya." Anggi mengangguk.

Anggi melihat-lihat gitarnya sampai ia merasa ganjal sebab ada yang kurang di gitar itu. Foto!

"Ck! Udah gitarnya patah! Sekarang fotonya hilang juga?!" Anggi memekik frustasi melihat foto dirinya dengan sepupunya tidak ada di gitar itu.

"Fotonya hilang?" Tanya Vivi juga ikut kaget. Anggi mengangguk lemas. Bahunya merosot kebawah.

"Gimana dong?" Sungguh, Anggi sangat lemas sekarang melihat barang-barang sepupunya yang sudah hilang dan rusak.

Belum Vivi akan berbicara, Garda, ketua eskul musik sudah mengumumkan untuk kumpul. Semua orang yang ada di ruangan itu akhirnya mengumpul, kecuali Anggi dan Vivi.

"Gitar lo kenapa, dah?" Reza yang baru datang terkejut melihat gitar Anggi yang patah.

Anggi mendengus kesal. "Gak apa-apa." Jawabnya ketus. Awas aja kalo ketemu. Gue bales lo.

******

"HAH?!" Klara terperangah kaget mendengar ucapan guru olahraganya barusan. "Seriusa, pak? Kenapa harus saya? Kenapa gak murid yang lain, saya gak bisa apa-apa, Pak."

"Saya tau kamu pintar basket. Maka dari itu saya meminta kamu menjadi kapten basket putri grup A." Kata Deran, guru olahraga menyemangati Klara.

Di dalam eskul basket putri mempunyai 3 grup, yang pertama grup A yang bakalan buat jadi perlombaan. Dan yang lainnya bisa buat jadi pengganti.

Klara menghembuskan nafas kasar. "Tapi saya bener-bener gak bisa jadi kapten, Pak," keluh Klara.

"Kamu jangan terlalu merendahkan diri kamu. Saya pernah melihat kamu bermain basket ketika waktu sekolah sudah selesai. Awalnya saya juga tidak begitu memerhatikan kamu dalam bidang olahraga. Tapi ketika saya melihat kamu bermain, saya tau kamu sangat menguasainya." Jelas Deran panjang lebar.

Change My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang