Crashes

3.1K 346 13
                                    

Levi kembali pada dirinya yang jauh, dingin dan tak tersentuh. Bahkan kali ini lebih jauh dari sebelumnya. Dan kali ini aku tak dapat meraihnya lagi, dia menghindariku. Kalau saja aku bisa memutar waktu pasti aku akan kembali pada malam itu dan melindungi Melly. Atau paling tidak menghentikan Rena untuk memaki Melly. Setelah kubaca isi chat yang dikirim Rena membuat aku sakit hati sendiri. Rena bahkan memaki Melly, membuat Alex langsung menghadiahinya block disemua sosial media. Gak ada bedanya sih denganku, kenyataannya aku dan Rena ini sepasang sahabat menyedihkan ya? Kami berdua jatuh pada sepasang sahabat yang bahkan ogah ngelirik kami dan keduanya melindungi seorang gadis yang melihatnya saja aku minder.

"Mil, gue nyesel, menurut lo gimana kalo kita minta maaf sama Melly?" Rena berujar disela kunyahannya. "Gue rasa keterlaluan banget waktu itu, lagi saat itu juga gue kepalang emosi, Mil."

Aku menghela, mendorong piring berisi kentang goreng. "Seemosi apa pun lo harusnya mikir Ren, ulah lo saat itu tuh sekarang berdampak ke gue juga. Lo gak mikir sih kalo ambil tindakan."

Rena menghela, dari wajahnya aku tahu ia menyesal. "Gue tau gue salah, makanya gue mau minta maaf sama dia. Kalau Alex emang gak suka sama gue dan kemungkinan gue sama dia gak ada, harusnya gue gak ngelakuin perbuatan receh kaya gitu."

"Gue nyesel sumpah, Mil."

"Gak usah ngomong sama gue, bilang sama Melly langsung," ujarku kemudian beranjak sambil membawa tasku.

Keluar dari cafe, aku memilih berjalan menelusuri jalan berbata hitam yang disisi kanannya terdapat lampu jalan. Kalau dipikir, aku terlalu mengejar Levi hingga tak memikirkan diriku yang telah terluka untuknya. Terlalu banyak pengorbanan yang kulakukan, tapi semuanya sia-sia. Bagaimana pun Levi tak akan pernah melihatku. Satu-satunya perempuan yang Levi lihat hanya Mel-

Aku berhenti melangkah, kakiku seakan membeku. Tak jauh dari tempatku berdiri, Levi mencium Melly. Aku langsung berbalik, mendempetkan tubuhku pada tembok.

"Kenapa Lev?" Walau sayup-sayup aku dapat mendengar Melly bertanya dengan suara lirih. "Lo cium gue? Kenapa?"

"Karena gue suka sama lo! Sayang sama lo! Kenapa lo gak nyadar juga sih?" Suara Levi meninggi, aku menggigit bibirku dan mengintip kedua manusia itu.

Aku dapat melihat Melly menunduk, memainkan jemarinya resah. "Lo cuma bakal ngancurin persahabatan kita Lev, gue gak mau kehilangan lo sebagai sahabat."

"Lo liat juga? Gak baik lho ngintipin orang," suara serak disampingku membuatku menoleh, mendapati Alex yang menjulang telah berdiri di sampingku. "Mereka cocok 'kan? Even you get jealous on them, you can't deny that you ship them."

"Lo suka Melly?" Aku tak tahan untuk mengomentari hal itu.

Alex tak menjawab, hanya menatap kedua orang itu dengan tatapan sendu. "Suka bukan kata yang tepat buat perasaan gue. Karena perasaan gue ke Melly lebih dari itu." Sekali lagi Alex menatap keduanya kemudian berjalan meninggalkan aku --atau Melly dan Levi?-- dengan punggung yang tegak.

Pasti rasanya menyakitkan berdiri di samping orang yang sangat berarti untuk kita tapi tak pernah melihat kita seperti kita melihatnya. Seperti bulan dan matahari yang selalu bersama tapi tak pernah bisa bersatu. Menyedihkan. Apalagi saat mengetahui sahabat kita juga menyukai orang yang kita sukai, apa ada hal klise lain yang bisa lebih menyakitkan dari itu?

"Gue ... gak bisa Lev, gimana Alex? Gimana sama persahabatan kita?" Ucapan Melly membuatku kembali fokus pada keduanya.

Levi mengacak rambutnya, "fuck it! Bisa gak sih sebentar aja lo berhenti mikirin itu? Bisa gak sih sebentar aja lo mikirin gue?"

Melly maju, menyentuh pipi kanan Levi. "Maaf Lev, gue gak bisa. Karena saat gue dan lo bersama, keadaan gak akan lagi sama. Gue gak mau nantinya kita putus dan ngancurin semuanya. Gue gak mau kehilangan lo. Gue gak mau."

Walau Melly menangis, Levi tak menatap mata gadis itu dan memilih menatap ke arah lain. Levi memilih berjalan meninggalkan Melly yang langsung terduduk, memeluk dirinya sendiri. Tapi itu hanya bertahan selama beberapa menit sampai Melly bangkit dan mengejar Levi.

Tapi Melly tak pernah berhasil mengejar Levi, tubuh gadis itu terhempas hingga ke tempatku berdiri. Aku bisa melihat dengan jelas darah yang mengalir di pelipis, wajah Melly yang berubah pucak, bunyi retakan tulang saat tubuhnya terpental tadi dan senyum lemahnya padaku. Aku tak melakukan apa pun, hanya berdiri membeku hingga perlahan kelopak matanya perlahan menutup aku langsung berjongkok, mengguncang tubuh Melly berkali-kali.

"Melly! You have to stay! Tolong, telfon ambulan, polisi! Tolong," teriakku histeris. Dengan hati-hati aku menaruh kepala Melly yang penuh dengan darah ke pangkuanku. "Melly, lo harus bertahan, lo gak boleh nyerah. Melly! Lo denger gue 'kan?"

"Tolong beri jalan," ucapan itu kemudian bersambutan dengan tubuh Melly yang berpindah ke ranjang dorong. "Anda kerabatnya?"

Aku mengangguk dengan cepat. Perawat itu langsung memberi kode padaku, "kalau begitu mari ikut dengan kami."

Aku terus menggenggam tangan Melly selama perjalanan menuju rumah sakit yang terasa lama sekali. Aku baru melepaskan tangannya saat tubuh Melly dibawa ke dalam ICU. Saat itu yang aku tahu adalah aku takut Tuhan mengambil Melly.

Tuhan, lindungi Melly. Selamatkan dia, aku mohon.

* * *

a/n: ini drama abis, haha, menurut kalian gimana selanjutnya?

Salam,
-Ritonella

Notice MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang