Dua hari setelah misi pertama mereka, Frey memutuskan untuk melihat keadaan Ken. Dia bahkan membawa satu keranjang buah seperti sedang akan menjenguk seseorang— karena dia merasa Ken memang sedang sakit. Dia memang mengunjungi Ken selama dua hari ini, tapi entah kenapa dia merasa ingin membawa buah untuknya hari ini.
Ruang infirmasi Zealon terlihat damai, ditambah dengan berkumpulnya burung-burung gereja di halamannya, yang membuat suasana terlihat lebih baik. Dikatakan 'ruang' sebenarnya tidak menggambarkan kondisi rumah kayu kokoh di hadapannya ini, tapi entah kenapa semua orang mengatakannya dengan sebutan ruang. Rumah kayu itu mungkin terlihat kecil, tapi di dalamnya cukup luas untuk perwatan orang yand terluka atau sakit.
Frey masuk ke dalam rumah kayu itu, layaknya sebuah rumah, ruang infirmasi juga memiliki beberapa ruangan lainnya, selain dari kamar-kamar. Frey meletakkan keranjang buahnya di dapur, dan berjalan ke satu-satunya ruangan yang ditutup karena ada yang sedang beristirahat di sana. Dia membuka gagang pintu perlahan, seolah tak ingin menganggu istirahat Ken.
Tapi ternyata Ken sedang terbangun, tepatnya anak itu sedang membaca buku dalam posisi duduk menyandar dengan bantal sebagai penyangga punggungnya. Dia menyadari kedatangan Frey, terbukti dari dia langsung menutup bukunya.
"Selamat pagi, Ken." Ujar Frey sambil tersenyum.
"Uh.. pagi."
"Bagaimana keadaanmu?"
"Setidaknya sudah jauh lebih baik," sahut Ken, "Eh.. kau datang sendirian ke sini?"
"Kau pikir aku bersama siapa?"
Ken menggelengkan kepalanya, Frey menyadari dia menggembungkan pipinya—ekspresi orang yang sedang kesal.
"Lupakan saja."
Frey tersenyum, kalau Ken bisa bersikap seperti itu, dia pastinya sudah jauh lebih baik dari kemarin. Frey kemudian mengambil sebuah kursi di dekat pintu, dan menggesernya hingga tepat berada di sebelah tempat tidur Ken.
"Aku boleh duduk di sini, 'kan?"
"Boleh saja."
Saat Frey akan duduk, dia melihat tulisan yang ada di kover buku yang dibaca Ken tadi. Dia mengernyit saat dia mengenali kalimat judul dari buku itu.
"Kau membaca buku tentang Spirit Mage?"
"Ah, ini," sahut Ken, mengangkat buku yang dipegangnya, "Yah, aku hanya ingin tahu. Sedikit."
"Aneh. Kau kan bukan Spirit Mage, kau ini Knight. Kenapa tidak membaca buku tentang class-mu sendiri?"
"Apa salahnya kalau kau ingin tahu?"
Frey tertawa, dia mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan pipinya, "Oke, oke, tidak ada yang salah dengan rasa ingin tahu."
Ken menyeringai, dia tahu Frey pasti akan kalah debat dengannya. Tapi apa yang dikatakannya tidak sepenuhnya salah, dia memang ingin sekali tahu tentan Spirit Mage, dia hanya berbohong di bagian dia hanya ingin tahu sedikit tentang class yang langka ini. Dia tentu ingin tahu banyak.
Ken menatap buku di tangannya sebentar, dia lalu menoleh ke arah Frey, "Eh.. Frey?"
"Ya?"
"Apa kau tahu tentang Mage yang menggunakan panah?"
Frey mengernyitkan dahi, "Kau mencurigai sesuatu?"
"Tidak, hanya ingin tahu saja."
Frey menatap langit-langit di kamarnya, kemudian dia beralih menatap Ken, "Sejauh yang aku tahu, Mage yang menggunakan panah juga tergolong Knight, ingat kan, aku pernah memberimu penjelasan tentang Knight?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Chronicles of Adamantine
FantasyThis is a story about mysterious young Swordmage whose past life left unsaid ...