Pic : 6-years-old Laurent Avery Tennesee dan Louis Joe Tennesee. Mereka tidak pernah berfoto bersama setelah beranjak makin besar.
***
Seminggu kemudian, B5 Room
Kierra duduk dengan tenang di depan ruang audisi ini. Ia sendirian, karena teman-temannya yang lain pun ada audisi untuk pertunjukan yang mereka pilih.
Karena itu Kierra memilih untuk duduk manis, memejamkan mata sejenak, sambil mendengarkan lagu lewat I-Pod yang tersambung ke headset-nya.
Perlahan, kursi di samping Kierra mulai kosong seiring berkurangnya calon partisipan.
Andai aku datang lebih awal, maka sekarang aku tengah bersantai di cafetaria, gumam Kierra dalam hati. Ia melempar pandang ke sekeliling, lalu kembali memejamkan mata saat tiba-tiba ia merasa seseorang duduk di sampingnya.
"Hey, Key??"tanya orang itu.
Kierra mengenal suaranya. Ia segera menoleh untuk memperoleh kepastian.
"Oh, hai, Al. Kamu mendaftar untuk pertunjukan ini juga??"tanya Kierra sambil melepas headset-nya dan mematikan lagunya. Di sampingnya Alvaro mengangguk.
"Aku mendaftar untuk 2 jenis pertunjukan. Kalau tahu ada kamu, mungkin aku cuma daftar ini saja."
Kierra melongo, dan sebelum sempat menjawab, namanya dipanggil untuk masuk. Kierra pun tersenyum kikuk pada Alvaro yang tersenyum manis padanya.
***
Laurent POV
"Serius, Key, dia bilang begitu??"tanyaku dengan alis terangkat. Disampingku, Kierra mengganti-ganti channel TV dengan pandangan bosan. Setidaknya itu menurutku.
"Ini pertanyaan yang sama dengan yang sudah kau tanyakan tiga kali tadi,"jawab Kierra. Kulihat tangannya mulai bergerak mengambil cemilan, sementara Willie dan Louis bergabung dengan kami.
"Hai, Lou, bagaimana kuliah??"tanya Kierra pada kembaranku itu. Sebenarnya malas juga sih mengakui Louis sebagai kembaranku, tapi mau bagaimana lagi, kan.
"Great, Key. Nah, Lau, berlakulah sebagai saudara yang perhatian. I deserve it!"ucap Louis. Aku tahu dia bercanda.
"Heyheyhey, perhatianku itu mahal! Hanya orang yang tepat yang boleh mendapatkannya!!"balasku tak mau kalah. Kami saling pandang dengan sengit, namun bibirku dihiasi senyum sedangkan Louis berperan sebagai orang ngambek.
"Jadi, Louis bukan termasuk orang yang tepat, Lau?? Poor Louis...." Willie mulai berpartisipasi dan kulihat Louis mulai membentuk wajah sedih. Ha!
"Baiklah, I'm okay. Ohya, kudengar ada cowok yang suka denganmu ya, Key??"
"Hah?? Siapa yang suka dengan Key??" Itu Arshel. Ia baru saja pulang dari kuliah. Arshel segera duduk di samping Louis lalu menganati Kierra dengan geli.
"Namanya Alvaro,"jawabku. Itu kulakukan karena Key tampaknya tidak mau menjawab. Biar saja, biar dia lebih cepat move on dari Evan!
"Hey, siapa yang bilang Alvaro suka padaku??"protes Kierra sambil merengut. Bibirnya ditekuk dan tangannya disilangkan di depan dada.
"Itu terlihat dari tindak-tanduknya, Key,"ujar Willie yang kini tengah menepuk-nepuk pundak Kierra.
"Terserah apa katamu, men,"balas Kierra dengan jutek. Oke, aku jadi merasa bersalah.
"Yayaya... Maafkan aku, Key. Aku tidak bermaksud kok!" Aku berucap sambil menatap Kierra. "Lagipula, baguskan jika dia suka padamu?? He's cute!!"sambungku sambil terkikik geli.
Dan otomatis, Kierra melemparkan sebuah bantal ke arahku. Untung saja bisa kutangkap dengan sigap. Hah.
***
Author POV
Di lain tempat, Alvaro mengipasi dirinya dengan sebuah buku tulis.
"Alvaro!! Please wash the dishes!!"seru seseorang bersuara berat, sambil mengetuk pintu kamar Alvaro.
Alvaro pun melenguh, lalu ia beranjak, memakai sandal Adidas-nya, lalu keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur.
"Hai, pa,"sapa Alvaro setibanya ia di dapur. Cowok itu segera menyalakan keran air dan bersiap mencuci.
"Halo, Alv. Bagaimana sekolah kamu??"tanya orang yang dipanggil Alvaro dengan sebutan 'pa'. Dan begitulah adanya. Pria separuh baya berambut coklat itu memang ayah Alvaro.
"Begitulah. Oh, dan ada seorang gadis cantik bernama Key. I think I like her."
Ada jeda sejenak sebelum papa Alvaro kembali mengucapkan sesuatu. Alvaro baru saja hendak menanyakan ada apa, namun ia mengurungkannya
"Oh wow. Secantik apakah dia??"tanya papa Alvaro sambil tersenyum. Ada binar menggoda di matanya.
"Tidak lebih cantik dari mama, I guess. Tapi dia sudah termasuk cantik,"jawab Alvaro sambil terkekeh, sementara kini tangannya bergerak mengambil serbet untuk melapi piring-piring yang telah ia cuci.
"Tentu tidak boleh ada yang lebih cantik dari mama. Ya kan, Alv??"
Alvaro mengangguki saja perkataan papanya itu, sedangkan papanya sendiri tampak sedang memikirkan sesuatu.
Keadaan dapur hening sejenak, hingga...
"Alvaro."
Alvaro menoleh kembali ke arah papanya.
"You're adult now. I guess you could find the best for you. But.. Jangan salah pilih, Alvaro. Jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari."
"Papa ngomongin soal apa sih??"tanya Alvaro sambil menggeleng-geleng. Tampaknya ia tidak paham, atau pura-pura tidak paham.
"Go, look and find your mate. But, marriage is just can be happen once in your life. Make sure she is the best for you, until the death separate you both. Don't do the same mistake with me. Don't divorce with your wife later. Do you understand, Alvaro??"
Alvaro terdiam. Ia hanya segera berlalu dari hadapan papanya yang hanya memandangnya sambil tersenyum kecil, menghantar kepergiannya dari dapur melalui tatapan matanya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Went Away
Teen FictionKierra Athlesen, Alvaro Springton, dan Evan Ueno. Berlatar di New York City yang elegan. Disertai lika - liku kehidupan yang penuh warna. Berusaha menerima kenyataan, yang tidak selalu seindah keinginan. *** Sudah tamat? Iya. Mau baca? Silakan, Vee...