#2

183 11 1
                                    

"Nanda! lo ngapain nungging gitu!"

"ish bang ngagetin aja perut nanda sakit ni ah!" Sontak, aku refleks duduk disisi kasur.

Abang kandungku ini memang selalu usil padaku. Namanya Nando Lutfhiawan Geofahri. Usianya 4 tahun lebih tua dariku.

Dia mahasiswa hukum Universitas Indonesia. Abangku hanya mahasiswa, tidak diizinkan bekerja sebelum sarjana kata ayahku.

Kesini hanya untuk liburan dan menemui kami sekeluarga. Di Depok abangku tinggal bersama adik dari bundaku.

"heh apa hubungannya lo nungging sama perut lo sakit."

"abang mah ga ngerasain sih.."

"yaiyalah! gue cowok nan!" Ingin sekali aku menerkam wajahnya itu, meluapkan rasa sakit di perutku. Hari ini mengapa semua orang menyebalkan huh?

Aku hanya berdecak sebal dan meringis sakit.

"yauda biar perut lo ga sakit mending lo makan, bunda udah kelar masak noh, yuk."

Tanpa pikir panjang aku mengangguk.

Jujur sedari tadi, diantara perut ku yang nyeri. Perutku juga lapar.

Aku baru sadar, terakhir aku makan pukul 10 pagi tadi, sewaktu istirahat di kantin.

Abangku lalu keluar kamar dan aku mengikutinya dari belakang menuju ruang makan.

Ternyata ada ayahku baru pulang. Ayah duduk dibangku tunggal menunggu aku dan abangku turun untuk makan malam bersama.

Wajahnya terlihat kusut. Terlihat jelas ayah sedang lelah.

Ayahku ini memang pekerja keras. Apapun dia lakukan demi menghidupi keluarga kecilnya ini.

Kuhampiri ayahku lalu memeluknya. Hangat. Ayah mengecup puncak kepalaku sekilas. Tersenyum, lalu menyuruhku duduk dekat kursi tunggalnya.

Kami berbincang sejenak, menceritakan segala aktifitas kami dan tertawa bersama. Oh indahnya, entah karena apa tapi mendadak nyeri diperutku hilang. Keluargaku seperti obat saja.

Setelah selesai makan aku pamit ke kamarku. Saat aku melangkah ke kamar, nyeri itu datang lagi. Sial.

Aku kembali melakukan aksiku. Nungging di atas kasurku tersayang.

gedebug!

Aku terhuyung ke lantai. Bukannya nyeri perutku hilang, justru kini menambah. Punggung ku terasa sakit dan kepalaku terasa pening. Takut kena marah bunda karena ulahku, aku cepat cepat bangkit dan..

"NANDA! KAMU NGAPAIN!"

"enggak ko bun tadi buku nanda jat-"

"Apa yang jatoh huh? Kamu itu kenapa dari tadi uring uringan terus?!" Aku hanya menunduk, tidak menatap bunda, dan hanya memegangi perut dan sesekali mengusap kepalaku. Tapi sepertinya bunda mengetahui apa yang terjadi padaku.

"Perut kamu? Kepala kamu? Ga benjol kan? Kenapa nan?" Bunda menghampiriku dan mengelus kepala dan perutku bergantian.

"Perut nanda sakit bun lagi pms, tadi sengaja nungging biar sakitnya ilang, eh nanda malah jatoh.. Nggak benjol kok bun tenang" Aku meringis.

"Hadeh, harusnya kamu bilang sama bunda kalo kamu nyeri pms kan bunda bisa obatin. Tunggu bentar ya."

Sebelum bunda keluar kamar, aku mengangguk mengiyakan. Bundaku ini memang selalu perhatian pada semua anaknya. Membuatku makin menyanyanginya.

Tak lama kemudian bunda datang membawa segelas ramuan jamu kunyit asam.

"Nih nan minum. Awas kalo gak abis! Bunda mau bebenah dapur dulu."

"Iya bun" begitu bundaku keluar kamar. Dalam sekejap aku langsung menyesap jamu itu, tak perduli seberapa asam jamu itu, yang jelas aku berharap bisa mengurangi nyeri pada perutku.

Setelah habis, aku menidurkan tubuhku di atas kasur.

Berbaring menatap kosong langit langit kamar, berusaha melupakan rasa nyeri perutku.

Menerawang kejadian tadi sore, aku kembali memikirkannya. Memikirkan lelaki yang selama ini membuat teka teki masalalu ku muncul.

Bagaimana bisa dia mengenalku? Kukira hanya aku saja yang mengenalnya. Salah. Aku hanya mengenal 'namanya'.

Tidak habis pikir bagaimana bisa seorang Adit yang misterius mengenalku.

Dan soal dia yang lihai bermain basket aku juga tidak menduganya. Ku kira dia hanya cowok misterius yang kerjaannya hanya nongkrong di perpus membaca buku buku sejarah yang tebalnya bukan main.

Ternyata aku salah menilainya.

Ah Adit itu, selalu membuatku penasaran dari sejak awal kami bertatap mata.

Entah kenapa ide gila ini muncul, aku ingin mendekatinya, mengenalnya lebih jauh, dan menguap kisah tentang dirinya yang misterius.

Aku yakin aku 'pernah' mengenalnya dalam. Wajahnya terlalu familiar dengan teman masa kecilku dulu.

Tapi Adit tidak mungkin dia. Aku saja dari kecil di Jogja dan ini pertama kalinya aku ke Bandung.

Logikanya aku tidak mungkin bertemu dengannya di masa lalu yang bahkan aku tidak pernah mengunjungi kota ini sebelumnya.

Dan oleh karna itu.

Kuputuskan besok aku akan mendekatinya. Mengulas banyak tentang dirinya. Dan tak lupa aku akan meminta Gina untuk membantuku. Aku yakin, dalam hal ini Gina ahlinya.

Aku tak tahan kalau hanya melamun memikirkan 'siapa dia?' Aku harus berusaha. Aku akan memulainya duluan.

Karena kalau menunggunya mendekatiku duluan rasanya tidak mungkin. Dan ya! Keputusanku sudah bulat.

Hey! Aku tidak perduli dia akan berfikiran negatif terhadapku atau tidak tapi aku akan tetap berkomitmen untuk mencari tau tentangnya lebih dalam. Ingat itu.

---000---

Bounjur. Jangan lupa kritik dan saran yaa. Vomment nya juga jangan ketinggalan hehe. paypay!

NandaditTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang