#5

97 8 1
                                    

"Bundaaaa.." Aku mencari bunda ke dapur. Tidak ada. Dan merasa tidak ada yang menyahut, aku berteriak lagi, "bun...mpphh"

"shht! kamu ini. gausah teriak teriak, berisik!" Tangan hangat bunda mendekapku. Mendekap mulutku.

"eheh iya abis bunda, Nanda panggilin ga nyaut" kataku.

Kami lalu berjalan beriringan, ingin melanjutkan perbincangan ke ruang tv yang lebih nyaman. Menyuruhku duduk kemudian kembali berbincang.

"ada apa nan?"

"ini loh bun, bunda inget pras gak?" kataku sambil menunjukkan sebuah bingkai foto berisi sebuah gambar dua bocah saling merangkul dan menunjukkan gigi. Terpampang jelas kebahagiaan di antara mereka.

Entah perasaanku saja atau memang benar, bunda terlihat tegang setelah aku menanyakannya. "ehm pras ya? bunda ingat namanya, tapi bunda lupa mukanya.." Jelas bunda "kenapa emang nan?"

"temen Nanda, eh bukan temen sih, maksudnya anak di sekolah Nanda ada yang mirip banget bun sama dia. matanya bun mirip.."

"oh yaa? kenalan dong, ajak main kesini."

"duh bunda Nanda temenan aja nggak sama dia. eh tapi bener loh bun, Nanda penasaran sama dia itu" aku bersemangat bercerita pada bunda. Memang hanya bunda yang paling mengertiku. Maka dari itu bunda selalu menjadi tempatku bercerita, bercerita apapun yang aku lalui. Tidak ada yang aku tutup tutupi darinya.

"yeh kamu mah labil."

"ngomong ngomong bun, si pras kemana ya? ko dia ilang gitu aja, kangen deh Nanda sama dia."

"mungkin dia punya masalah, masalah yang ga memungkinkan dia buat main lagi sama kamu, gatau deh bunda juga gatau." eh? apa iya?

"bunda tau dia pergi kemana?" tanyaku semakin penasaran.

"ehm gatau tuh. udah ah bunda ngantuk, tidur dlu ya. kamu jangan kemaleman besok kesiangan aja."

"yeh bunda.. yauda iya bun bentar lagi."

Bunda pergi ke kamarnya meninggalkanku di ruang tv ini dengan perasaan yang semakin bercampur aduk. Antara bingung dan resah. Aku memikirkan perkataan bunda barusan. Apa masalahnya terlalu rumit sampai sampai aku ditinggal pergi tanpa pamit olehnya?

Letih berfikir yang tak pasti, aku beranjak kemudian menuju kamarku. Tempat singgasana ku.

Berbaring diatas kasur, menarik selimut kemudian mematikan lampu tidur diatas meja samping kasurku. Tidak lama, aku tertidur lelap.

***

Mungkin hari ini adalah hari sialku. Pagi tadi aku sudah telat masuk sekolah, tidak sarapan, kena hukuman pula.

Saat aku sampai kelas Mr. Yono guru bahasa inggris tidak mau menerimaku masuk. Dia hanya menghukumku, menyuruh membersihkan perpustakaan dan meminta surat keterangan dari penjaga perpus bahwa aku sudah melaksanakan hukumanku.

Oh tidak. Yang benar saja hey!

Dengan langkah malas, aku berjalan menuju perpus. Saat sedang sibuk merapikan buku yang tergeletak, aku melihat punggung yang membelakangiku.

Ada seseorang sedang duduk memperhatikan buku dihadapannya, dan tiba tiba ada suatu yang janggal dihatiku.

Dia memutar badannya, seperti hendak menukar buku yang satu dengan lainnya. Benar saja, ada Adit rupanya.

Untuk apa ia kesini pada saat jam pelajaran pertama berlangsung? Apa dia kena hukuman juga? Rasanya nihil.

Kami berpandangan bingung satu sama lain. Hanya beberapa detik, kemudian Adit berdiri dan melangkah ke rak buku lain. Dengan cepat aku mencegahnya "eh tunggu!"

Ya aku harus memulainya. Inilah awal misiku. Aku menghampirinya, dia menatapku datar.

"apa?"

"lo Adit?" tanyaku memastikan.

"tau nama gue?"

"name tag lo." Aku melirik ke arah name tagnya.

"oh. ada apa?" Jawabnya datar.

"nggak ko. gue Nanda" aku mengulurkan tanganku, ingin berjabat tangan tanda pekenalan. Tapi apa yang kudapat? Dia hanya melirik tanganku melalui ekor matanya kemudian menjauh dariku.

Aku menurunkan tanganku kecewa, baru 3 langkah adit berjalan dia memutar badannya menghadapku. "Gue Adit."

Hatiku berdegup kencang tak karuan. Rasa kecewa ku hilang sekejap saja diganti senyuman tulus olehnya.

Memutar otak untuk mencari perbincangan yang pas.

"lo ngapain disini?"

"lo juga ngapain?" Tanyanya sukses membuat ku diam seribu bahasa, tidak mungkin aku bilang aku sedang menjalani hukuman, membuat kesan pertamaku dengannya hancur saja.

"gue..pengen baca buku."

"Nanda! Cepet rapiin bukunya abis itu bersihin debu di rak" oh tidak, bu Ana mengapa tidak mengerti posisiku sekarang.

Adit terlihat menahan tertawanya. Ada apa dengannya? Dia tertawa karena tingkahku? Benar, dia memang menertawakan ku karena dia sudah tau alasan ku kesini bukan karena ingin membaca. Melainkan sedang dihukum. Memalukan saja.

"iya ibu maaf. Iya saya lanjutin ya bu." Bu Ani lalu berlalu ke mejanya.

"jadi lo lagi dihukum?" Adit terkekeh pelan.

"gausah nanya!" aku menatapnya sinis.

"ceh sewot."

"terah lo."

Aku harus keluar dari sini aku tak tahan jika berlama lama bersamanya. Membuatku gila.

Ku hampiri meja bu Ani kemudian meminta surat keterangan bahwa aku sudah selesai dengan tugasku, kemudian berlalu keluar perpustakaan meninggalkan Adit yang masih menahan tawanya.

Berjalan tergesa gesa ke kelasku, akhirnya aku sampai kemudian menyerahkan suratku, mr.Yono lalu mempersilahkan ku masuk. Tenang.

Kuhembuskan nafas panjang dan mengikuti pelajaran dengan khidmat.

Bel pulang sekolah berbunyi.

Hari ini mang Maman tidak menjemput, katanya sakit. Aku pulang dengan bis. Aku berjalan menuju halte dekat sekolah.

Aku menunggu beberapa menit. Bukannya bis yang datang, malah dia. Adit.

"ngapain?"

"nunggu bis." Kataku tanpa menoleh ke arahnya.

"oh..bareng yuk?" Apa? Dia menawariku?

"hah? eh gausah.."

"cepet gausah muna." Aku sedikit ragu. Aku tidak mengerti sama jalan pikirnya. Kadang dia sedingin es. Kadang dia sehangat mentari senja. "emm. tapi kan gak searah?"

"gampang. buru"

Berpikir sejenak. Akhirnya aku menyetujuinya. Kupikir ini akan menghemat ongkosku.

"yaudah" Aku naik motornya dengan susah payah. Aku harus mengimbangkan antara jok dengan tubuhku yang mungil ini.

Di perjalanan kami hanya diam. Tak tau harus bicara apa. Keheningan melanda kami.

Aku menggenggam erat sisi kanan dan kiri jaketnya. Berharap tidak jatuh. Adit terlihat baik baik saja ketika aku berpegangan pada jaketnya. Ya selama tidak mengganggu konstrasinya menyetir.

Rambutku sudah tidak seapik sebelum aku berboncengan dengan Adit, wajar saja, Adit memacu kencang motornya. Ish! Dia ini.

Tak lama aku sampai di depan gerbang rumahku.

"makasih.." Dia tersenyum akupun juga. Oh lesung pipinya itu.

"sama sama." Detik berikutnya dia berlalu.

Aku masuk kerumah menuju kamar dan merebahkan tubuhku di atas kasurku. Memikirkan, apa ini hanya imajinasiku saja? Atau, ya ini memang kenyataan.

---000---

Vomment jangan ketinggalan. Paypay!

NandaditTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang