Pic On Media : Stefan
Kami berlari, dan terus berlari menjauhi jalan St.Patrick. Melalui beberapa tikungan. Nafas Marco dan aku sudah terengah-engah sampai akhirnya Marco tersandung batu dan terjatuh.
"Nafasku sudah hampir habis," ucapnya sambil mengusap keringat di dahinya.
"Maaf aku tidak bisa melindungimu tadi. Aku benar-benar bodoh." balasku dengan nada penuh penyesalan.
"Stef, kita gak bisa kembali ke markas lagi. Kalau Pama Gretch tau tentang hal ini, dia akan -"
Aku memotong kalimat Marco "Tidak, kita tidak bisa kembali ke markas. Dia pasti sudah tau. Satu-satunya solusi adalah kabur." Marco sempat tergelak untuk beberapa saat. Lalu dia menarik nafas yang dalam.
"Hmm, kurasa ku tau sebuah tempat,"setelah menyelesaikan kalimatnya, Marco berlari mendahuluiku.
Cuaca semakin dingin, mengingatkan sudah waktunya pulang ke rumah. Orang yang bekerja di kantoran pulang dan bertemu keluarganya. Orang yang bekerja di pasar malam menyiapkan stand mereka. Murid-murid sekolah pulang sekolah dan istirahat. Tapi, kita tidak punya rumah. Suatu hari kita akan tidur di suatu tempat, satu hari lainnya kami akan bangun di tempat yang lain.
Rumah bukan tempat untuk manusia seperti kami.
Angin malam menghambat derap langkah kami. Sepi, sunyi, hingga suara sekecil jarum terjatuh pun bisa terdengar. Ketika kami sampai di jalan besar, kami melihat beberapa anak sekolahan dengan skateboard sedang asyik mengobrol tentang hukum fisika saat bermain skateboard dan semacamnya.
"Are you thinking what I'm thinking?" tanyaku pada Marco.
"Tanpa perlu mengetahui jawabannya," Marco berjalan dengan santai sambil bersiul mendekati anak-anak itu. Dia melakukan kontak mata sejenak dengan salah satu anak bertopi forrest green. Tiba-tiba Marco merebut skateboard dari tangan anak itu dan mengambil topinya. Dasar pencuri kecil.
"Hei!" teriak anak itu. Marco langsung melesat cepat dengan skateboard yang barusan direbut(dicuri) dari anak tadi.
"Stefan, lari!" teriaknya tanpa mempedulikan orang-orang yang sibuk melihat langkah gelagatnya yang mengundang perhatian. Aku pun berlari menyusulnya dari belakang. Kami berlari menelusuri pinggir jalan raya yang penuh dengan makhluk bernyawa yang sedang berlalu lalang.
Marco tertawa dalam aksi pelarian itu. Segerombolan anak-anak dari belakang mengejar kami sambil meneriakkan sebungkus kalimat sumpah serapah.
"Kita mau pergi ke mana?"tanyaku.
"Ke suatu tempat untuk membuka halaman baru!" Marco mengambil ujung skateboard dan mengangkatnya di udara ,"Woohoooo! Itu baru namanya hidup!" terkadang aku terkejut bagaimana bocah 15 tahun ini mempunyai semangat seperti bocah 9 tahun.
"Maksudmu perpustakaan?"candaku sambil tetap berlari. Tanpa kusadari, aku menabrak sebuah sosok hingga terdengar suara menyerupai kaca pecah. Tanpa memperdulikan hal itu, aku malah berlari lebih cepat.
Akhirnya, kami sampai di stasiun kereta terdekat dan masuk hampir sebelum pintu kereta tertutup. Aku mendarat masuk terlebih dahulu, Marco yang mendorongku kemudian baru melemparkan dirinya ke atasku.
"Tadi itu hampir saja." sebuah nafas hangat menjalar di sekitar telingaku. Marco yang berada tepat di atas tubuhku. Mukaku terasa terbakar, "Lepaskan aku!" dalam sekali dorongan Marco terbaring di lantai kereta. Untung saja, saat itu kereta sedang tidak ada penumpang karena sudah hampir tengah malam.
"Setidaknya kita berhasil kabur," gumannya. "One day I'm here and one day I'm there. Somedays I wake up and just don't know where," sebuah lagu melantun dari mulutku. "I see the lights on the city streets, I'm wide awake while the world still sleeps" Marco melanjutkan nyanyianku sembari meletakkan kedua telapak tangannya di belakang kepala, berbaring di lantai kereta yang kotor dan dingin.
"In all my dreams, the picture freezes. And every night is always the same," lagu tersebut mengantarkan kami pada malam yang penuh keheningan. Running away milik Greyson Chance, artis yang pernah populer di tahun 2012 atau sekitar tahun itu.
Seperti tidak pernah tidur sebelumnya, untuk kali pertama aku dapat tidur dengan pulas malam itu. Tidak tau apa yang akan menanti, mungkin itu baik, atau justru sebaliknya. Alam semesta punya rahasianya sendiri. Tugas kita hanya menjalankan apa yang ditakdirkan.
Siapa tau besok kami akan terbangun di atas tumpukan emas, atau di bawah terik matahari yang panas. Aku pandangi langit-langit kereta yang berwarna putih. Kemudian, perlahan-lahan aku menutup kedua kelopak mataku dan mulai mengkhayal lagi.
Cih, aku butuh rokok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Home(BH)
Mystery / ThrillerBagaimana jika detik ini hanya sekeping fragmen dari mimpimu sehingga kau akan terbangun di suatu tempat yang tidak pernah kau sangka ada sebelumnya? Oh, aku sangat berharap bahwa ini cuma mimpi. Perkenalkan. Namaku Stefan. Aku tidak tahu lagi siapa...