Pilihan ?

304 48 3
                                    

Entah mengapa, perjalanan menuju kantin yang letaknya hanya di belakang gedung sekolah , terasa sangat melelahkan dan panjang.

Permintaan Fixen untuk menjodohkannya dengan Doni menghantui pikiranku.

Mengapa Fixen sangat ingin dijodohkan dengan Doni ? Padahal dengan sedikit kedipan dan senyuman mautnya mampu membuat cowok kekar sekalipun jatuh cantik di depannya.

"Nina, kok diem sih?" Fixen menepuk pundakku yang rapuh, beruntung tenaga Fixen tidak seperti petinju dunia."Hei, Nina, selain ke kantin kan, lo ajak gue keliling kenalin sekolah juga? Lo gak lupa kan? "

Oh, sial. Mata hitam itu menyelidik ke arahku.

"Ah, maaf." hanya itulah kata yang aku keluarkan di balik masker hijauku. Sekarang aku tak bisa jujur, jika sebenarnya aku sulit untuk menjodohkan mereka.

"Oke, tapi ..." Fixen merangkul lenganku dan menarikku dengan lembut "Ceritain tentang Doni dong?"

Jantungku terasa berhenti berdetak. Suhu panas sekolah menaik. Suasana ramai terasa hening. Oh, apa aku akan mati di rangkulan bidadari?

"Ha?!"

"Loh, kenapa kaget? Kayaknya lo kenal deket sama dia kan?" Fixen menoleh ke mataku, tatapannya terasa dingin.
"Buktinya, tadi dia natap ke lo, saat soal dihukum? Memangnya kenapa dia dihukum?"

Karena aku dan dia telat, dia menarikku dan kita berlari bersama seperti romeo dan juliet yang dikejar para penduduk.

Itulah jawaban yang aku ingin keluarkan.

"Oh, i-itu... karena dia telat."
Aku harus menjawab jawaban cadangku. Apa tatapanku sudah meyakinkan?

"Tapi, kenapa tadi lo yang minta maaf ?"
Apa Fixen selain keturunan orang inggris, dia juga keturunan seorang detective?

"I-itu karena ..."

"Fixen!"
Oh Tuhan. Terima kasih.
Belum sempat aku menjawab pertanyaan sulit Fixen, Para fans Fixen yang tadi menyemangati Fixen saat bertarung menghampiri kami dengan beberapa makanan ringan dan minuman di rangkulannya, tidak hanya 1 atau 2 orang, namun ada 4 orang dari 6 orang yang membawakan beberapa makanan dan minuman.

"Hai, Fixen, kamu lapar? Aku belikan kamu sesuatu nih."
Salah satu fans Fixen menyodorkan 1 pak biskuit rasa cokelat yang aku yakin mereka curi di kantin. oh ayolah, aku bukannya menuduh, namun cowok bertampang preman dengan seragam yang dikeluarkan, dasi sekolah yang bukannya di lilitkan dilehernya, sekarang diikat di kepala, belum lagi gelang-gelang yang dia pakai, membawa satu pak biskuit cokelat?

Tanpa banyak cingcong, Fixen menerima dengan senyuman manisnya yang menempel di bibirnya yang tipis "Terima kasih, ya."

Hanya senyuma? hanya senyumannya saja,
mampu membuat orang yang memberi makanan tadi menyeruak senang.

Tak mau kalah, beberapa orang yang memegang makanan langsung menyodorkan makananya secara bersamaan.

Ada yang memberikan 1 plastik batagor, ada yang memberikan chiki, dan ada yang memberikan satu gelas teh poci dingin.

"Fixen, jangan lupa makan yah, nanti sakit."
"Eh, Fixen itu cewek tangguh, buktinya tadi dia ngelawan 3 nenek sihir dengan kuat."
"Fixen, mohon diterima minuman gue ya, belom gue sedot kok."
"Eh iya, gue juga belom gue makan kok."
"Bohong lo dit, tadi gue liat lo makan 1 batagornya."
"Sstt! Diem napa lo!"

"haha. Terima kasih ya semua. Aku senang disini, bisa diterima baik oleh kalian. Makanan dan minumannya aku terima dengan senang hati."

Oh, Tuhan. Terima kasih, kau mengirimkan kami , Bidadarimu di sekolah yang sudah tua ini.
Senyuman lembut bagai dewi-dewi para dewa, mampu membuat para fans Fixen tersenyum bahagia. Saking bahagianya, ada yang berjingkrak senang, seolah memenangkan doorprize.

"Owh. Sama-sama Fixen, apa sih yang enggak buat kamu."

"Sialan lo, masih pagi udah ngegombal."

"Dit, inget bini dit.. inget bini..."

Tampang para fans Fixen selalu heboh, lucu, dan norak. Tapi aku senang, yah... walaupun bukan aku yang menjadi bahan rebutan mereka.
Dan sekarang, bahkan mereka tak mempedulikan aku yang daritadi berada di samping bidadari mereka. Tapi aku senang dengan tingkah mereka.

"Oh iya, karena sudah membelikan makanan buat aku, besok, aku traktir. Mau?"

"Mau!!!"
Wow, teriakan kompak mereka mampu membuat tatapan iri dan cemburu di sekeliling kita.

"Oh, oke. Aku mau ke kelas dulu ya. Terima kasih atas makanan dan minuman kalian yang berharga."

"Sama-sama Fixen."

Setelah lambaian tangan fixen yang lembut, Fixen membalikan badan dan menarikku untuk mengikutinya.
"Nin, karena gue dapet makanan, kita gak jadi ke kantin ya," Fixen celingak-celinguk dengan tatapan awas,"kalo gue keliling, pasti masih banyak cowok di belakang sana."

Loh? Kenapa Fixen terlihat takut?

Belum aku ingin membuka mulut, tiba-tiba terlihat sosok bayangan hitam dari arah depan yang mencegatku dan Fixen.
Fans yang memberi makanan lagi kah? Atau kini memberi gaun-gaun?

"Wajarlah, mereka terlihat tergila-gila sama kamu, kamu kan cantik."

Omaygaat. Suara berat ini, aku kenal.
Doni?
Tapi sejak kapan dia muncul dengan cepat disini?

"Wah, belum lama disini, udah dikasih makanan, enak-enak lagi makanannya. Boleh dong, bagi-bagi?"

Omaygatt, saat Doni membukuk sedikit, wajahnya kini di depan wajah Fixen, seperti Doni menatapku saat di belakang sekolah pagi itu.

Kenapa jantungku yang berdetak kencang? Aku harap, suara bagai gendangan musik Afrika ini, tidak terdengar oleh mereka.

"Hehe. Aku cuman bercanda doang," Doni melayangkan tatapannya ke arahku."Nina, kamu udah ajak dia keliling? Cepet amat."

"B-belum," ah, ini kesempatan bagus untuk Fixen, yang sangat ingin mengenal Doni, "a-aku mau ke toilet dulu, Doni , bisa kamu antarkan Fixen berkeliling?"
Fixen melayangkan tatapan tajam ke arahku, aku yakin dia malu.

"K-kalau kamu yang nganterin, pasti gak akan di ganggu sama cowok-cowok itu."

Apa alasanku cukup meyakinkan?

Setelah diam beberapa saat, Doni meraih makanan dan minuman yang dipegang oleh Fixen dan berkata dengan senang. "Sini aku bawain. Okey, aku akan mengantarimu jalan-jalan. Ayo ikutin aku tuan putri."
Doni berjalan dengan langkah santai di depan Fixen.

Fixen yang hanya terdiam menoleh ke arahku dan membisikan dengan suara setipis angin. "Pstt, terima kasih." tak lupa dia memberikan kedipan mata genitnya.

Fixen mengejar Doni agar bisa melangkah sejajar dengan Doni. Kini mereka seperti sudah sedijit akrab. Dari balik punggung mereka, aku bisa lihat Doni mengusap jail rambut panjang Fixen.

Aku segera ke toilet wanita yang letaknya tak jauh dari kantin.
Saat aku sudah sampai, aku pilih bilik yang paling pojok.
Ku buka masker hijauku yang sudah basah karena hembusan nafasku yang tak karuan,

Apa yang sedang aku pikirkan?
kenapa sekarang, air mataku turun dengan derasnya?

Aku tak suka seperti ini.

The Face Which You HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang