HATI BERDEBAR ?

385 41 7
                                    

Saat aku tahu, dia sedang kehilangan keseimbangan, aku langsung menangkap Putra dengan cepat.

Tetapi karena badannya lebih berat dariku, aku tak bisa menyeimbanginya. Akhirnya aku ambruk bersamanya.

Walaupun aku senang karena seluruh badannya tidak terbentur ke lantai, dikarenakan aku masih memegang pundaknya yang lebar itu, kini aku harus menerima keadaan jika kepala Putra itu kini berada tepat di pangkuanku.
Duh, bagaimana ini? Gumamku dalam hati.

Wajahku memerah dan tiba-tiba saja jantungku berdetak sangat kencang saat wajah tampannya (yang dikatakan orang) terlihat jelas di mataku. Bibirnya yang tipis namun terlihat berwarna pink, hidung yang mancung, bentuk wajah yang lonjong dengan dagu yang sedikit lancip, dan walaupun dia sedang berkeringat, namun kulitnya tetap putih dan bersih.

"He..i...K-kau tak apa?" Tanyaku dan menyembunyikan perasaan gugupku saat aku merasakan nafasnya mulai tak karuan.

"TUAN MUDA!" Teriakan pria berjas hitam dan diikuti dengan beberapa pria berjas hitam lainnya, menggema di koridor sekolah lantai 3 yang mengakibatkan orang-orang yang melihat kami semakin ramai. Bahkan aku kini, tak bisa melihat Fixen yang tadi berada di sebelahku.

"HEI, SEGERA TELEPON AMBULANS!" Perintah pria berjas hitam yang tadi berbicara kepadaku ke pria berjas yang lainnya.
"PERINTAHKAN MEREKA UNTUK HARUS BERADA SAMPAI DISINI DALAM WAKTU KURANG DARI 5 MENIT! BURUAN!" teriaknya panik.

5 menit? Rumah sakit mana yang akan datang secepat itu?

"DAN KALIAN BERTIGA, BAWAKAN TEMPAT TIDUR YANG BERADA DI UKS! CEPAT!" Perintahnya lagi.
"B-baik bos!" Jawab ketiga pria berjas hitam itu. Dan segera lari tergopoh-gopoh menuju UKS.

Tunggu dulu...
UKS? UKS kan terletak di lantai dasar? Bagaimana mungkin, mereka mengambil Tempat tidur yang lumayan besar itu dengan tangga?

Ah sudahlah, aku tak perlu memikirkan kepanikan mereka. Karena yang harus aku lakukan saat ini adalah aku harus menyembunyikan wajah memerahku!
"Dan untuk kalian yang membawa hadiah," Bos berjas hitam itu menunjuk delapan pria berjas hitam,"taruh hadiah-hadiah nona neng masker di meja kelas dan bantu aku untuk amankan tempat ini!"

Hadiahku?
Oh, iya aku baru ingat mereka membawakan aku banyak hadiah. Sebenarnya, aku tak berniat mendapat imbalan seperti ini, namun karena tadi Putra datang kepadaku dan meminta untuk menerimanya, jadi, aku tak enak hati menolak.
Dan aku juga tak enak hati pada para pria berjas hitam itu yang daritadi memegang hadiahku seperti patung. Dan saat diperintahkan oleh Bos jas hitam, mereka langsung menaruh hadiahku dengan tersusun. Waw!

Dan sebagian lainnya berusaha untuk mengamankan area "tempat pingsan Putra".
"Maaf permisi nona, anda dilarang melihatnya terlalu dekat."
Terdengar seruan kesal dari -orang yang ingin melihatnya.
"Wuuuuhhhh!"
"Aduh, jangan dorong-dorong!"
"Gue mau liat dia!"

"Ya ampun Tuan muda! Maaf nona neng masker, anda tak apa? Dan terima kasih sudah memegang tuan muda." Saat Bos jas hitam itu merangkul Putra, dia terlihat kesusahan.
Bagaimana tidak? Diantara pria berjas hitam yang aku lihat, hanya dialah yang beruban dan aku yakin dia berumur 50an.
"aw punggungku!" Teriaknya.

"Biar kubantu." Ucap seseorang dibalik punggungku. Tunggu... suara itu...

Doni?!

"Oh, terima kasih." Kata bos jas hitam itu senang.

Doni membungkuk di hadapanku dan melihat wajahku yang memerah.

"Nina, lo keberatan ya? Jadi mukamu keliatan kayak tomat. Haha." Candanya dan segera merangkul lengan Putra ke pundaknya.

The Face Which You HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang