Kala itu, aku berjalan di bawah langit Hong Kong yang dingin dan tak berbintang. Menembus angin dingin yang membisikkan kehampaan. Ada kebisuan ditengah ramainya pejalan kaki. Mungkin aku dan kamu sedang merasakan suasana yang sama. Sendiri dan sepi.
Aku mencium bau tembakau yang biasa aku cium ketika kamu membakar sebatang rokok dan menghembuskan asap bekas pembakarannya. Sudah sejauh itu saja, aku tetap menemukan bayangmu. Aku tahu kamu selalu berada di dekatku, meski itu hanya bayanganmu. Karena itu aku memutuskan untuk mengasingkan diriku dari keramaian di malam tahun baru. Aku ingin menikmatinya bersama bayanganmu yang di sampingku. Karena tahun boleh berganti, namun aku yakin tempatmu tidak pernah terganti.
*
Setiap kali aku terbangun pada pukul 2 pagi, aku selalu menatap pemandangan kota Jakarta yang diterangi oleh cahaya lampu. Lampu-lampu gedung pencakar langit dan lampu-lampu kendaraan bermotor yang memenuhi jalan-jalan besar terlihat seperti sekumpulan kunang-kunang yang berkumpul menerangi gelapnya langit kota Jakarta di malam hari. Gemerlap kota membuatku merasa tak kesepian meski aku sendiri. Aku menikmati kesendirian di tengah keramaian, tapi aku tidak suka sepi.
Lalu aku teringat kamu. Si pecinta warna merah. Sepikah kamu dalam tidur panjangmu? Aku tahu kita semua yang hidup di dunia akan berakhir sendiri. Namun aku tak ingin kamu kesepian. Maka aku mengambil wudhu untuk memanjatkan doa untukmu. Aku harap doaku bisa seperti lampu-lampu kota dari gedung pencakar langit atau kendaraan bermotor yang menerangi gelapnya langit malam kota Jakarta. Kuharap, doa-doa pendek yang kuucapkan setiap malam dapat menerangi tempatmu beristirahat kini. Sehingga kamu tak merasa sepi lagi.
*
Sesekali kita bertemu di alam mimpi. Mungkin saat itu kamu mengingatkanku untuk menemanimu disana lewat doa. Mungkin juga kamu mampir hanya untuk sekedar mengucapkan terima kasih karena sudah menemanimu. Apapun itu, aku bahagia bertemu denganmu lagi walaupun hanya lewat mimpi.
Kita sering bertemu di padang rumput, kadang kita bertemu di pantai, kadang di sebuah tempat yang aneh. Seperti di tengah-tengah mesin jam yang detiknya terus berdetak. Seolah meledekku aku akan waktu. Bisakah detik itu berhenti lalu kamu mendekapku selamanya?
Aku bahagia. Meski kita tak pernah bicara banyak lagi seperti dulu. Aku bahagia, karena kamu tak pernah menampakkan wajah muram setiap kita bertemu di mimpi.
Aku akan selalu ingat dekapmu. Aku akan selalu ingat deru napasmu ketika hidung kita bertautan. Aku akan selalu ingat aroma tubuhmu. Karena hanya itulah yang tersisa darimu di duniaku dan aku tak ingin kamu pergi.
Bahagia ya, kamu disana. Tunggu aku. Kita pasti akan bertemu lagi, suatu saat nanti.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Kertasburam (Rasa)
Short Story"Setiap orang memiliki rangkaian kata yang tak sempat terucap, terdiam dalam sudut hati. Karena rasa, hanya yang punya hati saja yang mengerti" Bukan cerita pendek, bukan sajak atau puisi, apalagi novel. Hanya sekumpulan tumpahan perasaan yang tak s...